Ivanna's POV
Aku masih termangu seperti orang tak waras. Kejadian yang ada di hadapanku itu jelas bukanlah mimpi. Apakah Jax akan mengatakan kalau aku salah lihat? Jelas beberapa orang di hadapanku itu bukanlah manusia biasa. Dan Jax yang tiba-tiba muncul—mengapa ia bisa berkomunikasi dengan para vampir itu untuk melepaskanku?Apakah Jax juga adalah seorang ...“Ini untukmu. Minumlah dulu, Nona,” ucap pria yang baru satu minggu menjadi pengawalku tetapi sudah banyak hal misterius yang ia lakukan dan terjadi dalam hidupku. Aku menerima secangkir minuman yang ia sodorkan, tanpa melepaskan tatapan darinya.Lalu dengan segera kuperiksa minuman di tanganku. Hanya secangkir teh camomile kesukaanku. Tidak! Aku tidak ingin berpikiran buruk mengenai ini, tidak ingin bertanya-tanya mengapa ia bisa tahu kesukaanku. Siapa pun bisa mempunya persediaan teh camomile di rumahnya, seperti juga aku.Lagi pula, mari pertimbangkan jasanya karena telah menyelamatkanku dari kemungkinan menjadi santapan makhluk pucat pengisap darah di bar tadi.Aku menghirup minuman di tanganku, merasakan sensasi rileks untuk sesaat setelah sekujur tubuhku terasa bergetar seluruhnya setelah mengalami peristiwa mengerikan itu.“Apa yang terjadi tadi? Mengapa kau bisa berbincang dengan makhluk-makhluk itu? Mereka bukan manusia, kan?”Aku tak bisa menahan diri lebih lama. Siapa kau sebenarnya, Jax? Setelah terlihat seperti seorang pecandu, sekarang kau tampak seolah pimpinan klan yang memiliki kuasa untuk mengatur dan memerintah orang lain—vampir lain.“Tenang dulu, Nona. Tadi itu tidak seperti yang kau pikirkan.”“Oh, benarkah? Bagian mana yang salah? Jangan katakan kalau kalian sedang melakukan cosplay untuk haloween, karena kita tidak sedang merayakannya. Atau kau mau mengatakan kalau mereka hanya melakukan prank terhadapku? Jangan bercanda, Jax. Memangnya mereka mengenalku?”Panjang lebar aku menyerangnya. Namun, saat ia berusaha menjelaskan, anganku justru berkelana tak tentu arah. Aku mengedar pandangan memindai seluruh sis ruangan tempatku berada saat ini.Aku kini di kediaman Jax yang tak tampak mencurigakan. Sama seperti tempat tinggal lelaki pada umumnya. Hanya saja, di sini sangat rapi dan terasa kosong.Ada sebuah meja di sudut yang di atasnya terdapat vinil dengan beberapa lemari buku di beberapa sudut ruangan. Dan yang sedikit membuatku heran, ada beberapa penghargaan yang menyebutkan kalau Jax telah menempuh master dalam ilmu kedokteran.Lantas mengapa ia memilih untuk menjadi pengawalku?“Nona Sanchez, apakah kau mendengarku?”Aku dengar, hanya saja aku tidak ingin merespon. Aku bangkit dan mendekat ke sebuah lemari kaca dan menilik beberapa piagam dan ijazah yang ada di sana. Sangat mencurigakan. Mengapa ia menempuh berbagai bidang ilmu dan berhasil menyelesaikannya dalam waktu singkat?“Itu hanya pajangan,” ucapnya, mendekat padaku dan kini berdiri di balik punggungku.“Maksudmu benar yang mereka lakukan tadi itu hanya pura-pura untuk mengusiliku?” tanyaku, sebagai bentuk sarkasme akan segala kebohongan yang ia buat.Aku memang tidak tahu pasti apakah ia benar berbohong atau hanya aku yang terlalu berpikiran buruk tentangnya. Yang pasti, aku tidak percaya pada perkataannya saat ini. Aku kembali menilik ijazahnya. Universitas of Eastonville di tahun-tahun di mana aku masih menjalani masa indah sebagai seorang remaja putri.Usia kami tampaknya memang terpaut jauh, tetapi apakah sejauh itu?“Sudah kukatakan kalau itu hanya pajangan,” ujarnya lagi, seolah memaksaku untuk memercayainya. Baiklah, tampan. Aku tidak akan memaksamu untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Namun, ketahuilah, aku bukan perempuan yang bisa kau bodohi.“Baiklah. Kurasa aku sudah membaik dan kau bisa mengantarku pulang,” ujarku, sembari menatap pria itu lekat-lekat.Ada keengganan yang terpancar dari sorot matanya. Enggan mengantarku pulang, ataukah ada hal lain yang sudah ia rencanakan? Apakah mungkin dugaanku kalau ia bekerja sama dengan Damon adalah benar?“Baiklah, Nona Sanchez. Aku akan mengantarmu pulang. Tunggulah sebentar, aku harus membereskan pakaianku dulu.”Aku mengerutkan kening, tak mengerti. Dengan kata lain; untuk apa ia harus membereskan pakaiannya?“Bagaimana pun aku harus mematuhi perintah untuk tinggal di mansionmu agar bisa lebih banyak waktu bagiku untuk menjaga dan mengawasimu. Bukankah begitu?”Ah, iya. Dia benar. Dan kubiarkan Jax merapikan rumahnya terlebih dahulu sebelum kemudian ia masuk ke dalam kamarnya sebentar dan kembali dengan sebuah tas ransel tergantung di punggungnya.Kami kembali ke mansionku dengan berbagai pertanyaan di kepalaku yang tak akan mungkin terjawab jika aku menanyakannya langsung pada pria ini.Jax memang penuh dengan misteri. Pria memesona dengan segudang rahasia yang tak akan pernah ia buka di hadapan siapa pun, tetapi harus kubongkar dengan usahaku sendiri.Jangan ragukan kemampuanku. Nancy Drew 2.0 akan beraksi.***Damon tak ada lagi di ranjangnya. Ini sudah ke sekian kali, entah sejak kapan; aku sudah lupa. Kurasa ia masih terlihat biasa saja sebelum kami bertunangan karena kami tinggal terpisah. Dan sejak ia memutuskan untuk tinggal bersama di mansionku, semua tampak membingungkan.Aku mungkin pernah mengalami ini sebelumnya, tetapi tidak terlalu memerhatikan dan anggap saja intuisi dan perasaanku tidak bekerja dengan baik.Namun, tepatnya sejak kehadiran Jax, semua jadi terasa berbeda.Cairan yang ia suntikkan, bisnis mencurigakan dengan manusia aneh yang bahkan sampai sekarang tak pernah benar-benar ia jelaskan apa yang terjadi sebenarnya di kelab, lalu kini Damon.Aku berusaha menjaga kesadaranku agar tetap berada pada level yang benar. Bahkan bila perlu harus sempurna. Ada banyak hal yang harus kuketahui malam ini dan aku hanya bisa mengandalkan diri sendiri karena Bri maupun Tatiana tak akan pernah percaya jika aku mengatakan semuanya.Mungkin Bri akan percaya meski sedikit sulit. Namun, Tatiana ... apa pun mengenai Damon, jika itu buruk, ia pasti akan langsung menyanggahnya.Aku melangkah perlahan menuju ke ruangan yang kuberikan untuk Jax. Pintunya terbuka lebar, tetapi aku tidak melihatnya di sana. Ia bahkan tidak berjaga di depan kamarku seperti biasa. Di mana pria itu? Dan di atas ranjangnya berserakan alat suntik yang tampak aneh, dengan cairan yang sama yang kulihat ia suntikkan ke tubuhnya kala itu.Akun tidak lagi ingin tahu mengenai itu. Bisa saja Jax benar, juga bisa sebaliknya. Mengenai Jax, itu biarlah kuurus nanti karena aku sedang mencari Damon sekarang.Aku sengaja tidak mengenakan alas kakiku, bergegas dengan langkah hati-hati, mengikuti sosok yang kulihat menuju ke sebuah ruangan. Dari postur tubuhnya, itu memang Damon. Namun, apa yang ia lakukan tengah malam begini?Aku bersembunyi di balik dinding saat pria itu terdengar membuka pintu sebuah ruangan. Kamar kosong yang memang tidak berpenghuni, yang dulunya merupakan kamar kedua orang tuaku sebelum mereka tiada. Seharusnya aku yang menempati kamar itu, tetapi, aku tak sanggup melihat benda-benda kenangan yang masih berada di sana.Dan Damon selalu menginginkan kami berada di sana.Apakah ia tengah menyiapkan kejutan untukku? Bisa saja ia melakukan sesuatu pada kamar itu agar aku dan dia bisa tinggal di sana.Aku mengintip sedikit, pria itu sudah masuk ke ruangan penuh kenangan itu. Ia membiarkan pintunya terbuka sedikit, entah dengan tujuan apa.Aku melangkah perlahan dan berhenti tepat di depan celah yang Damon tinggalkan. Aku bisa melihat pria itu berdiri di sana, memandang ke luar jendela. Ia mendongak ke langit seolah menikmati keindahan rembulan malam ini.Dia memang pria yang romantis dulu. Namun, kini semua berubah dan keanehannya kali ini juga sama sekali tidak kuketahui. Jika memang ia ingin kami pindah ke ruangan ini, mengapa tidak mengatakanya terus terang?Dan wanita itu ... tunggu! Ada wanita d ruangan itu. Mengapa aku tidak mengetahuinya sama sekali? Ini rumahku dan aku tidak tahu kalau Damon membawa masuk wanita lain ke rumah ini.Aku hendak merangsek masuk ke dalam ruangan, tetapi sekali lagi, insting dalam diriku seolah mengatakan bahwa apa yang kulihat saat ini belum seluruhnya.Benar! Aku membutuhkan hal lain untuk memperkuat dugaanku mengenai Damon sekaligus memastikan apakah semua masih pantas untuk dipertahankan. Memang terdengar sangat kekanakan, tetapi aku tak bisa diam begitu saja menerima perlakuan Damon yang berbeda.Dadaku bergemuruh kala jelas di hadapanku wanita itu melepaskan pakaiannya. Dan Damon ... ia mencumbu wanita itu dengan begitu bernafsu.Aku tanpa sadar melangkah mundur. Sekali lagi kusaksikan sendiri bahwa Damon memang melakukannya setiap malam tanpa kuketahui. Namun, siapa wanita itu?Aku masih membekap mulutku agar tidak bersuara. Namun, langkah kakiku terhenti. Bukan lantaran aku menginginkannya, melainkan ada seseorang yang tengah berdiri di balik punggungku dan dengan segera melindungiku dengan rengkuhannya seolah tak biarkan aku menyaksikan apa yang sudah terlanjur kulihat di depan mataku.“Tutup matamu, Nona Sanchez. Kau tidak pantas menyaksikan itu semua,” ucap pria ini.“Aku sudah terlanjur melihatnya, Jax. Jangan lagi berbohong padaku dengan tujuan apa pun. Aku sudah tahu segalanya. Katakan padaku, apa yang kau lakukan di sini?”Jax's PoV Ivanna Sanchez bukan gadis remaja yang terjerat cinta pada seorang pria dan berubah menjadi bodoh. Ia tahu dan sudah mengendus apa yang dilakukan Damon di balik punggungnya. Dan kini, memergoki pria itu dan dengan gegabah berniat merangsek masuk demi memberinya pelajaran, bukan ide yang bagus. Dia pasti bertanya-tanya, mengapa Damon begitu tega menyakiti wanita sempurna sepertinya. Aku pun ingin menanyakan hal yang sama jika boleh. Sayangnya, pria bernama Damon itu bukanlah pria yang memiliki kecerdasan seperti Ivanna. Bohong jika kukatakan bahwa aku tidak terpengaruh dengan permainan petak umpet yang dilakukan oleh pria itu. Aku bahkan sudah mengawasinya sejak pertama kali menginjakkan kaki di mansion ini. Namun, aku harus berhati-hati karena Ivanna tampaknya mulai curiga terhadapku. "Maafkan aku, Nona. Terkadang kau harus diam meski mengetahui sesuatu. Ini demi keselamatanmu," ucapku, berusaha menenangkan gemuruh dalam batinnya yang nyaris berkobar dan membakar segalan
Ivanna’s PoV Jax berusaha mencari siapa pun atau apa pun yang kuyakini ada dalam kamarku. Aku tidak melihatnya dengan jelas karena lampu yang redup, selain hanya suara yang jelas menyerupai geraman serigala. Aku sedang berada si balkon saat mendengar suara aneh itu. Persis seperti suara Damon saat bercinta dengan wanita yang tak kukenal—untuk yang satu ini aku tidak terlalu yakin, jadi akan kupastikan kembali malam nanti apakah benar pria itu Damon atau bukan. Itu pun andai dia pulang ke rumah ini. Damon belum juga kembali sejak semalam, jadi karena aku terlanjur ketakutan, aku berniat untuk mencari pertolongan tanpa harus masuk ke kamar dan bertemu makhluk itu. Sayangnya, aki terlalu banyak mengonsumsi alkohol hingga tubuhku sempoyongan dan nyaris kehilangan nyawa. Terima kasih untuk Jax yang sigap menolongku, meski ada kejanggalan yang kurasakan ketika pria itu membantuku naik. Tak mungkin aku salah. Namun, sayangnya aku tidak memiliki bukti apa pun untuk menuding pria yang telah
Jax’s PoV Aku tak percaya dengan apa yang dilakukan gadis ini. Apakah dia sadar apa yang dilakukannya ini sangat berbahaya? Selain karena melanggar kode etik profesionalitas, ini juga rasanya tak pantas ia lakukan karena Ivanna telah bertunangan, akan terjadi keributan jika Damon sampai mengetahui kejadian ini. Aku harus menjaga keberadaanku di tempat ini, karena ada satu urusan yang belum selesai kulakukan. Dua urusan, salah satunya adalah melindungi Ivanna. Dan itu sangat penting, mengingat satu dan lainnya saling berkaitan. Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail karena aku sendiri pun tengah mencari tahu dan berusaha membuktikan kecurigaanku. Hasrat dalam diriku yang sejak tadi bergejolak, serta sakit yang kurasakan, secara ajaib memudar seiring dengan kecupan hangat yang Ivanna berikan. Ini bukan kali pertama, tetapi aku tahu, aku akan mengingat ini lebih baik dibanding pengalaman lain yang pernah kualami. Selama beberapa waktu terakhir, aku berusaha menahan diri agar bisa te
Ivanna’s PoV Aku memang melakukan kebodohan dengan mengecup bibir Jax saat itu. Aku hanya mengikuti dorongan dalam diriku yang entah mengapa justru mengarahkanku untuk melakukan perbuatan itu. Dan kini, aku didera rasa malu yang berkepanjangan. Beberapa lama aku hanya mondar-mandir di kamar dan tak bisa terpejam. Entah mengapa, satu hari rasanya cepat sekali berlalu dan untuk menghadapi ini semua, aku seperti tak punya harapan lagi. Pernikahanku dan Damon yang kubayangkan akan menjadi momen yang sakral dan membahagiakan, rasanya tak mungkin kulanjutkan. Tidak mungkin aku menjerumuskan diriku sendiri ke dalam kubangan di mana aku nantinya akan tenggelam, dan jika itu terjadi, Damon belum tentu akan menyelamatkanku. Lagi-lagi ini akan menjadi tugas Jax. Lalu, ketika aku sudah sedikit lebih tenang dan hendak membaringkan tubuh, pintu kamar terbuka. Aku enggan menoleh, karena dari suara langkah kaki saja aku sudah tahu siapa yang datang. Tidak mungkin Jax berani masuk ke kamarku begit
Ivanna’s PoV Kami, lebih tepatnya aku, Damon dan Tatiana sudah tiba di hotel H yang merupakan salah satu dari sepuluh hotel termewah di sana. Dan segalanya sungguh di luar ekspektasiku. Jika kukatakan seperti ini, artinya cukup buruk untuk dikatakan berjalan lancar. Mungkin lancar bagi Damon dan Tatiana yang memang memiliki keperluan bisnis. Hari pertama, kami tiba di hotel saat matahari telah tinggi dan Damon menyewa suite dengan perlengkapan di dalamnya yang mempunyai dua kamar tidur. Aku kurang suka ide satu ini, karena artinya, kami tidak punya privasi dan lagi-lagi Tatiana tetap harus ada di tempat yang sama dengan kami. Aku tak mengerti apa yang terjadi padaku hingga begitu penuh kecurigaan dan pikiran negatif terhadap mereka berdua. Terlebih ketika Damon dan Tatiana telah siap dengan pakaian rapi sementara aku baru mengenakan piama, karena memutuskan untuk beristirahat sebentar. “Kau mau ke mana? Kita baru saja tiba,” ucapku, tak habis pikir dengan sikap pria ini. Jika Damo
Ivanna’s PoV Aku tahu apa yang kulakukan. Aku keluar dari ruangan dan tak pedulikan Jax yang berusaha mencegah keputusan yang akan kuambil kali ini. Aku tidak ingin menjadi bulan-bulanan pria ini lagi, aku akan mengakhirinya saat ini juga. Damon dan Tatiana masih menikmati permainan panas mereka, saling mengisi. Tampak Damon begitu dimabuk kepayang, seolah apa yang Tatiana berikan begitu luar biasa dibanding yang pernah kuberikan padanya. Dadaku terasa panas dan tak henti berdenyut nyeri. Darahku berdesir seolah kemarahan yang ada tak bisa lagi kubendung. Jax pun tak akan mampu mencegahnya. Aku menepuk punggung Damon yang sontak tersadar kalau dirinya tak hanya berdua di tempat ini. Mungkin ia memang berencana untuk tidak mengajakku sebelumnya, tetapi demi menutupi dustanya yang sudah terlalu dalam, ia terpaksa membawaku bersamanya. “Vans ... apa yang kau lakukan di sini?” tanya Damon, yang raut wajahnya tampak pias. Aku bisa melihatnya dengan jelas meski di keremangan cahaya. Bag
Jax’s PoV “Hey, Jax! Kau jadi datang? Aku sudah selesai menyediakan barang yang kau butuhkan! Ke tempat biasanya, ASAP!” ucap pria di seberang. Aku memiliki janji untuk bertemu dengannya malam ini karena sebuah urusan. Aku tak tahu siapa yang telah mengambil peralatan suntik dan serum yang kumiliki, tetapi sejak kejadian ciuman pertama dengan Ivanna itu, aku tak bisa menemukan benda itu. Mungkin saja pelayan yang menemukan dan membuangnya, tetapi jika memang demikian, seharusnya aku bisa menemukannya di suatu tempat. Namun, aku tidak menemukannya di mana pun. Untungnya, pria itu telah menyelesaikan produksinya dan menyediakan cukup banyak untukku. Untuk kami semua. Aku belum menceritakan mengenai diriku, karena tidak terlalu menarik untuk dibahas. Bagiku, kisahku dengan Ivanna jauh lebih mengundang rasa ingin tahu ketimbang tentang diriku sendiri yang mungkin saja pelan-pelan akan kukatakan. Kepada kalian dan juga Ivanna. Itu pun andai ia ingin tahu. Omong-omong mengenai kisah Iv
Ivanna’s PoV Aku telah mengucapkan kalimat menyakitkan itu untuk Jax. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Pria itu tidak memberikan perlawanan sama sekali, hanya mengangguk dengan wajah datar yang jujur tak bisa kuterjemahkan. Aku memang kesal karena ia telah menggagalkan banyak rencanaku. Andai aku mengetahui kalau Damon telah berselingkuh sejak lama, mungkin aku tak perlu ikut ke The Emirates dan menyaksikan sendiri bahwa sahabatku adalah seorang pengkhianat. Kini ketika semua telah terbongkar, aku lantas menimpakan segala kesalahan pada Jax, bukankah itu terdengar tak adil? Namun, biarlah. Lagi pula Jax juga tidak kan merasakan kerugian jika tidak lagi menjadi pengawalku. Ia bisa melakukan berbagai pekerjaan dan memuaskan kecanduannya akan obat terlarang itu tanpa perlu kucampuri. Omong-omong tentang obat terlarang, aku jadi teringat akan sesuatu. Aku bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke lemari, memandangi sebuah kotak yang ada di dalam sana dan membuka demi mengeluarka