Share

Lagu Ini

15 Oktober 2020

Kebun belakang perpustakaan, tempat paling sepi dibanding perpustakaan itu sendiri. Kebun yang lengkap dengan rumput liar dan pohon buah, namun jarang sekali berbuah. Banyak nyamuk yang menghuninya, gelap, dan juga lembab. Kebun ini juga tempat yang digosipkan angker, banyak sekali cerita berantai yang tercipta hanya dari atmosfer misterius tempat itu. Namun, ini adalah tempat favorit Ana.

Bermodal buku novel. Ana berbaring di kursi kayu panjang yang sudah lapuk, menutupi wajahnya menghalangi sinar matihari dari celah-celah daun di atas pepohonan. Tiba-tiba Ana menegakkan tubuhnya. Pendengarannya menajam menangkap gelombang suara yang familiar dan menarik rasa penasarannya.

So beautiful beautiful

geu nugu boda areumdaul neonikka

apeuji ma ulji ma neol hyanghan noraega

deullindamyeon dasi dorawa

Ana mencari asal suara itu, lagu yang sudah lama tidak pernah ia dengar di tempat umum.

Oh geuriwo geuriwo

geoul soge honja seoissneun moseubi

naccseoreo duryeowo nega piryohae

ijeya neukkineun naega neomu silheo

dasi dorawa

Lagu dari sebuah boyband Korea yang sudah bubar, Ana penasaran siapa yang masih memutar lagu ini selain dirinya. Karena Ana sangat menyukai lagu berjudul Beautiful ini, tanpa terkikis zaman.

Cukup jauh dari tempat Ana semula, dan tidak ada siapapun. Ana terus mengedarkan pandangannya mencari sumber lagu yang kian mendekat itu. Di sekitar pohon jeruk, Ana memutarinya dan yakin jika suara berasal di tempat itu. Sampai kakinya tidak sengaja menginjak sesuatu.

Ana menyesal sejadi-jadinya berjalan tanpa melihat ke bawah. Sebuah ponsel berlogo apel gigit berada di bawah telapak kakinya. Secepat mungkin Ana mengambilnya dan memeriksa apakah ada yang rusak atau tidak. Ponsel mahal itu, masih mengeluarkan lagu yang Ana dengar sampai saat ini. 

"Ya ampun, ini ponsel siapa? Padahal masih bagus dibuang sembarangan." Ana menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada tanda-tanda orang yang sedang mencari.

“Itu ponselku, sepertinya tertinggal.”

Dengan cepat Ana membalikkan tubuhnya, siapa sangka yang meninggalkan ponsel mahal itu adalah siswa pindahan. Ana menghampirinya dan memberikan ponsel yang ada di tangannya. “Kamu suka Wanna One?” tanya Ana yang tertarik dengan lagu yang masih berputar itu.

Shoan tampak bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba. “Wanna One?” Melirik layar ponselnya yang masih memutar lagu, Shoan baru menyadari. “Oh... tidak, mungkin hanya lagu ini saja. Ada apa?”

Ana kira akan masih ada yang menyukai boyband legand itu, sepertinya tidak ada alasan Ana untuk melanjutkan obrolan ini. “Tidak, aku kembali ke kelas duluan ya.” Ana pergi begitu saja, namun berjalan belum genap dua langkah, tiba-tiba terhenti mendengar pertanyaan dari Shoan.

“Bagaimana dengan I Promise You?”

Ana kembali memutar tubuhnya menghadap lelaki itu dan mengangkat sebelah alisnya. “Kamu tahu lagu itu juga?”

Shoan menggusap tekuk lehernya. “Ya ... mungkin hanya itu. Aku punya kenalan lama yang menyukai musik K-pop, dan dia sering membicarakan beberapa lagu.”

“Lagu apa aja yang kamu tahu?” Ana tidak tahu apa tujuan Shoan menahannya lebih lama, dengan mengatakan hal konyol seperti ini. Tapi Ana ingin mengetahuinya.

“Emm... Blueming, Solo, Love Shot, That's Okay, Kill This Love, sama apa ya... aku lupa judulnya. Lagunya seperti ini, I'm like TT, Just like TT, ireon nae mam moreugo neomuhae neomuhae!” Shoan sambil menggerakan tubuhnya sesuai yang pernah ia lihat. Badan yang meliak-liuk dan kedua tangan membentuk huruf T di sisi ketiak dengan wajah gemas.

“Hahahahaha....” Sontak tawa Ana meledak. Ditambah melihat wajah Shoan yang memerah karena malu.

“Jangan tertawakan aku seperti itu! Kamu sendiri yang mengajarkanku!” teriak Shoan tidak terima.

Seketika Shoan terdiam, menyadari apa yang baru saja ia katakan. Melihat reaksi Ana yang tidak bersahabat, Shoan merapatkan mulutnya. Ia tidak bisa membuat alasan bohong, kecuali diam atau jujur.

Ekspresi Ana seketika datar dan tidak ada jejak kerutan setelah tawanya. “Apa maksudmu aku yang mengajarnya?”

Pertanyaan sedingin es itu membuat bulu halus Shoan meremang. Kembali melirik ponselnya, Shoan mengalihkan pembicaraan.  “Kita harus ke kelas sekarang, di sini tidak terdengar bell, ayo bareng.” Shoan tersenyum canggung dan keringat dingin yang sudah membasahi keningnya.

Ana menimbang berkataan Shoan. Ana bukan orang bodoh tidak tahu Shoan sedang mengganti topik pembicaraan. Namun daripada berpikir lebih panjang, dan Ana juga sedang tidak ingin ribut, setidaknya Shoan sukses membuatnya tertawa hari ini, atau Shoan lah yang akhirnya membuat Ana tertawa lagi setelah sekian lama. “Ok, ayo!”

~ 24 September 2018

“Sarapannya sudah siap ....” Silla menaruh nasi goreng keju pesanan Putrinya. Tiga piring ia sajikan, tentu bukan untuk Ana saja, tetapi juga untuk dirinya sendiri dan suami tercintanya.

“Ayah! Buruan ... kalau nggak cepet Ana habisin juga punya Ayah!” teriak Ana meramaikan suasana rumah besar keluarga kecil ini di ruang makan.

Sudah menjadi kebiasaan sehari-hari Ana teriak-teriak di pagi hari hanya untuk menyuruh Ayahnya cepat ke ruang makan. Alasannya, “Aku sudah tidak sabar makan masakan ibu pagi-pagi!” Padahal Silla tidak terlalu pandai memasak, ia hanya bisa memasak itu-itu saja yang mudah.

“Kamu ya ... nggak sabaran.” Brian datang mengelus kepala Ana dan mengecup pucuk kepalanya. Lalu menghampiri istrinya. “Sayang, aku ada rapat sekitar jam 10, jam 12 kamu ke kantor, ya? Bawakan bekalnya,” lanjutnya setelah melakukan ritual ‘kiss morning’ pada istrinya.

“Ihhh ... apa setiap malam kalian tidak cukup menghabiskan waktu berdua! Dan sekarang mencemari mata  anak kalian yang polos ini!” Ana cemberut sambil menutup kedua matanya dengan tangannya sendiri. Bisa-bisanya adegan seperti itu dipertontonkan!

“Makanya kamu punya pacar laki-laki yang baik. Bukan sama poster yang kamu pajang di kamar. Masa anak Ayah nggak normal sih.” Brian terkekeh melihat wajah Ana sudah memerah akibat ledekannya.

Bagaimana tidak, setiap malam saat melewati kamar Ana, ia sering mendengar Putri tunggalnya ini berbicara sendiri sambil menyebutkan nama-nama yang sulit untuk disebutkan itu. Bahkan sampai menyatakan cinta dan mengaku jika orang yang berada di poster dinding kamar Ana itu adalah pacarnya, suaminya, mantan, gebetan 1 2 3, dan lain-lain.

“AYAH!!!!” teriak Ana yang kelewat malu dan tidak terima.

Sedangkan Silla hanya tertawa melihat interaksi antara anak dan ayahnya ini.

15 Oktober 2020

Pria berpakaian kemeja formal dengan balutan jas, berdiri di depan mobilnya menunggu kepulangan Putri tercintanya. Melihat gadis kecil menggayuh sepedahnya yang mulai mendekat, ia menegakkan tubuhnya menyambut kedatangannya.

“Ayah.” Panggilan itulah yang ia rindukan.

Pria itu, Brian, Ayah Ana. Brian menghampiri Ana dan ingin memeluknya melepas rindu. Namun Ana mengelak dengan menghindar.

“Sedang apa Anda kemari?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status