Brugh!Airish menutup pintu mobil dengan kasar. Berbicara dengan ibunya setelah sekian lama tidak bertemu—dikarenakan Elena harus mengurus cabang perusahaan di Sidoarjo—ternyata malah membuat Airish kesal, alih-alih merasa bahagia karena bisa melepas rindu.Tanpa diperintah, gadis itu meneteskan air mata kekecewaan atas sikap Elena yang egois dan selalu ingin segala sesuatu berjalan sesuai dengan kehendaknya.Juna melihat itu dan sebetulnya ingin sekali menenangkan Airish. Namun, dia memilih diam karena menurutnya tidak ada hak apa pun bagi dirinya untuk ikut campur."Jun?" Airish menoleh ke samping, membuat pemuda itu ikut menoleh ke arahnya."Ya?""Kenapa kamu diam aja, sih?"Juna mengernyit, "Maksud kamu?""Aku lagi nangis, loh." Kalimat ambigu yang Airish lontarkan membuat Juna bingung."Terus?" Dan Juna sama sekali tidak terlihat peduli."Enggak ada niat untuk menghibur atau semacamnya, gitu?"Menghela napas sejenak, lalu Juna menjawab, "Maaf, tapi aku bukan badut ataupun pelawak
"Ehm, sebenarnya ... kebetulan yang punya perusahaan adalah ayahnya Airish," jawab Juna yang terpaksa harus berbohong. Pemuda itu tidak ingin Diana mengetahui bahwa sebenarnya dia dan Airish sudah bekerja sama.Sebenarnya Diana kurang yakin dengan jawaban Juna, tetapi mengingat penampilan Airish yang kelihatan sekali bukan berasal dari kalangan orang biasa, rasa curiganya sedikit memudar.Mereka melanjutkan makan malam dan melupakan apa yang menjadi pertanyaan Diana. Hal itu membuat Juna akhirnya bisa bernapas dengan lega.Tok, tok, tok!Di tengah obrolan, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Juna mengambil kesempatan itu untuk menghindari suasana canggung. Pemuda itu segera pergi ke luar untuk melihat siapa yang datang.Setibanya di depan pintu, Juna terkejut mendapati sosok Nayla sedang berdiri sambil tersenyum menatap ke arahnya. Gadis itu tersenyum lugu, seakan melupakan bahwa dirinya pernah menyakiti Juna dengan luka yang sangat dalam."Mau apa lagi kamu, Nay?" tanya Juna dengan na
"Kenapa?" tanya Airish yang sama sekali tidak menoleh ke arah pria di belakangnya. "Maaf, aku enggak tahu kalau dia datang ke rumah kamu," ucapnya mencoba menutupi rasa kesal yang bergemuruh di dada."Aku bahkan nggak tahu kalau dia mau datang ke rumah," ucap Juna mencoba memberi penjelasan. "Dan soal pelukan itu ... tiba-tiba dia sendiri yang meluk aku."Airish berdecih. "Tapi kamu juga senang, 'kan, dipeluk sama mantan kesayanganmu itu?" tuduhnya.Juna menggeleng dengan cepat. "Aku sama sekali udah enggak menyimpan rasa untuk Nayla. Justru sikap Nayla barusan malah bikin aku ilfeel," bebernya tanpa ada yang ditutup-tutupi.Sontak jawaban Juna membuat Airish terkekeh sinis. "Akui saja kalau kamu memang masih menyimpan nama dia di hati kamu. Eggak apa-apa, 'kok. Aku bisa menerimanya. Toh, seperti yang kamu bilang, bahwa hubungan kita hanya sebatas pacar kontrak yang bisa berakhir kapan saja."Dengan cepat Juna menggeleng. Entah kenapa dia merasa perlu menjelaskan semuanya kepada Airis
"Apa?!" Juna tidak menyangka bahwa Airish akan mengajaknya menikah semudah itu.Airish kembali mengulangi ucapannya, "Ayo kita nikah!""Kamu ngajak nikah kayak orang lagi ngajak nonton bioskop aja," ucap Juna seraya terkekeh geli. Airish benar-benar sudah mengocok perutnya. "Bercanda aja kamu, Rish."Tidak suka dianggap main-main, Airish pun meraup kedua pipi Juna dengan telapak tangan, memaksa pemuda itu menatap lurus-lurus ke arahnya. "Coba kamu perhatikan baik-baik wajah aku, Jun! Memangnya aku terlihat sebercanda itu di mata kamu?" tanyanya serius.Juna yang awalnya masih bisa cengengesan, kini justru terbungkam dengan wajah menegang. Dia menelan ludah, lalu melengos ke sembarang arah. Pelan-pelan menurunkan kedua tangan Airish dari pipinya. "Hm, ... sekarang udah malam, Rish. Sebaiknya kamu pulang." Percayalah, Juna hanya sedang mengalihkan topik.Seketika Airish merosotkan bahu dengan kecewa. Lagi-lagi Juna menolaknya secara mentah-mentah. Menyebalkan sekali!Detik berikutnya, Ju
Setelah menerima telepon dari Elvian, Airish langsung meninggalkan kafe dan menuju ke perusahaan. begitu masuk ke ruang kerja pribadinya, dia terkejut mendapati adanya seorang perempuan sedang duduk di atas kursi kebanggaannya.Airish tahu siapa perempuan itu, bahkan sangat tahu. Perempuan itu adalah alasan kenapa Airish dan Rama putus dua tahun yang lalu. Namanya Celine.Melihat kedatangan Airish, Celine langsung bangkit dari kursi dan menghampiri sang empunya perusahaan."Apa kabar, Rish?" Celine tersenyum—walau itu terlihat seperti senyuman kaku yang dipaksakan untuk terbentuk. Dan Airish sama sekali tidak tertarik menjawab pertanyaan basa-basi Celine."Sebenarnya ada apa? Mau apa kamu ke sini?" tanya Airish yang ingin tahu inti dari kedatangan Celine. Dia sudah muak dengan orang yang datang hanya untuk basa-basi, sebelum akhirnya menjadi ular yang melititnya tiba-tiba.Celine menundukkan kepala. Senyum di bibirnya lindap seketika. Dia sadar, Airish pasti masih sangat membenci diri
Airish merasa jantungnya berdegup kencang ketika dia menginjakkan kaki di lorong rumah sakit yang penuh dengan aroma antiseptik dan cahaya yang terlalu terang.Dia tahu bahwa Juna baru saja mengalami kecelakaan, dan dia tidak bisa menahan rasa khawatir yang melanda hatinya. Bagi Airish, Juna bukan hanya pacar kontrak, dia adalah seseorang yang telah merasuk ke dalam hatinya dengan cara yang unik.Namun, ketika dia mencapai pintu kamar rawat Juna, tubuhnya seakan membeku seketika. Di sana, duduk di sisi tempat tidur Juna, ada Nayla yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan. Airish terpaku, perasaannya seperti terperangkap dalam kebingungan.Nayla menoleh dan memandang Airish dengan ekspresi yang sulit ditafsirkan. Mungkin ... dari sorot matanya terlihat seperti orang yang menyimpan sejuta kebencian.Airish menelan ludah, mencoba menjaga ketenangannya. "Aku mendengar kabar tentang kecelakaan Juna. Apa dia baik-baik saja?" Walaupun rasa marah berkobar di dalam dirinya, tetapi Airish
Setelah mendapatkan perawatan selama satu malam di rumah sakit, akhirnya Juna sudah dibolehkan pulang hari ini. Dia merasa kondisinya memang tidak terlalu parah hingga harus menginap berhari-hari.Airish bersikeras ingin mengantar Juna pulang ke rumah dengan mengendarai mobilnya. Walaupun pemuda itu sudah berulang kali menolak, tetapi Airish tetap keras kepala demi memastikan Juna pulang dengan aman.Sesampainya di rumah, Juna disambut oleh Diana dengan pelukan kasih sayang. Kemarin ia datang ke rumah sakit dengan kondisi mata sembab akibat menangis, setelah mendengar kabar tentang kecelakaan putranya. Namun, Juna menyuruh Diana untuk pulang ke rumah dan tidak perlu menemaninya semalaman. Karena kalau Diana menginap di rumah sakit, Aisyah pasti akan ketakutan berada di rumah sendirian."Nak Airish, makasih ya udah mau nemenin Juna di rumah sakit dan nganterin dia ke rumah," kata Diana yang tak lupa dengan jasa kebaikan gadis itu."Enggak usah berterima kasih, Mom. Juna adalah kekasihku
Obrolan Juna dan Airish yang tak sengaja terdengar oleh Diana membawa mereka pada sebuah pengakuan yang tak terelakkan di ruang tengah. Juna menjelaskan semua secara gamblang, tanpa ada yang ditutup-tutupi.Dan sekarang Diana sangat terkejut karena tahu bahwa anaknya telah disewa menjadi pacar pura-pura Airish.“Kenapa kamu menjual harga diri kamu hanya demi uang, Juna?!” tanya Diana dengan nada kecewa. “Sekalian saja jadi gig*lo!” omelnya.Juna menunduk, sementara Airish terlihat tidak nyaman dengan posisinya. “Maafin Juna, Bu. Juna terpaksa menjadi pacar kontrak Airish demi bisa melunasi utang Ayah.”“Tetap saja itu nggak bisa dijadikan alasan,” kata Diana. “Lebih baik ibu kerja banting tulang dengan cara yang halal, daripada harus menjual diri seperti kamu.”“Mom, Juna—”“JANGAN PANGGIL SAYA MOM!” bentak Diana seraya menatap nyalang gadis yang duduk di seberang sana. “Saya benar-benar kecewa sama kalian berdua. Kalian sudah membohongi saya dengan hubungan yang hanya berpura-pura,” u