Share

BAB 4. Arman Ragu

Sepulang dari restoran, Bara mengantar Amanda sampai depan rumah Arman. Terlihat mobil Arman sudah berada di halaman rumah.

"Ada sepatu wanita." Amanda melihat sepasang sepatu berada di halaman rumah Arman.

"Assalamu alaikum." salam dari Amanda ketika akan memasuki rumah. Terlihat sepi saat Amanda memasuki rumah.

"Kemana mereka semua?" gumam Amanda ketika mendapati rumah terasa sepi. Amanda segera masuk ke kamarnya untuk beristirahat.

"Ternyata lebih cantik aku dari pada pelakor itu." Amanda menatap wajahnya di cermin. "Mas, apa yang sudah diberikan Vera padamu sehingga kamu seperti itu?" hati Amanda kembali teriris ketika kembali teringat foto kebersamaan suaminya bersama dengan Vera.

Selesai bercermin, Amanda segera mandi dan mengerjakan kewajibannya sebagai hamba. Tak lupa doa yang terus dia panjatkan untuk keluarganya yang jauh darinya. Selesai melakukan aktivitas rutinnya, Amanda merebahkan tubuhnya di ranjang seraya mulai menelusuri dunia maya. Amanda tak sengaja melihat status Arman yang sedang bersama dengan Vera di sebuah galeri perhiasan.

"Sepertinya aku harus membuka kedok Vera." Amanda mulai mencari cara untuk mencari informasi mengenai Vera. 

Tok tok tok

Suara pintu kamar Amanda diketuk seseorang. Amanda segera membuka pintu untuk melihat siapa yang sudah mengetuk pintunya.

"Amanda." Arman menatap sendu wajah mantan istrinya.

"Iya, ada apa Mas?" 

"Bisa keluar? aku ingin bicara." 

"Bicara apa lagi? aku sudah kamu talak jadi tidak ada lagi yang harus kita bicarakan. Tolong segera diurus surat cerainya, Mas!" Amanda akan menutup pintu namun Arman dengan sigap menahan pintu agar tidak tertutup.

"Apa apa, Mas?" Amanda semakin kesal dengan sikap Arman.

"Tolong jauhi Bara, aku tak suka melihatmu bersamanya." ucapan Arman membuat Amanda ingin tertawa.

Selama ini Bara banyak membantunya disaat sedang sulit ataupun bahagia. Bara selalu mendukung dan memberikan nasehat terbaik untuk Amanda.

"Apa maksudmu, Mas? Bara temanku, jadi wajar dong jika aku dekat dengannya. Lagian dia lelaki yang baik, bukan sepertimu yang pelit dan doyan wanita." Amanda kemudian menutup pintu keras - keras sehingga menimbulkan suara.

"Man, Manda! buka pintunya." Arman terus saja meminta Amanda untuk membuka pintu kamarnya.

"Sial! kenapa aku jadi ragu saat bersama Vera?" gumam Arman yang mulai timbul rasa ragu di hatinya. Amanda adalah cinta pertama Arman, sehingga dirinya menyesal sudah mengucapkan kata talak pada Amanda.

Arman termenung dengan apa yang telah dia lakukan. Dia bahagia karena Vera mengatakan hamil anaknya sedangkan hatinya tak mampu melepaskan Amanda. Apalagi Amanda semakin terlihat cantik sekarang ini.

Tok tok tok

"Arman, tolong jelaskan pada ibu, siapa wanita ini!" bu Ratna meminta penjelasan mengenai foto Arman bersama dengan Vera di sebuah hotel.

"Dia, em dia."Arman sepertinya ragu dengan jawaban yang akan diucapkan.

"Apa dia yang mengandung anak kamu?" Bu Ratna menebak yang ada di dalam pikiran Arman.

"Iya, bu!" bukannya marah karena anaknya melakukan perzinaan, bu Ratna malah menunjukkan rasa bahagia.

"Jadi ibu akan memiliki cucu darimu, Nak?" Bu Ratna begitu bahagia mendengar jawaban anaknya.

"Ibu setuju?" Arman kembali meyakinkan ibunya.

"Kenalkan pada ibu, Nak! bagaimana dengan Amanda?" 

"Kemarin Arman sudah mengucapkan talak padanya." raut wajah Bu Ratna semakin sumringah. Selama ini Bu Ratna tak pernah menganggapnya sebagai menantu hanya karena Amanda berasal dari kampung. Jadi bu Ratna menganggapnya sebagai wanita kampungan.

Meskipun berasal dari kampung tetapi pemikiran Amanda tidaklah kampungan. Usaha butik yang dikembangkannya semakin maju. Butik dengan harga terjangkau dan kualitas cukup baik.

"Bagus! kamu memang anak yang pintar," Bu Ratna mengulas senyum sembari mengusap rambut Arman.

"Jadi dia sudah pergi dari rumah ini?" 

"Belum, dia ada di kamar sebelah dan tetap tinggal sampai sidang perceraian kami selesai," wajah bu Ratna kembali muram. Takut jika anaknya akan kembali rujuk dengan Amanda.

"Boleh ibu bicara dengannya?" 

"Sebaiknya tidak perlu, Bu!" Arman mencegah ibunya ketika akan berbicara dengan Amanda. Arman tahu sifat ibunya, pasti ibunya akan memaki dan menghina Amanda.

"Apa kamu masih mencintainya?" Bu Ratna menatap wajah anaknya lekat - lekat. Arman memang masih mencintai Amanda sampai saat ini tetapi terhalang dengan hubungannya bersama Vera.

"Diam berarti iya! buat apa kamu mencintainya, memberi keturunan juga tidak," Bu Ratna kembali mengucapkan kata - kata buruk mengenai Amanda.

"Ya, Arman menyesal sudah menceraikannya namun Arman tak mungkin melepas Vera yang tengah hamil anakku.: 

"Kalau begitu, lepaskan Amanda! beres kan? ibu hanya ingin menantu yang kaya dan bisa memberikan keturunan," ucapan ketus dari bibir Bu Ratna.

"Tapi, Bu!

"Turuti apa kata ibumu, Mas! aku juga tak akan lama kok disini. Sampai sidang selesai, aku akan keluar dari rumah ini." Amanda memberikan dukungan mantan suaminya untuk menuruti ibunya.

"Heh kamu, ngapain menguping pembicaraanku dengan Anakku!" bu Ratna marah dengan kemunculan Amanda yang tiba - tiba.

"Tak sengaja mendengar ucapan Mas Arman dan ibu, Amanda meyakinkan Mas Arman agar menuruti kemauan ibunya." jawab Amanda dengan nada santai.

"Ingat, ya! setelah bercerai tidak ada harta gono gini yang dibagi. Kamu kesini tidak membawa apa - apa, jadi keluar juga tidak membawa apa - apa!" bu Ratna menghardik Amanda dengan ucapan kasar.

"Saya juga tidak meminta harta gono gini, Bu! biarpun penghasilan saya tidak sebanyak Mas Arman tetapi saya lebih bahagia dan tenang bisa mencukupi kebutuhan sendiri," jawaban Amanda semakin membuat Bu Ratna marah. 

"Halah, gaji kecil saja belagu! kamu bakal menyesal dan sengsara karena bercerai dengan Arman." Amanda hanya tersenyum mendengar umpatan Bu Ratna, mantan mertuanya.

"Yakin? kita lihat saja nanti akhirnya, Bu! siapa yang bakalan menyesal dan sengsara." Amanda berlalu meninggalkan anak dan ibu di ruang tengah.

"Arman, besok Ibu akan tinggal di sini! ibu malas dikejar - kejar hutang terus," Arman terkejut dengan ucapan ibunya barusan.

"Ya dibayar, Bu hutangnya. Masa malah ditinggal kabur. Bisa juga dengan  menjual rumah Ibu untuk membayar hutang Ibu," Arman mengusap rambutnya dengan kasar. Ternyata sifat ibunya tidak berubah, suka menghambur - hampurkan uang demi gengsi.

"Ibu tidak mau menjual rumah, enak saja jual rumah Ibu! mending rumah kamu saja yang dijual untuk membayar hutang Ibu. Kamu kan anak lelaki, Ibu. Jadi wajib berbakti pada Ibumu!" Bu Ratna tak mau mengalah dengan anaknya.

"Besok pagi, Ibu akan membawa barang - barang Ibu kemari dan Ibu minta disiapkan kamar yang sekarang ditempati Amanda. Titik!" bu Ratna bersidekap di depan anaknya yang semakin frustasi.

Arman hanya mampu menghela nafas kasar atas sikap ibunya yang selalu minta dituruti. Apapun yang diminta ibunya, Arman harus menurutinya. Bahkan tak segan - segan mengatakan bahwa Arman anak durhaka.

"Iya, iya! besok Arman akan bicara dengan Amanda." Arman menyanggupi  permintaan ibunya.

"Baiklah! Ibu akan pulang, besok pagi siapkan Ibu sarapan yang enak karena Ibu kemari setelah subuh." bu Ratna pergi meninggalkan Arman yang diam terpaku atas sifat ibunya.

Ting

Sebuah pesan dari Vera.

[Sayang, tolong segera urus perceraian secepatnya dan usir mantan istrimu yang ganjen itu] pesan dari Vera.

"Bagaimana ini, Amanda meminta sampai iddahnya selesai. Tetapi ibu dan Vera meminta Amanda segera keluar dari sini."

"Aku harus bicara baik - baik dengan Amanda." Arman beranjak untuk menemui Amanda.

"Ada perlu apa, Mas?" Arman terkejut melihat Amanda berada di depannya.

"Maaf, Man. Ibu, ingin....

"Aku tahu, Mas! ibumu memintaku untuk keliar dari sini dengan alasan kamarku akan dipakai, santai saja kali Mas. Aku besok akan keluar kok!" Amanda santai menanggapi mantan suaminya. Arman sepertinya tak enak hati pada Amanda.

"Maafkan aku, Mand!" Arman hanya menunduk tak mampu menatap Amanda. Tak dapat dipungkiri, rasa cinta pada Amanda masih terpatri dalam palung hati Arman.

"Santai saja kali, Mas! oh ya selamat ya, akan menjadi seorang ayah!" Amanda mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Arman.

Arman tak langsung mengulurkan tangannya, dia hanya termenung karena akan berpisah dengan Amanda. 

"Kenapa, Mas? jangan ragu dengan keputusanmu," Arman tersentak dan mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Amanda. Arman memaksa tersenyum di depan Amanda meski hatinya tersayat - sayat.

"Nah gitu, dong! lelaki tuh harus gentle! sudah ya, aku akan mengemas barang - barangku. Dan jangan lupa gugatan cerainya segera diurus." Amanda kembali ke kamarnya untuk mengemas barangnya agar besok pagi bisa langsung dimasukkan ke dalam mobilnya.

[Bar, besok aku mau izin dulu, aku harus pindah rumah ke rumahku yang ada di komplek itu. Semua pihak Arman memintaku untuk segera keluar] pesan yang di kirim oleh Amanda.

[Siap] balasan dari Bara. Di seberang sana Bara bahagia karena Amanda segera keluar dari rumah Arman.

'Akhirnya, perasaanku lega Amanda. Rasa khawatir jika Arman mengajakmu rujuk,' Bara tersenyum sendiri ketika Amanda akan pindah rumah.

"Senyum - senyum sendiri, pasti karena Amanda! Bara, ingatlah! dia masih bersuami. Dosa hukumnya jika berharap memiliki istri orang," bu Maya mengingatkan anak sulungnya agar tidak mendekati dosa besar.

"Ma, Amanda sudah bercerai. Sebentar lagi gugatan cerai diajukan si Arman. Dia bodoh sudah menyia - nyiakan Amanda." Bara memegang kedua pundak mamanya.

"Bercerai, kenapa?" bu Maya penasaran dengan keterangan mengenai Amanda.

"Penghianatan yang dilakukan Arman, Arman pula yang mentalak Amanda di depan selingkuhannya." bu Maya mengelus dada dengan sikap yang dilakukan Arman.

"Terus, Amanda tinggal dimana?" 

"Besok dia akan tinggal di rumahnya," sahut Bara. "Wah, aku bisa main ke tempat kak Amanda dong." Rani adik Bara berusia 18 tahun tiba - tiba muncul dan duduk di samping kakanya. Bara mengusap kepala adiknya yang menggemaskan. Amanda memang dekat dengan adiknya bernama Rani.

"Rani doakan, semoga saja kak Amanda bisa berjodoh dengan Abang." 

"Amin," sahut Bara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status