Clara terdiam di kamarnya saat suara ponsel mengejutkan lamunannya. Dengan perlahan ia berjalan menuju ranjangnya lalu mengambil ponselnya yang ia letakkan di sana dan melihat siapa yang menelepon.
Nama Jun tertera dari layar.
Clara mengusap layar tersebut, "Hai.." sapa Clara lebih dulu.
"Aku sudah sampai. Kau aman kan?" tanya Jun.
Clara terdiam. Ia berbicara dalam hatinya jika ia tak aman. Ia baru saja merasakan rasanya diperkosa.
"Aku baik." jawab Clara singkat.
Jun di seberang sana merasa jika sebenarnya Clara tak baik-baik saja.
"Apa ada yang ingin kau ceritakan padaku?" tanya Jun.
Clara menggeleng, "Tidak Jun, aku baik.."
"Baiklah.. Sekarang kau tidurlah.!"
"Hmm..selamat tidur.." ucap Clara lebih dulu lalu dibalas dengan ucapan yang sama oleh Jun.
Panggilan itu pun terputus. Clara kem
"Mi, bolehlah aku hidup mandiri?"Suasana ruang makan seketika hening saat Clara mengutarakan keinginannya pagi ini.Clara melihat raut wajah maminya dan Mark yang tadinya cerah langsung berubah.Terutama Mark. Ia menatap Clara dengan tatapan yang tak bisa ditebak."Kenapa sayang? Ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini.?"Lauren berjalan mendekati anaknya. Ia duduk di sebelah Clara lalu menyentuh jemari sang anak."Kenapa?" tanya Lauren kembali.Clara melirik Mark, "Clara nggak mau nyusahin Daddy.." jawab Clara yang membuatnya langsung merutuk bodoh. Pasalnya alasan tersebut justru membuat Maminya akan semakin mantap menyuruh Clara untuk tinggal bersama Mark."Daddy tak merasa disusahkan. Dan Daddy senang kamu tinggal di sini.." ucap Mark.Lauren mengangguk, "Tu! Daddy kamu aja bilang aman kok. Nggak keberatan sama sekali.."Clara mencoba memikirkan kembali ide yang ada di otaknya."Hmm.. Gini Mi.. Mam
Suasana sudah mulai berubah. pemandangan yang dulu hijau kini sudah mulai tergantikan secara perlahan oleh tumpukan salju yang berkilauan.Hawa dingin yang menusuk tulang juga semakin bertambah. Biasanya di taman kampus selalu diisi oleh kehadiran Jun yang sedang menghabiskan waktu istirahatnya dengan berbaring di rerumputan hijau namun sudah di pangkas rapi tersebut.Tapi tidak untuk hari ini. karena tempat yang biasa Jun jadikan sebagai tempat istirahatnya sudah ditutupi oleh tumpukan salju karena semalam memang ada badai salju.Jun berjalan menelusuri koridor jurusannya dan jika sudah seperti ini ia akan berjalan menuju gudang. lebih tepatnya gudang tempat penyimpanan alat-alat musik.Namun saat di perjalanan menuju gudang tersebut, ia seketika dikagetkan dengan kehadiran Harry."Mau kemana?" tanya Harry."Ini jurusan ku. apa kau tidak salah bertanya? Seharusnya aku yang bertanya. apa yang kau lakukan d
"Kau tak apa?" Mark membaringkan sandaran kursi mobil yang Clara duduki.Gadis itu mengangguk. "Aku tak apa Daddy.." jawabnya."Terima kasih sudah membantuku.."Kali ini giliran Mark yang mengangguk."Siapa dia?" tanya Mark dengan serius.Clara menggeleng, "Aku tak tahu.."Sebenarnya Clara takut mengatakan dimana ia mengenal George. Ia bisa digantung jika Mark tahu."Lalu kenapa ia memanggilmu, maaf.. Pelacur?"Clara terdiam."Dia juga mengatakan jika kau adalah pelacur yang tak mau ia sentuh saat di bar??"Ya Tuhan. Bagaimana ini.. Berdo'alah Clara. Jika kau cerita, kau tak akan di gantung oleh Mark."Sebenarnya itu.. Aku.."Clara menatap wajah Mark. Wajah itu masih tenang dan teduh. Tak ada tanda-tanda akan emosi."Saat malam di mana mami datang dan aku
"Rasa apa?" Pertanyaan itu kembali terdengar daru mulut Mark. Dan untuk kesekian kalinya, Clara diam dan tak bisa menjawab. "Sayang?" Clara terkejut saat Lauren masuk ke dalam. Lauren menatap Clara yang diam mematung lalu menatap Mark yang terlihat santai. "Ada apa sayang?" tanya Lauren lagi pada Mark. Mark tersenyum, "Tak ada apa-apa. Aku hanya menanyakan kunci mobilku pada Clara." "Ooo, aku kira kenapa. Lalu udah ketemu?" Mark mengangguk. "Ya sudah ayo kita pergi lagi.." Mark tak menjawab. Ia segera memutar tubuhnya dan berjalan keluar. Saat pintu sudah tertutup, Clara langsung merosot ke lantai. Kakinya seketika lemas dan tak ada tenaga. Sementara Mark, pria itu kehilangan konsentrasinya. Ia tak bisa fokus bahkan saat Lauren berbicara membuat Lauren harus mengulang setiap ucapannya. "Kamu yakin tak apa sayang?" tanya Lauren pada Mark. Untuk kesekian kali
"Ikut aku ke Indonesia!" hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Lauren pada Mark. Walaupun pria itu sudah mengatakan tak bisa karena ia harus mengurus perusahaannya juga di sini.Namun seolah egois, Lauren tak mendengarkan alasan Mark. Bahkan Lauren terus memaksa."Lauren! Dengarkan aku. Aku juga punya perusahaan di sini, aku...""Kau tak mencintaiku?""Ya Tuhan Lauren!""Lalu apa susahnya ikut aku ke Jakarta.""Aku tak bisa Lauren! Kerjaanku sedang menumpuk!"Lauren menatap Mark tajam, "Baiklah! Jika kau tak mau ikut aku ke Jakarta, aku akan bawa Clara kembali.." ancam Lauren."Cih! Kau mengancamku?""Tidak! Sama sekali tidak!""Clara!!" teriak Lauren memanggil anaknya itu.Clara yang sedari tadi mendengar pertengkaran sesepasang suami istri itu di dalam kamarnya, hanya bisa menghela nafas kasar."Clara!!" teriak Lauren kembali.Dengan jengah. Clara keluar dari kamarnya, "Ada ap
Malam semakin larut. Namun Clara masih betah duduk di mini market 24 jam yang ia datangi sejak tiga jam yang lalu. Ia tahu dan sadar kalau karyawan mini market tersebut selalu memperhatikannya sedari tadi.Dan jujur, ia sudah malu namun harus bagaimana lagi. Mark memang menawarkan diri membantunya tadi, namun ia tolak. Pasalnya jika ia terima, itu akan membuat suasana semakin kacau.Haaahh..Kembali helaan nafas itu terdengar. Clara lagi-lagi menyeruput minuman kaleng dengan minim kadar alkohol itu dengan santainya. Ia memang sengaja memilih minuman yang beralkohol walaupun itu hanya sekian persen saja.Dengan gusar, Clara memutar-mutar kaleng minumannya lalu kembali meneguk cairan yang ada dalam kaleng tersebut.Clara teringat akan ponsel Mark yang ia ambil tadi. Sampai sekarang ia belum mau menggunakan ponsel tersebut. Jujur ,ia cukup ragu untuk menghubungi papinya di Indonesia. Karena pasti papinya akan semakin khawatir. Ia tak mau membuat papinya
Mark meletakkan Clara perlahan di atas ranjang. Ia menatap gadis itu dalam. Entah kenapa sekarang semuanya jadi terbalik. Ia menikahi maminya Clara tapi kenapa justru pandangannya tak lepas dari anak sambungnya ini.Ia tak mau dianggap sebagai pria brengsek karena tertarik pada anak sambungnya sendiri. Tapi ia tak bisa melawan hatinya. Semua terasa sakit jika ia melawan hatinya sendiri."Dasar pria aneh.. Doyan tante tante.."Mark menatap Clara horor. Dalam tidur, gadis itu masih sempat-sempatnya menyumpahi dirinya."Apa seperti ini caramu marah?" tanya Mark pada Clara yang tentu tak akan dijawab oleh Clara.Mark berjongkok dan memperbaiki selimut Clara. Setelah rapi, Mark lalu menegakkan kembali tubuhnya dan melihat ke sekeliling kamar.Ini apartemennya dulu. Dulu saat ia belum seperti sekarang. Dulu saat ia baru saja kuliah dan memiliki satu apartemen kecil yang ia beli dari hasil kerja kerasnya sendiri.Ia sengaja membawa Cla
Clara mundur secara tiba-tiba saat ia memutar tubuhnya dan langsung menangkap sosok Mark berdiri di sana. Tak jauh dari tempatnya berdiri."Siapa yang kau sebut penjahat kelamin?" tanya Mark tak suka.Ia berjalan mendekati sofa dan duduk di sana. Ia merasa sangat lelah.Itu terlihat dari Mark yang tak henti-hentinya memijit pundaknya sendiri. Dan aksi Mark tak luput dari perhatian Clara."Kenapa kau ke sini?" tanya Clara sedikit kesal."Ini apartemenku, jadi tak ada siapapun yang bisa melarangku ke sini.."Clara mencibir seketika.Ia kembali menatap foto besar yang terpajang."Siapa mereka? Anak dan istrimu?"Clara mendadak gugup setelah pertanyaan itu ia lontarkan. Pasalnya Mark menatap Clara dengan tatapan serius."Ke..kenapa kau menatapku seperti itu? Apa aku salah bertanya?"Mark semakin menatap Clara dalam."Itu fotoku dan mami.."Clara seketika melongo menatap Mark, "ka..