"Mand, hatiku sakit melihatmu hancur tapi aku juga sedikit bahagia. Karena aku sendiri berharap bisa memilikimu seutuhnya. Ingin kujadikan dirimu ratu hatiku, kaulah cinta pertamaku dan sampai saat ini hatiku tak mampu berpaling. Maaf, dulu aku belum berani mengungkapkan cintaku karena aku sadar bahwa saat itu aku masih pengangguran. Rela melepaskan cintaku untuk Arman." Bara memandang pintu ruang kerja Amanda.
"Menatap terus tanpa berkata buat apa, Bro!" Rendy salah satu teman Bara mengejutkan Bara dalam lamunannya.
"Sudah, yuk! balik ke tempat kerja masing - masing." Bara menyembunyikan perasaan hatinya dari Rendy.
"Jangan mengalihkan terus, kebetulan nih! dia sebentar lagi janda, rebut lagi hati cinta pertamamu, Bro. Masa kamu rela melihatnya disakiti Arman terus." ucapan Rendy berhasil membuat Bara kembali termenung.
"Terimakasih sarannya, segera ke ruang kerjamu. Sebentar lagi kamu harus wawancara calon karyawan yang sudah berdatangan di bawah." Bara mengingatkan tugas Rendy sebagai GA. Rendy berlalu meninggalkan Bara dan Bara kembali ke ruang kerjanya.
Bara mengingat semua kejadian masa lalu saat dia menjadi pengangguran ketika sudah lulus kulyah. Sedangkan Amanda sudah bekerja, begitu pula dengan Arman. Bara tak berani mengungkapkan rasa cintanya karena tak percaya diri dengan kondisinya yang menjadi pengangguran saat itu. Suatu ketika Bara mendapat pekerjaan, dan saat itu juga Amanda menerima lamaran Arman. Hati Bara terasa remuk redam karena cinta tak berpihak padanya. Bara bahkan sengaja menutup hatinya dari wanita manapun, karena hanya nama Amanda yang mampu mengukir hati Bara.
Tok tok tok"Masuk." suara Bara dari dalam ruang kerjanya.
Ceklek
Amanda masuk dengan membawa berkas keuangan yang harus ditanda tangani Bara.
"Bar, tolong tanda tangan di sini." Amanda memberikan berkasnya kepada Bara, Bara mulai mengamati hasil kerja Amanda.
"Kusut amat, nanti temani aku makan di kantin Mand." Bara membuka ucapan pada Amanda yang wajahnya terlihat banyak masalah.
"Malas saja, tiap hari ketemu kamu terus, Bar. Bosen."
"Mand," tiba - tiba Bara memegang tangan Amanda. Amanda hanya diam melihat tangan Bara mengenggam tangannya tanpa mampu berkata.
"Maaf, Mand!" Bara sadar jika dia harus menjaga batasan sebagai seorang sahabat.
Iya, deh! tapi jangan di kantin. Kalau di kedai mie ayam solo di ujung sana, boleh? lama tak makan mie ayam solo semenjak mulai banyak pekerjaan menumpuk seperti ini." Amanda menunjuk arah lokasi kedai solo.
"Siap!" Bara memberikan laporan Amanda dan Amanda segera pergi dari ruangan Bara.
'Duh, kenapa ada perasaan aneh begini pada Bara, dia sahabatku. Tak mungkin kami saling mencintai,' Amanda merasakan getaran aneh. Biasanya tak ada getaran seperti ini ketika bersama Bara. Bara adalah sahabat yang selalu menghibur Amanda di saat hatinya sedang gundah.
'Kenapa aku memegang tangannya? maafkan aku Manda, hatiku tak ingin kau pergi lagi dari hidupku,' Bara mengingat kejadian barusan yang tanpa sadar menggenggam tangan Amanda ketika akan pergi dari ruangannya.
Tepat siang pukul 12.00 semua karyawan sedang beristirahat untuk isoma. Amanda segera merapikan semua pekerjaannya dan bersiap - siap untuk pergi ke kedai mie ayam solo kesukaannya.
"Sudah siap, Mand?" Bara tiba - tiba sudah berada di depan pintu ruangan Amanda saat Manda keluar.
"Kamu mengagetkanku, Bar! aku sudah lapar, kita kesana yuk!" Amanda tanpa sadar menggandengan tangan Bara dan menariknya untuk segera keluar dari tempat kerjanya. Bara menatap tangannya yang ditarik Amanda tanpa berkata sedikitpun.
'Seperti ini saja aku sudah senang, Man,' batin Bara yang mulai berseri - seri.Amanda dan Bara berjalan melewati trotoar dan tak jauh dari situ sudah terlihat kedai mie ayam solo kesukannya. Bara memesan dua porsi mie ayam dan jus jeruk untuk mereka berdua.
"Mie ayam ini masih favorit sejak pertama kali kerja di sini, Bar!" Amanda menikmati mie ayam yang sudah ada di depannya begitu juga Bara yang mulai memasukkan kuah mie ke dalam mulutnya.
"Rasa tak pernah berubah." tukas Bara, padahal di hatinya berkata lain. Rasa hatinya tak oernah berubah kepada Amanda.
"Iya, karena itu aku lebih suka makan mie di sini, cocok dengan lidahku." Amanda memasukkan lima sendok sambal ke dalam mie ayamnya.
"Man, jangan banyak - banyak. Nanti kamu sakit perut." Bara sedikit protektif pada Amanda.
"Biasanya juga segini kan, masa lupa kalau temannya ini suka makanan pedas," Manda menyuapkan kembali mie ayam pedas kesukaannya.
"Mand, kalau kamu sering - sering makan sambal dan sakit, nanti bagaimana dengan masalahmu. Apa kamu mampu untuk menyelesaikan di saat sakit?" Bara mengingatkan kembali masalah pelik rumah tangga Amanda.
"Tenang saja, aku kuat kok! semalam aku sudah ditalak sama mas Arman,"
Uhuk uhuk. Bara terbatuk setelah mendengar perkataan Amanda. Sedih dan senang Bara rasakan ketika Amanda sudah ditalak oleh mantan suaminya.
"Santai, Bar! nih minum." Amanda menyodorkan minuman Bara. Bara kemudian meneguknya agar tenggorokannya lebih lega.
"Jadi, kamu sudah ditalak?" Bara meyakinkan lagi ucapan Amanda barusan.
"Iya, tapi aku tetap tinggal di sana sampai iddahku selesai. Tenang saja, aku tinggal di kamar terpisah kok." Amanda kembali menyuapkan mie ke dalam mulutnya tanpa ada beban.
"Apa kamu tak sedih?"
"Sedih sih, penghianatan lebih menyakitkan daripada masalah ekonomi keluarga. Tapi aku sendiri tidak mau jika harus terpuruk dalam kesedihan." sahut Amanda.
"Kenapa tidak keluar saja, sih! kan lebih aman, kamu juga bisa pakai apartemenku atau bisa juga ke rumah yang akan kamu kontrakan. Usahamu dan penghasilanmu kan besar," dari hati yang terdalam, Bara meminta Amanda untuk segera keluar dari rumah itu.
"Bara, temanku. Hukumnya seperti itu, setelah di talak masih harus menyelesaikan masa iddah, dan setelah masa iddah selesai aku baru boleh keluar."
"Aku takut saja jika nanti Arman akan memintamu rujuk atau bahkan akan menyakitimu." Bara sebenarnya khawatir dengan keadaan Amanda di rumah Arman. Apalagi Amanda juga tidak pernah akur dengan ibu mertuanya yang serakah dan pelit."Kau tahu siapa aku, Bar? tenang saja, aku bisa menghadapi semuanya. Kalau nanti aku disakiti aku bisa mengabari kamu." "Tapi,"Mand, nanti temani aku makan malam sepulang kerja ya, pengen makan spageti." Bara sengaja meminta Amanda menemaninya makan spageti padahal tidak pernah meminta Amanda menemaninya. Malah sebaliknya, Amanda yang selalu meminta Bara menemaninya makan.
"Tenang, tapi anter aku ke salon dulu ya? creambath sebentar," Bara mengacungkan jempolnya pada Amanda. Mereka makan mie ayam sampai seporsi ludes masuk ke perut mereka.
Setelah dari makan siang, mereka berdua kembali ke tempat kerjanya.
[Rencana makan malam bersama wanita pujaan] status Arman seperti sedang kasmaran muncul di ponsel Amanda.
"Aku akan beri kejutan padamu, Mas! lagian gundikmu sebenarnya tak terlalu cantik. Tapi entahlah, kau bisa mencintai gundikmu." gumam Amanda ketika membaca status Arman.
Sore sepulang kerja, Bara dan Amanda pergi ke salon untuk mengantar Amanda creambath. Bara sengaja menitipkan mobilnya di tempat kerja dan menggunakan mobil Amanda untuk pergi ke salon dan ke restoran.
"Pakai mobilku aja, nanti aku antar pulamg ke rumahmu." Amanda mengajak Bara untuk menggunakan satu mobil.
"Biar aku saja yang bawa mobilmu, besok aku jemput ketika bekerja." sahut Bara yang duduk di kursi kemudi. Tak lama, mobil yang dikendarai mereka sampai di sebuah salon langganan Amanda. Amanda mulai perawatan rambut serta melakukan make up minimalis agar tak terlihat kusam. Rambut terlihat lebih rapi dengan sedikit sentuhan penata rambut.
"Mand, kamu cantik banget." Bara sampai terperangah melihat kecantikan Amanda. Amanda sebenarnya sudah cantik namun dirinya kurang suka sering - sering melakukan perawatan kulit.
"Biasa saja deh, Bar! biasanya juga kayak gini kan?" Amanda segera berlalu meninggalkan Bara yang terpaku dengan penampilan baru Amanda. Rambut sedikit dipotong pendek dengan perubahan menjadi sedikit kriting. Sehingga Amanda terlihat sempurna dari biasanya.
"Mau bengong di situ atau makan?" ucapan Amanda mengejutkan lamunan Bara. Bara segera kembali ke kursi kemudi dan melajukan mobil ke restoran.
"Mand, sepertinya itu mobil Arman," Bara menunjuk sebuah mobil milik Arman yang terparkir di tempat yang sama dengan mobil Amanda.
"Kita beri kejutan yuk! sepertinya lebih cantik aku daripapa gundiknya." Amanda tersenyum licik.
"Ayo kita masuk, nanti jangan menangis ya," Bara mengingatkan Amanda. Mereka berdua memasuki restoran dan memilih duduk yang dekat dengan tempat duduk Arman bersama gundiknya.
"Manda." Arman sampai terpukau melihat kecantikan Amanda dan lupa jika di sebelahnya sedang menahan marah.
"Dia terpukau dengan kecantikanmu, abaikan dia dan nikmati makan ini." Bara membisikkan kata itu ke telinga Amanda membuat Arman semakin cemburu.
"Manda, ini kamu?" Arman malah mendekat ke arah Amanda yang sedang makan.
"Yes, cemburu kan?" batin Amanda yang melihat wajah gundiknya semakin memerah karena marah
"Iya, ada apa Mas?" Amanda pura - pura tak tahu jika Arman juga berada di sana."Ih, Mas! cantikan aku dari pada Amanda!" Vera menarik tangan Arman agar segera kembali ke tempat duduknya. Bara dan Amanda tertawa cekikikan melihat tingkah Arman dan Vera.
"Biarin mereka berantem, sebaiknya kita makan." Amanda mengajak Bara untuk memakan pesanannya.
'Rasa sakit yang pernah kurasakan saat kamu merebut Amanda dariku, Arman." batin Bara ketika melihat Arman yang sakit hati melihat Amanda bersama Bara, apalagi penampilannya sudah lebih cantik dari pada sebelumnya.
"Sudah, ayo pergi!" Vera menarik tangan Arman gara menjauh dari Amanda dan Bara. Kedua mata Arman terus saja memandang Amanda yang semakin cantik dari sebelumnya
Tiga hari usai mendapatkan tiket pemberian Faris, Bara mengajak Amanda pergi berlibur ke Disneyland selama sepekan. Melihat kebahagiaan Amanda apalagi tawa Amanda membuat Bara tak hentinya merasa bersyukur. Bara selalu menjaga senyum Amanda tetap terjaga tanpa pernah ingin menyakitinya sedikitpun. "Sayang, jujur aku bahagia sekali." Bara memeluk Amanda dari belakang ketika Amanda berdiri dekat jendela kaca kamar hotel mereka. Bara menghirup aroma wangi parfum tubuh Amanda."Aku juga Sayang, aku sangat bahagia bersamamu. Kebahagiaanku sudah lengkap hanya saja.."Kita akan berusaha dan berdoa agar segera dikaruniai buah hati lagi, Sayang." Amanda menggenggam tangan Bara yang melingkar di perutnya.Tiga bulan setelah berlibur dari Disneyland, Amanda mendapatkan hadiah tepat dihari ulang tahun Bara. Hadiah berupa garis dua yang tertera di tespacknya, Amanda diam - diam melakukan USG untuk memastikan jika dirinya tengah hamil tanpa memberitahukan kepada Bara. Bara begitu terharu dan sanga
Tiga minggu usai pulang dari rumah sakit, Bara tak hentinya menghibur Amanda supaya tidak terlarut dalam kesedihan. Dalam hati Bara memang berkeinginan untuk memilihi buah hati hanya dari rahim Amanda namun bagaimana lagi, pemilik alam bekehendak lain. Bagaimanapun ini adalah ujian dalam rumah tangganya."Sayang, jangan melamun dong." Amanda menerawang kaca di balkon. Bara memeluknya dari belakang sembari menikmati harumnya tubuh Amanda yang terawat. Amanda merasakan pelukan suami tercintanya sembari ikut menggenggam tangan Bara yang melingkar di pinggangnya."Aku tidak melamun, Sayang. Hanya rasa syukur memiliki suami terbaik sepertimu." Amanda berbalik menatap wajah Bara, perlahan kedua tangannya menangkup ke pipi Bara. Bara seketika membawa Amanda dalam dekapannya."Tak ada yang bisa menggantikanmu, Amandaku sayang." "Kita jalan - jalan yuk!" Bara mengajak Amanda untuk jalan - jalan sekedar refresing sejenak dari musibah yang telah menimpa keluarga kecilnya. Amanda dan Bara segera
Karena sudah tidak ada lagi hubungan dengan Rina, Tedi pagi ini berencana menemui Naya dan keluarganya untuk melamar Naya. Tedi melajukan mobilnya ke kediaman Naya dan keluarganya. Kedatangan Tedi disambut hangag oleh kedua orang tua Naya termasuk Naya dan Sony. Naya begitu canggung bahkan untuk menatap Tedi rasanya tidak mampu."Maaf sebelumnya, Om dan Tante. Niat Tedi kemari karena Tedi memiliki rasa cinta teramat besar pada Naya sehingga Tedi memberanikan diri untuk meminta restu kepada Om dan Tante." ucapan mulai sedikit tidak nyambung karena Tedi begitu grogi bahkan keringat dingin sebesar biji jagung mengalir deras. Takut jika niat baiknya melamar Naya ditolak oleh keluarga Naya. Frans dan Riana hanya tersenyum melihat kepolosan seseorang ketika mau melamar Naya. Sony yang ikut mendengarkan bahkan menahan tawa dan sesekali menggoda Naya."Iya, saya tahu jika kamu menyukai anak saya. Tapi saya rasa kurang tepat jika kamu menyukai Naya hanya dengan rasa cinta. Jika nanti kamu mene
Pagi ini Amanda tidak seperti biasanya. Amanda setiap hari akan bangun sebelum subuh untuk menyiapkan semuanya dibantu dengan Bu Maya, Ibu mertua yang selalu terbuka padanya. Namun kali ini Amanda tidur lagi usai shalat subuh. Bara menghampirinya memastikan jika Amanda baik - baik saja."Sayang, sudah siang loh. Ayo bangun." Bara menggoyang - goyangkan tubuh Amanda dengan pelan karena takut membuat Amanda sakit atau tidak nyaman."Badanku capek semua, Sayang." Sahut Amanda yang masih berada dalam selimut. Bara meletakkan punggung telapak tangannya di dahi Amanda."Alhamdulillah tidak demam, ya sudah istirahat saja, Sayang." Bara meninggalkan Amanda dan menuju ke dapur membuatkan sarapan untuk Amanda."Amanda mana? kok gak turun." Bu Maya melihat Bara turun sendiri."Amanda sedang tidak enak badan, Ma.""Biasa ibu hamil ya begitu, Mama dulu lebih parah dari Amanda saat hamil kamu." Bara menyimak penjelasan Bu Maya saat hamil dulu. Bara akhirnya mengerti tentang apa saja yang akan terja
Bu Fatimah mengamati dari kejauhan pada lelaki yang bersama dengan Rina. Lelaki itu bahkan terlihat mesra sama seperti Rina yang bergelayut manja. Usai dari Cafe, Rina dan Dodit menuju ke sebuah hotel yang berada di sebelah Cafe tempat nongkrongnya mereka berdua. Bu Fatimah segera mengikuti mereka berdua secara diam - diam supaya tidak kehilangan jejak.Rina dan Dodit masuk ke dalam sebuah kamar. Bu Fatimah menuju ke resepsionis dan meminta nomor kamar Rina dan Dodit sekarang, akan tetapi pihak hotel tetap merahasiakan privasi pengunjung hotel. Bu Fatimah mengatakan jika pihak wanita adalah calon tunangan anaknya sehingga pihak hotel akhirnya memberikan nomor kamar yang Rina dan Dodit.Bu Fatimah segera naik ke lantai dua tepat nomor kamar yang disewa Rina dan Dodit.tok tok tokBu Fatimah mengetuk pintu dan betapa terkejutnya ketika Rina membuka pintunya dan masih memakai lingerie merah. "Ri - Rina?""Ta - Tante?" Rina terkejut sekali melihat Bu Fatimah memergokinya sedang bersama
Meskipun mendapatkan banyak dukungan dari keluarganya namun Naya tetap merasa tidak percaya diri. Masa lalu yang begitu kelam tak lebih dari pelacur murahan yang dipakai orang banyak. Naya tak bisa tidur memikirkan ekspresi Tedi nanti seandainya Naya sudah mengungkapkan isi hatinya."Bantu hamba, Ya Allah." ucapan tersebut yang selalu dia lantunkan, berharap dari kekuasaan Allah yang menentukan akan nasibnya.Ting[Bang Tedi besok mau bicara sebentar dengan Naya. Bolehkan?] sebuah pesan dari Tedi[Iya boleh, Bang] balas Naya dengan harap - harap cemas.[Istirahat besok kita makan di warung biasanya] Tedi mengacak bicara Naya di warung Bh Faridah.[Baik, Bang Tedi jangan pernah kecewa ketika mengetahui apa Naya sampaikan besok] Tedi terkejut dengan pernyataan Naya, itu artinya ada sesuatu yang disembunyikan Naya dan akan diungkapkan besok. Semalaman mereka berdua tidak ada yang bisa tidur karena memikirkan pertemuan besok. Perasaan mulai maju mundur ketika dirinya harus mengungkapkan s