Obrolan Juna dan Airish yang tak sengaja terdengar oleh Diana membawa mereka pada sebuah pengakuan yang tak terelakkan di ruang tengah. Juna menjelaskan semua secara gamblang, tanpa ada yang ditutup-tutupi.Dan sekarang Diana sangat terkejut karena tahu bahwa anaknya telah disewa menjadi pacar pura-pura Airish.“Kenapa kamu menjual harga diri kamu hanya demi uang, Juna?!” tanya Diana dengan nada kecewa. “Sekalian saja jadi gig*lo!” omelnya.Juna menunduk, sementara Airish terlihat tidak nyaman dengan posisinya. “Maafin Juna, Bu. Juna terpaksa menjadi pacar kontrak Airish demi bisa melunasi utang Ayah.”“Tetap saja itu nggak bisa dijadikan alasan,” kata Diana. “Lebih baik ibu kerja banting tulang dengan cara yang halal, daripada harus menjual diri seperti kamu.”“Mom, Juna—”“JANGAN PANGGIL SAYA MOM!” bentak Diana seraya menatap nyalang gadis yang duduk di seberang sana. “Saya benar-benar kecewa sama kalian berdua. Kalian sudah membohongi saya dengan hubungan yang hanya berpura-pura,” u
“Jadi, Mama yang sudah membuat Juna kecelakaan?” tembak Airish langsung. “Apa Mama bekerja sama dengan Rama?”“Tidak penting bagi Mama menjawab pertanyaan kamu. Satu hal yang pasti, kalau kamu masih berani dekat-dekat dengan Juna, maka kamu akan menyesalinya di kemudian hari!” ancam Elena.Mata Airish berkaca-kaca. “Mama sangat licik!” celetuknya. “Apa Mama tahu kenapa aku enggak mau melanjutkam hubungan dengan Rama? Apa Mama tahu kalau Rama sudah memiliki kekasih baru? Apa Mama tahu bahwa Rama adalah pria yang sangat brengsek?”“Mama sangat kenal dengan Rama. Dia adalah laki-laki yang baik, mapan, mandiri dan sangat bertanggung jawab. Tidak mungkin dia punya kekasih, sedangkan dia terobsesi ingin menikah dengan kamu, Airish,” jawab Elena untuk semua kalimat tanya yang Airish ajukan.“Mama benar-benar dibutakan dengan harta! Padahal Mama mengenal Rama enggak lebih lama daripada aku,” ucap Airish.“Semua pilihan kembali lagi ke kamu. Intinya, Mama tidak sudi punya menantu seperti Juna y
Juna mengobrol dengan Elvian di ruang tamu. Pria yang belum lama menikah dengan kekasih hatinya itu mengeluarkan sebuah map dari saku jas yang dipakainya.“Itu apa?” tanya Juna penasaran.“Surat pemutusan kontrak.”Alis Juna bertautan. “Maksudnya?”“Si Singa Betina itu mau mengakhiri kerja sama denganmu,” jawab Elvian—lebih tepatnya sedang menjelaskan secara lebih detail. “Terkejut? Aku pun sama, Bung! Aku kira, Airish enggak akan pernah mengakhiri hubungan denganmu.”Penjelasan Elvian membuat Juna terbelalak kaget. Apa salahnya, sehingga Airish tiba-tiba memutus hubungan kontrak tanpa bicara dulu padanya? Padahal, selama ini Airish seringkali bersikap seakan-akan gadis itu tidak mau lepas dari kisah asmara mereka.“Sebenarnya apa yang terjadi? Belakangan ini, dia juga enggak pernah menghubungiku, bahkan telepon dan pesan dariku selalu diabaikan. Apa mungkin aku punya salah? Atau ada sikapku yang enggak sengaja bikin dia sakit hati?”Elvian menyipitkan mata. “Kalau kamu bertanya padaku
Kini sudah ada Airish, Juna, Kiran dan juga Demian. Mereka sempat mengobrol ringan di ruang tamu, menceritakan betapa lugu dan menggemaskannya Airish ketika kecil dulu. Sampai akhirnya, suasana berubah kondusif saat Juna menyatakan keseriusannya yang ingin meminang Airish.“Apa kamu sudah memikirkannya dengan matang, Nak?” tanya Demian. Sebagai seorang ayah, ia tentu tidak ingin putrinya menikah dengan orang yang salah.“Sangat matang, Om. Saya mencintai Airish dengan perasaan yang bukan main-main. Saya memang enggak menjanjikan kebahagiaan pada Airish, tapi ... dengan berada di sisi saya, Airish saya pastikan akan baik-baik saja. Meskipun sekarang saya belum menjadi apa-apa dan bukan siapa-siapa, tapi saya enggak akan berhenti untuk terus berjuang. Dan ... saya berharap sekali Airish mau menemani saya hingga titik kesuksesan itu datang, Om.” Juna mengatakan kalimat tersebut tanpa keraguan.Airish tersenyum diam-diam. Hatinya meleleh mendengar ucapan Juna yang sangat dalam. Begitu pula
Elena berniat mencari Airish dan menyuruhnya pulang. Namun, kebetulan sekali gadis itu sudah berdiri di depan pintu—bersama Juna di sisinya—saat Elena baru saja membuka pintu utama.Akhirnya, Elena menyuruh kedua manusia itu masuk. Duduk di ruang tamu, memulai obrolan dengan sedikit basa-basi. Setelah itu, Elena pun menyampaikan permintaan maafnya.Kepada Airish yang selalu ia batasi hingga tak memiliki kebebasan untuk memilih, juga kepada Juna yang waktu itu pernah ia celakai dengan sengaja.“Enggak apa-apa, Tante. Justru saya senang sekali karena sekarang Tante sudah bisa menerima saya,” ucap Juna, menanggapi dengan sabar. Sangat sabar. Mungkin jika hal ini terjadi pada orang lain, Elena tidak akan mendapatkan pintu maaf semudah itu.“Terima kasih sudah mau memaafkan Tante,” balas Elena sedikit terharu. Bola matanya kini mengarah pada Airish. “Apa kamu juga mau memaafkan Mama, Rish? Ternyata selama ini Mama sudah salah menilai Rama. Dia sangat licik dan manipulatif. Mama menyesal kar
Lima tahun kemudian ....Di atas kasur, Airish yang memakai pakaian tidur itu tampak sedang menonton video di YouTube. Di berandanya dia melihat salah satu video orang kerasukan jin. Itu cukup menarik perhatiannya.Sementara itu, Juna yang baru selesai mandi pun akhirnya keluar dari dalam kamar mandi setelah menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit.Juna hanya mengenakan celana boxer, sedangkan dada bidangnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu terekspose dengan jelas. Rambutnya yang basah karena habis keramas itu dia keringkan menggunakan handuk kecil yang tersampir di lehernya.Melihat istrinya begitu fokus menonton video, Juna tersenyum geli seketika. Airish semakin cantik saat memasang wajah serius seperti itu. Membuatnya semakin jatuh cinta, tanpa pernah merasa bosan walau hanya sekali.Airish mendongak saat menyadari bahwa Juna sedang memperhatikannya. Lalu, sebuah toples berisi keripik pedas dia angkat menggunakan satu tangan. "Mau?" tanyanya menawarkan.Juna menggeleng. Masih
Airish: [Sayang, aku mau nyari kado dulu ya sama Lea, buat jengukin Mbak Nana yang abis lahiran.]Pesan itu Airish kirimkan beberapa menit yang lalu, sebelum dirinya pergi meninggalkan rumah bersama Lea yang menjemputnya dengan mobil.Nana merupakan sepupu Airish yang baru saja melahirkan bayi laki-laki sekitar satu minggu yang lalu.Sekarang Airish sudah berada di sebuah toko perlengkapan bayi yang terletak di Jakarta Pusat."Menurutmu, bagusan warna biru atau pink?" tanya Airish seraya memperlihatkan gendongan hip seat di tangan kanan dan kirinya kepada Lea."Selama kamu punya duit, dua-duanya bagus." Lea menjawab dengan malas. Sebab, dia tahu betul, Airish itu tipe orang yang plin-plan dan keras kepala. Kalau dijawab A, Airish malah lebih suka B. Kalau dijawab B, Airish malah berbalik ragu. Maka keputusan yang paling aman bagi Lea adalah tidak memilih salah satunya. Daripada pusing, Shay!"Tau nggak, kenapa aku minta dianterin beli kado sama kamu? Supaya kamu bisa bantu aku milihin
Diam-diam Airish tersenyum. Ayahnya, walaupun sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, tapi cinta untuk Kiran tak pernah ikut menua. Demian mencintai Kiran setulus hatinya. Dan Airish harap, Juna juga bisa mencintainya setulus itu. Sampai nanti. Sampai maut memisahkan."Rish, kamu merhatiin cowok-cowok yang kumpul di meja sebelah kita nggak, sih?" Lea bicara dengan nada berbisik. "Kayaknya dari tadi kita diliatin sama mereka, deh."Airish mengernyitkan alis, kemudian melirik ke arah meja yang Lea maksud. Di mana, tepat di sebelah kanan mereka, ada sekumpulan laki-laki yang—bukannya menghabiskan makanan—malah sibuk main UNO!"Jangan diliatin juga! Nanti mereka tau kalo kita lagi ghibahin mereka, Ceu!" Lea memukul lengan Airish."Kamu ... make up kamu ketebelan, kali? Makanya dia merhatiin ke sini mulu," ucap Airish menebak-nebak.Lea segera mengambil cermin di dalam tasnya. Aduh ... repot banget, deh! "Diperhatiin brondong kita, Ceu," ujarnya seraya memandang cermin.Airish berdecak. "Itu