Share

Bab. 6 Yusuf Kerja Dimana?

Bapak Kusuma dan ibu Marisha saling pandang lalu mereka mengaguk bersamaan. Melinda pun langsung menyentuh ikon hijau pada layar ponselnya.

"Assalamualaikum mas!" ucap Melinda setelah telpon tersambung.

"Waalaikumsalam, dek. Em anu dek mas mau nanya apakah yang dikatakan oleh bapak tadi benar? Mbak Santi dan mas Riko menjadikan mu upik abu dirumah?" tanya Yusuf seakan ragu untuk bertanya.

Melinda terdiam, sebenarnya dia ragu untuk berkata jujur. Ia takut akan membuat hubungan suami dengan kakak iparnya menjadi renggang. Tapi jika berbohong, itupun juga tak baik.

"Kenapa diam, dek? Apakah semua itu benar? Jangan pernah ragu untuk berkata jujur kepada mas."

"Em, maaf mas bukan itu. Sebenarnya aku masih bingung dengan perlakukan mereka terhadap ku. Tapi seiring berjalannya waktu, kelakuan mereka semakin menjadi-jadi kepada ku," jawab Melinda jujur.

"Nanti mas akan tegur mereka, maafin mas ya sudah membuat mu tersakiti begini. Sekarang kamu dimana dek? Apakah bapak dan ibu membawamu pulang ke rumah mereka?"

"Hem. Kami tidak pulang ke rumah, bapak dan ibu hanya membawa ke hotel tempat mereka menginap kok mas. Jadi kamu gak usah khawatir,"

"Syukurlah kalau begitu. Mas akan pulang sekarang juga, gak enak rasanya kalau pikiran mas tertuju pada mu. Pasti akan gagal fokus juga dalam pekerjaan. Yaudah kamu shareloc aja ya, nanti mas akan langsung nyusul ke hotel tempat kalian menginap," ujar Yusuf lagi.

"Oh iya mas nanti langsung dishareloc pas sampai hotel. Maafin sikap bapak ya yang tadi marah-marah sama mas,"

"Ah gak papa kok dek. Mas pun akan melakukan hal serupa jika menjadi bapak, jadi wajar jika bapak melakukan hal itu. Yaudah mas langsung berangkat hari ini, jaga dirimu dan anak kita ya. Assalamualaikum yank," kata Yusuf mengakhiri panggilannya.

"Iya mas, kamu juga hati-hati di jalan."

Begitu panggilan terputus, pak Kusuma langsung bertanya kepada putrinya, "Bagaimana? Apakah Yusuf mau menuruti permintaan bapak untuk pulang hari ini?"

"Iya, pak. Mas Yusuf pulang hari ini juga."

"Baguslah kalau begitu, dia harus tahu bagaimana kelakuan keluarganya terhadap mu. Dan bapak marah kepadanya,"

"Ah bapak harusnya tak boleh marah sama mas Yusuf. Dia tak tau apa-apa karna memang Melin belum cerita tentang perlakukan keluarganya," ucap Melinda membujuk bapaknya.

"Loh kenapa begitu? Harusnya kamu harus cerita dan terbuka kepada Yusuf. Pantas saja saat bicara dengan nya tadi, dia nya bengong begitu,"

"Sebenarnya, Melin gak mau mereka sampai berantem hanya karna masalah ini pak,"

"Astaga Melinda, jadi orang jangan terlalu baik. Mana Melin bapak dan ibu yang tegas dulu? Kami tak pernah mengajarimu untuk menjadi wanita yang lemah. Kamu boleh bersikap baik kepada siapa yang pantas untuk dibaiki, bukan kepada manusia angkuh begitu. Coba lah untuk tegas kepada mereka Mel, agar mereka tak merendahkanmu lagi. Kamu putri kebanggaan kami, kami akan sedih melihatmu diperlakukan sebagai upik abu, nak,"

***

Waktu bergulir bagitu cepat saat tak berada dirumah Yusuf. Berbeda saat ada disana, menunggu satu menit pun serasa satu jam. Kebebasan, itulah yang dirasakan oleh Melinda saat ini.

Tring! Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Terpampang dilayar "Mamer" nama untuk nomor ponsel mama mertuanya. Melinda pun langsung menjawab panggilan itu.

"Hallo Assalamualaikum ma," kata Melinda membuka perkacapan saat telpon tehubung.

"Waalaikumsalam, Mel. Kamu apa kabar nak?"

"Baik ma. Mama sama papa juga apa kabar disana?"

"Alhamdulillah baik Mel. Bagaimana juga dengan kandungan mu, sehat juga kan?" pertanyaan dari mertuanya mampu membuat hati Melinda tersentuh, mama mertuanya memang berbeda dengan keluar Yusuf yang lainnya. Dia selalu memperlakukan Melinda selayaknya anak kandung nya sendiri, padahal baru dua bulan mereka menjadi keluarga.

"Sehat juga ma. Oiya ma bagaimana disana? Apakah semuanya lancar?"

"Alhamdulillah lancar, nak. Mama menghubungimu karna kangen padamu. Kan selama mama berangkat belum pernah menghubungimu, maaf kan mama ya Mel,"

"Ahh tidak papa kok ma. Melin paham kok, kan mama sama papa harus fokus beribah selama disana. Yang terpenting kalian sehat disana,"

"Tetap aja mama merasa gak enak sama kamu. Tapi besok kami sudah selesai kok dan segera pulang kerumah. Duh jadi gak sabar rasanya, Mel,"

"Besok ma?"

"Iya besok Mel. Jangan bilang kamu lupa kamu besok kami sudah pulang?"

"Hehe, maafin Melin ya ma. Melin memang lupa," ucap Melinda kikuk menahan malu kepada mertuanya karna melupakan hari kepulangannya.

"Ahh gak papa kok Mel. Wajar bumil emang sering pelupa. Mama dulu juga begitu saat mengandung Yusuf. Oh iya Yusuf juga pulang kan besok dari luar kota?"

"Iya ma, mas Yusuf pulang kok,"

"Syukurlah kalau begitu. Mama tutup dulu ya telpon nya. Jaga diri dan kandungan mu ya Mel. Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam. Pasti ma,"

Panggilan dengan mertuanya terputus. Melinda pun memutuskan untuk pergi ke kamar orangtuanya.

***

Melinda mengetuk pintu kamar orangtuanya tapi tak ada sahutan. Jadi ia memutuskan untuk segera masuk. Melinda mengedarkan pandangan tapi tak melihat orangtuanya disana tapi pintu balkon tebuka. Karna penasaran Melinda pun melangkah ke arah balkon.

"Pantas gak ada sahutan, ternyata ibu sama bapak sedang bersantai disini rupa," ucap Melinda mengagetkan orangtuanya.

"Astaga Mel, kalau masuk itu kasih salam bukan ngagetin begini,"

"Hehe maaf bu. Abisnya dari tadi ketuk pintu gak ada yang bukain. Saat masuk ke kamar juga gak ada orang. Eh gak tau nya lagi berduaan disini," kekeh Melinda menggoda orangtuanya.

Bu Marisha jadi salah tingkah digoda sama putrinya sendiri, "Udah ah masa orangtua di godain begitu, gak baik Mel. Oh iya kamu ngapai kemari?"

"Cie-cie muka ibu merah tuh."

Bu Marisha mendelik menatap purtinya.

"Ahh iya maaf bu sultan. Melin mau ngasih tau kalau besok mertua Melin pulang umrah," ucap Melinda duduk disamping bu Marisha sambil bergelanjut manja dipaha perempuan paruh baya itu. Meski tak bisa dikatakan muda lagi, tapi tetap bu Marisha tetap di usianya yang sekarang.

"Kenapa baru cerita sekarang Mel?" tanya bapak Kusuma menimpali.

"Hehe abisnya Melin lupa kalau besok tanggal 20 pak," ucap Melin sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.

"Kalau tanggal satu aja kamu ingat mulu," sindir ibu Marisha.

"Tau aja ibu nih. Mungkin karna mertua ku lagi gak ada dirumah makanya mbak Santi dan yang lainnya memperlakukan begitu ya bu?"

Ibu Marisha mengangkat kedua bahunya, "Maybe so Mel. Mereka itu aneh loh menurut ibu, Santi dan Yusuf berbeda 180 derajat."

"Si ibu sok-sokan pakai bahasa Inggris segala. Wong tinggalnya di kampung juga. Yang sifat manusia kan memang berbeda bu, gak ada yang sama,"

"Kamu lupa Mel, ibu kan blasteran. Hanya karna cinta sama bapakmu jadi ibu mau tinggal di kampung,"

"Sultan mah bebas," kekeh Melinda.

"Udah ah jangan ribut! Tapi bapak setuju loh Melinda, manusia itu tak ada yang sama sifatnya meskipun mengalir darah yang sama dinadi nya. Wong Tasya dan Nasya aja beda, padahal mereka kembar loh," ucap pak Kusuma membicarakan keponakannya, Tasya sangat lemah lembut sedangkan Nasya Masyaallah angkuhnya tak ketulungan.

Ibu Marisha mengaguk membenarkan ucapan suaminya. Baru Melinda mau ikut menimpali, dering ponsel menghentikan nya.

Ternyata Yusuf suaminya lah yang menelpon.

"Dek kamu shareloc ya. Sebentar lagi mas menuju bandara." ucap Yusuf saat telpon terhubung.

"Oke mas. Apa pekerjaanmu bisa langsung ditinggalkan?"

"Disini juga mas gak akan fokus bekerja. Udah dulu ya dek, mas mau check in dulu. Nanti mas hubungi lagi begitu sampai di Jakarta,"

"Iya mas, hati-hati dijalan,"

Begitu telpon terputus, ibu Marisha langsung bertanya, "Bagaimana Mel, apakah Yusuf akan pulang hari ini juga?"

Melinda mengaguk, "Iya bu. Mas Yusuf berhasil mendapatkan penerbangan sore ini,"

Bapak Kusuma menyerngit heran, "Loh kok pakai pesawat, memangnya Yusuf bekerja dimana?"

Bersambang...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status