Ivanna's POV
Haruskah aku mempercayai Jax? Ia mengatakan kalau akulah yang bercinta dengan Damon, yang mana saat itu justru aku berada di sana dan menyaksikan apa yang telah mereka lakukan. Aku bahkan tidak merasakan sama sekali dan Jax juga mengakui bahwa aku pingsan saat itu dan ia yang menyelamatkanku.Lalu, apa maksudnya mengatakan segala kebohongan itu? Apakah benar kalau Jax dan Damon bersekongkol untuk melakukan kejahatan terhadapku? Jika benar, apa motif mereka melakukan itu?Aku masih tepekur seorang diri di kamar. Damon, sekali lagi pergi entah ke mana dan aku seperti wanita simpanan yang hanya akan bertemu dengannya di malam hari, berbaring di sampingnya hanya untuk beberapa jam dan ketika terbangun di pagi hari, ia sudah tak ada lagi.Jangan pernah tanyakan bagaimana aktivitas seksual antara aku dan dirinya. Sangat buruk. Itu sebabnya aku tak bisa percaya saat Jax mengatakan bahwa akulah yang tengah digauli oleh Damon dengan begitu bernafsu.Damon tak pernah seperti itu terhadapku. Menurutku. Atau entah kalau ternyata ini hanya anggapanku, karena setiap kali kami bercinta, kami menyelesaikannya dengan cepat.Aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya orgasme hingga berkali-kali, seperti saat kami baru pertama kali melakukannya.Tentu saja aku ingat bagaimana kala itu Damon tampak begitu menginginkanku. Sekarang tidak lagi.“Nona, bolehkah aku masuk?” Suara itu, sudah pasti Jax. Siapa lagi? Tapi, apa tujuannya datang? Apakah untuk mengatakan kalau aku telah melakukan kesalahan karena mengira Damon berselingkuh dengan wanita lain?Aku sendiri bahkan tak tahu siapa.Dadaku sesak setiap kali ingat malam itu. Mari kita anggap itu sebagai mimpi, dan itu kali pertama aku mengalaminya. Jadi wajar kalau aku begitu ingin tahu apakah itu nyata ataukah hanya delusiku semata.“Masuklah.”Pintu terbuka dan disusul suara langkah kaki yang mendekat ke arah ranjang di kana aku berbaring memunggunginya. Jax mungkin akan mengira aku marah padanya.Ya memang, aku marah. Namun, bukan kepadanya. Aku hanya kesal karena jawaban Jax membuatku bingung.“Apakah anda masih membutuhkanku untuk hari ini, Nona? Jika tidak, aku akan pulang,” ujarnya, kali ini dengan suara tang agak dipelankan. Aku bahkan belum memutar tubuh menghadap padanya. Aku masih kesal dan malas melihat wajah pria itu.“Kau boleh beristirahat di salah satu kamar kalau kau lelah,” jawabku singkat.“Maaf, Nona. Ada urusan yang harus kuselesaikan. Itu sebabnya aku—“Aku tak biarkan Jax menyelesaikan perkataannya, dan langsung berbalik, lantas turun dari ranjang dan berdiri di hadapan pria itu. Kutatap lekat-lekat bola mata kelabu miliknya. Aku tidak bisa membaca apa pun di sana, karena memang aku bukan seorang cenayang.Namun, entah mengapa aku tidak bisa mempercayai pria ini.“Apakah kau bekerja untuk orang lain? Katakan padaku siapa orang lain yang menyewamu? Bukankah sudah tertera dalam perjanjian kontrak bahwa kau hanya akan bekerja padaku?” serangku tanpa menunggu penjelasan atau sanggahan darinya.Aku tidak membutuhkan jawaban apa pun. Saat ini, aku didera krisis kepercayaan terhadap siapa pun, dan Jax dengan terpaksa menjadi salah satu di antaranya.“Bukan begitu, Nona. Aku tidak bisa katakan urusanku, tetapi kupastikan aku hanya bekerja padamu. Tidak dengan orang lain. Aku bisa jamin kesetiaanku.”Benarkah? Tapi mengapa aku tidak percaya sama sekali? Lantas untuk apa ia meminta izin pergi? Ke mana ia akan pergi dan untuk urusan apa?“Kalau begitu aku ikut denganmu,” jawabku. Ia hendak menolak, tetapi dengan cepat aku memutar tumit dan berjalan lebih dulu menuju ke halaman di kana motornya diparkir.***“Nona, apakah kau ingin keluar dai rumah karena jenuh? Aku bisa mengantarkanmu ke suatu tempat kau bisa menyewa penginapan di sana untuk sekadar bermalam dan tepat saat matahari terbit, kita akan menyaksikannya dari atas balkon,” ujar Jax setelah ia menghentikan motornya di depan sebuah bar yang tidak kukenali dan membawaku masuk.Ia menyewakan satu tempat VIP untukku dengan seorang wanita yang sudah siap di ruangan itu karena Jax yang memintanya untuk menemaniku.“Apakah aku sudah menjadi seorang bayi sekarang, hingga harus ditemani oleh seorang baby sitter?” sindirku, memerhatikan perempuan dengan pakaian mini yang bergelayut pada lengan Jax dan dia tidak tampak risih dengan apa yang dilakukan perempuan itu.“Ini demi keselamatanmu, Nona. Marina akan menjagamu selama aku pergi. Aku tidak akan lama, jika kau membutuhkan sesuatu, apa pun itu, Marina akan membantumu.”“Kau akan pergi sekarang?” tanyaku, tanpa peduli perkataannya sebelumnya. Pria itu mengangguk.“Sebentar saja. Kau sebaiknya tetap berada di sini demi keamananmu. Tak ada yang tidak mengenalimu, Nona Sanchez. Jadi kalau kau—““Oke, aku mengerti. Kau boleh pergi sekarang juga dan segeralah kembali!” potongku, yang kemudian ia respon dengan anggukan lantas pergi meninggalkanku bersama dengan wanita yang menuangkan minuman ke dalam gelasku.Aku mengedar pandangan ke seluruh penjuru ruangan tempat kami berada. Cukup besar untuk kelas menengah ke bawah. Dan pria itu juga menyewakan pelayan pribadi untukku, seolah dengan niat untuk mengawasiku.“Kurasa aku ke toilet sebentar.” Aku bangkit dan hendak keluar dari ruangan tersebut, tetapi wanita yang menemaniku ikut bangkit dan tampaknya hendak mengikuti langkahku.“Kau tunggu di sini saja. Aku hanya ke toilet,” ujarku, sedikit kesal.Apakah dia takut aku tidak tahu cara menggunakan flusher? Atau khawatir aku akan menghabiskan kertas toilet mereka? Sangat mencurigakan dan hal itu justru membuatku makin penasaran untuk mencari tahu urusan apa yang tampak begitu penting untuk Jax lakukan.Wanita itu sedikit gentar, kemudian mempersilakanku pergi tanpa berkata-kata.Dan di sinilah aku sekarang. Benar-benar berada di sebuah bilik karena aku menahan ini sejak tadi. Dan setelah menuntaskan hajatku, aku keluar dari ruangan dengan cahaya redup itu dan tanpa sengaja melihat sosok Jax yang tengah berjalan dengan seorang wanita dan menuju ke sudut sebuah ruangan.Aku mengikutinya dengan hati-hati. Jika sudah begini, sungguh, tak ada yang bisa menghalangi langkahAku terus mengikuti langkah cepat pria itu, sampai dirinya tiba di sudut ruangan yang tampaknya menjadi tujuan mereka. Namun, terlalu jauh untuk bisa melihat apa yang mereka lakukan. Dari tempatku, mereka hanya berciuman. Bukan sesuatu yang istimewa. Meski aku sejujurnya tidak suka mengetahui bodyguard-ku bercumbu dengan seorang wanita.Ya, aku tahu, aku tak boleh seperti ini. Namun, itu yang kurasakan dan itulah diriku. Maka, dengan berbekal nekat, aku mendekat. Bukan bermaksud untuk mengganggu aktivitas erotis yang mereka lakukan, aku hanya ingin mengajak Jax pulang jika urusannya memang sudah selesai.Jangan katakan kalau ia datang kemari hanya demi bercinta dengan beberapa perempuan. Akan tidak lucu jika bodyguardku menuntaskan hasratnya sementara diriku berada di ruang VIP bersama seorang baby sitter.“Jax, ayo kita pulang” panggilku, berjalan perlahan menuju ke tempat di mana pria itu tengah begitu fokus dengan santapan di hadapannya.Santapan. Dan memang itu kenyataannya. Karena ketika makin dekat, aku tahu apa yang tengah mereka berdua lakukan.Mereka bukan sedang bercinta, melainkan lebih menjijikkan dari yang kubayangkan. Pria itu kini tengah membenamkan wajah pada ceruk leher si wanita dan ketika ia mengangkat wajahnya dan menghadap padaku, yang tampak di depan mataku adalah mulut yang berlepotan dengan geligi tajam yang tampak menyembul dari balik mulutnya.What the hell!Aku melangkah mundur, berharap pria itu tidak akan menjadikanku santapan kedua setelah perempuan itu mati dihisap hingga kering. Namun, tidak. Wanita itu masih hidup dan keduanya berjalan ke arahku.Ivanna's POVAku masih termangu seperti orang tak waras. Kejadian yang ada di hadapanku itu jelas bukanlah mimpi. Apakah Jax akan mengatakan kalau aku salah lihat? Jelas beberapa orang di hadapanku itu bukanlah manusia biasa. Dan Jax yang tiba-tiba muncul—mengapa ia bisa berkomunikasi dengan para vampir itu untuk melepaskanku? Apakah Jax juga adalah seorang ... “Ini untukmu. Minumlah dulu, Nona,” ucap pria yang baru satu minggu menjadi pengawalku tetapi sudah banyak hal misterius yang ia lakukan dan terjadi dalam hidupku. Aku menerima secangkir minuman yang ia sodorkan, tanpa melepaskan tatapan darinya. Lalu dengan segera kuperiksa minuman di tanganku. Hanya secangkir teh camomile kesukaanku. Tidak! Aku tidak ingin berpikiran buruk mengenai ini, tidak ingin bertanya-tanya mengapa ia bisa tahu kesukaanku. Siapa pun bisa mempunya persediaan teh camomile di rumahnya, seperti juga aku. Lagi pula, mari pertimbangkan jasanya karena telah menyelamatkanku dari kemungkinan menjadi santapan
Jax's PoV Ivanna Sanchez bukan gadis remaja yang terjerat cinta pada seorang pria dan berubah menjadi bodoh. Ia tahu dan sudah mengendus apa yang dilakukan Damon di balik punggungnya. Dan kini, memergoki pria itu dan dengan gegabah berniat merangsek masuk demi memberinya pelajaran, bukan ide yang bagus. Dia pasti bertanya-tanya, mengapa Damon begitu tega menyakiti wanita sempurna sepertinya. Aku pun ingin menanyakan hal yang sama jika boleh. Sayangnya, pria bernama Damon itu bukanlah pria yang memiliki kecerdasan seperti Ivanna. Bohong jika kukatakan bahwa aku tidak terpengaruh dengan permainan petak umpet yang dilakukan oleh pria itu. Aku bahkan sudah mengawasinya sejak pertama kali menginjakkan kaki di mansion ini. Namun, aku harus berhati-hati karena Ivanna tampaknya mulai curiga terhadapku. "Maafkan aku, Nona. Terkadang kau harus diam meski mengetahui sesuatu. Ini demi keselamatanmu," ucapku, berusaha menenangkan gemuruh dalam batinnya yang nyaris berkobar dan membakar segalan
Ivanna’s PoV Jax berusaha mencari siapa pun atau apa pun yang kuyakini ada dalam kamarku. Aku tidak melihatnya dengan jelas karena lampu yang redup, selain hanya suara yang jelas menyerupai geraman serigala. Aku sedang berada si balkon saat mendengar suara aneh itu. Persis seperti suara Damon saat bercinta dengan wanita yang tak kukenal—untuk yang satu ini aku tidak terlalu yakin, jadi akan kupastikan kembali malam nanti apakah benar pria itu Damon atau bukan. Itu pun andai dia pulang ke rumah ini. Damon belum juga kembali sejak semalam, jadi karena aku terlanjur ketakutan, aku berniat untuk mencari pertolongan tanpa harus masuk ke kamar dan bertemu makhluk itu. Sayangnya, aki terlalu banyak mengonsumsi alkohol hingga tubuhku sempoyongan dan nyaris kehilangan nyawa. Terima kasih untuk Jax yang sigap menolongku, meski ada kejanggalan yang kurasakan ketika pria itu membantuku naik. Tak mungkin aku salah. Namun, sayangnya aku tidak memiliki bukti apa pun untuk menuding pria yang telah
Jax’s PoV Aku tak percaya dengan apa yang dilakukan gadis ini. Apakah dia sadar apa yang dilakukannya ini sangat berbahaya? Selain karena melanggar kode etik profesionalitas, ini juga rasanya tak pantas ia lakukan karena Ivanna telah bertunangan, akan terjadi keributan jika Damon sampai mengetahui kejadian ini. Aku harus menjaga keberadaanku di tempat ini, karena ada satu urusan yang belum selesai kulakukan. Dua urusan, salah satunya adalah melindungi Ivanna. Dan itu sangat penting, mengingat satu dan lainnya saling berkaitan. Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail karena aku sendiri pun tengah mencari tahu dan berusaha membuktikan kecurigaanku. Hasrat dalam diriku yang sejak tadi bergejolak, serta sakit yang kurasakan, secara ajaib memudar seiring dengan kecupan hangat yang Ivanna berikan. Ini bukan kali pertama, tetapi aku tahu, aku akan mengingat ini lebih baik dibanding pengalaman lain yang pernah kualami. Selama beberapa waktu terakhir, aku berusaha menahan diri agar bisa te
Ivanna’s PoV Aku memang melakukan kebodohan dengan mengecup bibir Jax saat itu. Aku hanya mengikuti dorongan dalam diriku yang entah mengapa justru mengarahkanku untuk melakukan perbuatan itu. Dan kini, aku didera rasa malu yang berkepanjangan. Beberapa lama aku hanya mondar-mandir di kamar dan tak bisa terpejam. Entah mengapa, satu hari rasanya cepat sekali berlalu dan untuk menghadapi ini semua, aku seperti tak punya harapan lagi. Pernikahanku dan Damon yang kubayangkan akan menjadi momen yang sakral dan membahagiakan, rasanya tak mungkin kulanjutkan. Tidak mungkin aku menjerumuskan diriku sendiri ke dalam kubangan di mana aku nantinya akan tenggelam, dan jika itu terjadi, Damon belum tentu akan menyelamatkanku. Lagi-lagi ini akan menjadi tugas Jax. Lalu, ketika aku sudah sedikit lebih tenang dan hendak membaringkan tubuh, pintu kamar terbuka. Aku enggan menoleh, karena dari suara langkah kaki saja aku sudah tahu siapa yang datang. Tidak mungkin Jax berani masuk ke kamarku begit
Ivanna’s PoV Kami, lebih tepatnya aku, Damon dan Tatiana sudah tiba di hotel H yang merupakan salah satu dari sepuluh hotel termewah di sana. Dan segalanya sungguh di luar ekspektasiku. Jika kukatakan seperti ini, artinya cukup buruk untuk dikatakan berjalan lancar. Mungkin lancar bagi Damon dan Tatiana yang memang memiliki keperluan bisnis. Hari pertama, kami tiba di hotel saat matahari telah tinggi dan Damon menyewa suite dengan perlengkapan di dalamnya yang mempunyai dua kamar tidur. Aku kurang suka ide satu ini, karena artinya, kami tidak punya privasi dan lagi-lagi Tatiana tetap harus ada di tempat yang sama dengan kami. Aku tak mengerti apa yang terjadi padaku hingga begitu penuh kecurigaan dan pikiran negatif terhadap mereka berdua. Terlebih ketika Damon dan Tatiana telah siap dengan pakaian rapi sementara aku baru mengenakan piama, karena memutuskan untuk beristirahat sebentar. “Kau mau ke mana? Kita baru saja tiba,” ucapku, tak habis pikir dengan sikap pria ini. Jika Damo
Ivanna’s PoV Aku tahu apa yang kulakukan. Aku keluar dari ruangan dan tak pedulikan Jax yang berusaha mencegah keputusan yang akan kuambil kali ini. Aku tidak ingin menjadi bulan-bulanan pria ini lagi, aku akan mengakhirinya saat ini juga. Damon dan Tatiana masih menikmati permainan panas mereka, saling mengisi. Tampak Damon begitu dimabuk kepayang, seolah apa yang Tatiana berikan begitu luar biasa dibanding yang pernah kuberikan padanya. Dadaku terasa panas dan tak henti berdenyut nyeri. Darahku berdesir seolah kemarahan yang ada tak bisa lagi kubendung. Jax pun tak akan mampu mencegahnya. Aku menepuk punggung Damon yang sontak tersadar kalau dirinya tak hanya berdua di tempat ini. Mungkin ia memang berencana untuk tidak mengajakku sebelumnya, tetapi demi menutupi dustanya yang sudah terlalu dalam, ia terpaksa membawaku bersamanya. “Vans ... apa yang kau lakukan di sini?” tanya Damon, yang raut wajahnya tampak pias. Aku bisa melihatnya dengan jelas meski di keremangan cahaya. Bag
Jax’s PoV “Hey, Jax! Kau jadi datang? Aku sudah selesai menyediakan barang yang kau butuhkan! Ke tempat biasanya, ASAP!” ucap pria di seberang. Aku memiliki janji untuk bertemu dengannya malam ini karena sebuah urusan. Aku tak tahu siapa yang telah mengambil peralatan suntik dan serum yang kumiliki, tetapi sejak kejadian ciuman pertama dengan Ivanna itu, aku tak bisa menemukan benda itu. Mungkin saja pelayan yang menemukan dan membuangnya, tetapi jika memang demikian, seharusnya aku bisa menemukannya di suatu tempat. Namun, aku tidak menemukannya di mana pun. Untungnya, pria itu telah menyelesaikan produksinya dan menyediakan cukup banyak untukku. Untuk kami semua. Aku belum menceritakan mengenai diriku, karena tidak terlalu menarik untuk dibahas. Bagiku, kisahku dengan Ivanna jauh lebih mengundang rasa ingin tahu ketimbang tentang diriku sendiri yang mungkin saja pelan-pelan akan kukatakan. Kepada kalian dan juga Ivanna. Itu pun andai ia ingin tahu. Omong-omong mengenai kisah Iv