Home / Rumah Tangga / Sultan Dianggap Upik Abu / Bab. 6 Yusuf Kerja Dimana?

Share

Bab. 6 Yusuf Kerja Dimana?

Author: Pena Merah
last update Last Updated: 2023-12-02 09:02:03

Bapak Kusuma dan ibu Marisha saling pandang lalu mereka mengaguk bersamaan. Melinda pun langsung menyentuh ikon hijau pada layar ponselnya.

"Assalamualaikum mas!" ucap Melinda setelah telpon tersambung.

"Waalaikumsalam, dek. Em anu dek mas mau nanya apakah yang dikatakan oleh bapak tadi benar? Mbak Santi dan mas Riko menjadikan mu upik abu dirumah?" tanya Yusuf seakan ragu untuk bertanya.

Melinda terdiam, sebenarnya dia ragu untuk berkata jujur. Ia takut akan membuat hubungan suami dengan kakak iparnya menjadi renggang. Tapi jika berbohong, itupun juga tak baik.

"Kenapa diam, dek? Apakah semua itu benar? Jangan pernah ragu untuk berkata jujur kepada mas."

"Em, maaf mas bukan itu. Sebenarnya aku masih bingung dengan perlakukan mereka terhadap ku. Tapi seiring berjalannya waktu, kelakuan mereka semakin menjadi-jadi kepada ku," jawab Melinda jujur.

"Nanti mas akan tegur mereka, maafin mas ya sudah membuat mu tersakiti begini. Sekarang kamu dimana dek? Apakah bapak dan ibu membawamu pulang ke rumah mereka?"

"Hem. Kami tidak pulang ke rumah, bapak dan ibu hanya membawa ke hotel tempat mereka menginap kok mas. Jadi kamu gak usah khawatir,"

"Syukurlah kalau begitu. Mas akan pulang sekarang juga, gak enak rasanya kalau pikiran mas tertuju pada mu. Pasti akan gagal fokus juga dalam pekerjaan. Yaudah kamu shareloc aja ya, nanti mas akan langsung nyusul ke hotel tempat kalian menginap," ujar Yusuf lagi.

"Oh iya mas nanti langsung dishareloc pas sampai hotel. Maafin sikap bapak ya yang tadi marah-marah sama mas,"

"Ah gak papa kok dek. Mas pun akan melakukan hal serupa jika menjadi bapak, jadi wajar jika bapak melakukan hal itu. Yaudah mas langsung berangkat hari ini, jaga dirimu dan anak kita ya. Assalamualaikum yank," kata Yusuf mengakhiri panggilannya.

"Iya mas, kamu juga hati-hati di jalan."

Begitu panggilan terputus, pak Kusuma langsung bertanya kepada putrinya, "Bagaimana? Apakah Yusuf mau menuruti permintaan bapak untuk pulang hari ini?"

"Iya, pak. Mas Yusuf pulang hari ini juga."

"Baguslah kalau begitu, dia harus tahu bagaimana kelakuan keluarganya terhadap mu. Dan bapak marah kepadanya,"

"Ah bapak harusnya tak boleh marah sama mas Yusuf. Dia tak tau apa-apa karna memang Melin belum cerita tentang perlakukan keluarganya," ucap Melinda membujuk bapaknya.

"Loh kenapa begitu? Harusnya kamu harus cerita dan terbuka kepada Yusuf. Pantas saja saat bicara dengan nya tadi, dia nya bengong begitu,"

"Sebenarnya, Melin gak mau mereka sampai berantem hanya karna masalah ini pak,"

"Astaga Melinda, jadi orang jangan terlalu baik. Mana Melin bapak dan ibu yang tegas dulu? Kami tak pernah mengajarimu untuk menjadi wanita yang lemah. Kamu boleh bersikap baik kepada siapa yang pantas untuk dibaiki, bukan kepada manusia angkuh begitu. Coba lah untuk tegas kepada mereka Mel, agar mereka tak merendahkanmu lagi. Kamu putri kebanggaan kami, kami akan sedih melihatmu diperlakukan sebagai upik abu, nak,"

***

Waktu bergulir bagitu cepat saat tak berada dirumah Yusuf. Berbeda saat ada disana, menunggu satu menit pun serasa satu jam. Kebebasan, itulah yang dirasakan oleh Melinda saat ini.

Tring! Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Terpampang dilayar "Mamer" nama untuk nomor ponsel mama mertuanya. Melinda pun langsung menjawab panggilan itu.

"Hallo Assalamualaikum ma," kata Melinda membuka perkacapan saat telpon tehubung.

"Waalaikumsalam, Mel. Kamu apa kabar nak?"

"Baik ma. Mama sama papa juga apa kabar disana?"

"Alhamdulillah baik Mel. Bagaimana juga dengan kandungan mu, sehat juga kan?" pertanyaan dari mertuanya mampu membuat hati Melinda tersentuh, mama mertuanya memang berbeda dengan keluar Yusuf yang lainnya. Dia selalu memperlakukan Melinda selayaknya anak kandung nya sendiri, padahal baru dua bulan mereka menjadi keluarga.

"Sehat juga ma. Oiya ma bagaimana disana? Apakah semuanya lancar?"

"Alhamdulillah lancar, nak. Mama menghubungimu karna kangen padamu. Kan selama mama berangkat belum pernah menghubungimu, maaf kan mama ya Mel,"

"Ahh tidak papa kok ma. Melin paham kok, kan mama sama papa harus fokus beribah selama disana. Yang terpenting kalian sehat disana,"

"Tetap aja mama merasa gak enak sama kamu. Tapi besok kami sudah selesai kok dan segera pulang kerumah. Duh jadi gak sabar rasanya, Mel,"

"Besok ma?"

"Iya besok Mel. Jangan bilang kamu lupa kamu besok kami sudah pulang?"

"Hehe, maafin Melin ya ma. Melin memang lupa," ucap Melinda kikuk menahan malu kepada mertuanya karna melupakan hari kepulangannya.

"Ahh gak papa kok Mel. Wajar bumil emang sering pelupa. Mama dulu juga begitu saat mengandung Yusuf. Oh iya Yusuf juga pulang kan besok dari luar kota?"

"Iya ma, mas Yusuf pulang kok,"

"Syukurlah kalau begitu. Mama tutup dulu ya telpon nya. Jaga diri dan kandungan mu ya Mel. Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam. Pasti ma,"

Panggilan dengan mertuanya terputus. Melinda pun memutuskan untuk pergi ke kamar orangtuanya.

***

Melinda mengetuk pintu kamar orangtuanya tapi tak ada sahutan. Jadi ia memutuskan untuk segera masuk. Melinda mengedarkan pandangan tapi tak melihat orangtuanya disana tapi pintu balkon tebuka. Karna penasaran Melinda pun melangkah ke arah balkon.

"Pantas gak ada sahutan, ternyata ibu sama bapak sedang bersantai disini rupa," ucap Melinda mengagetkan orangtuanya.

"Astaga Mel, kalau masuk itu kasih salam bukan ngagetin begini,"

"Hehe maaf bu. Abisnya dari tadi ketuk pintu gak ada yang bukain. Saat masuk ke kamar juga gak ada orang. Eh gak tau nya lagi berduaan disini," kekeh Melinda menggoda orangtuanya.

Bu Marisha jadi salah tingkah digoda sama putrinya sendiri, "Udah ah masa orangtua di godain begitu, gak baik Mel. Oh iya kamu ngapai kemari?"

"Cie-cie muka ibu merah tuh."

Bu Marisha mendelik menatap purtinya.

"Ahh iya maaf bu sultan. Melin mau ngasih tau kalau besok mertua Melin pulang umrah," ucap Melinda duduk disamping bu Marisha sambil bergelanjut manja dipaha perempuan paruh baya itu. Meski tak bisa dikatakan muda lagi, tapi tetap bu Marisha tetap di usianya yang sekarang.

"Kenapa baru cerita sekarang Mel?" tanya bapak Kusuma menimpali.

"Hehe abisnya Melin lupa kalau besok tanggal 20 pak," ucap Melin sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.

"Kalau tanggal satu aja kamu ingat mulu," sindir ibu Marisha.

"Tau aja ibu nih. Mungkin karna mertua ku lagi gak ada dirumah makanya mbak Santi dan yang lainnya memperlakukan begitu ya bu?"

Ibu Marisha mengangkat kedua bahunya, "Maybe so Mel. Mereka itu aneh loh menurut ibu, Santi dan Yusuf berbeda 180 derajat."

"Si ibu sok-sokan pakai bahasa Inggris segala. Wong tinggalnya di kampung juga. Yang sifat manusia kan memang berbeda bu, gak ada yang sama,"

"Kamu lupa Mel, ibu kan blasteran. Hanya karna cinta sama bapakmu jadi ibu mau tinggal di kampung,"

"Sultan mah bebas," kekeh Melinda.

"Udah ah jangan ribut! Tapi bapak setuju loh Melinda, manusia itu tak ada yang sama sifatnya meskipun mengalir darah yang sama dinadi nya. Wong Tasya dan Nasya aja beda, padahal mereka kembar loh," ucap pak Kusuma membicarakan keponakannya, Tasya sangat lemah lembut sedangkan Nasya Masyaallah angkuhnya tak ketulungan.

Ibu Marisha mengaguk membenarkan ucapan suaminya. Baru Melinda mau ikut menimpali, dering ponsel menghentikan nya.

Ternyata Yusuf suaminya lah yang menelpon.

"Dek kamu shareloc ya. Sebentar lagi mas menuju bandara." ucap Yusuf saat telpon terhubung.

"Oke mas. Apa pekerjaanmu bisa langsung ditinggalkan?"

"Disini juga mas gak akan fokus bekerja. Udah dulu ya dek, mas mau check in dulu. Nanti mas hubungi lagi begitu sampai di Jakarta,"

"Iya mas, hati-hati dijalan,"

Begitu telpon terputus, ibu Marisha langsung bertanya, "Bagaimana Mel, apakah Yusuf akan pulang hari ini juga?"

Melinda mengaguk, "Iya bu. Mas Yusuf berhasil mendapatkan penerbangan sore ini,"

Bapak Kusuma menyerngit heran, "Loh kok pakai pesawat, memangnya Yusuf bekerja dimana?"

Bersambang...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 102

    Keluarga Yusuf turun dari mobil. Mereka berdecak kagum saat melihat dekorasi pernikahan Melinda kali ini. Sangat berbeda saat pernikahannya dengan Yusuf.Hati Santi berdenyut nyeri kembali, ketika awal mula dia merendahkan Melinda. Hanya karna memakai daster dan menggelar pernikahan dengan sederhana. Dia lalu memperlakukan Melinda seperti Upik Abu yang ternyata adalah seorang Sultan.Mereka langsung mengisi buku tamu, bahkan terpampang banyak papan ucapan dan buket bunga membuat mereka semakin kagum.Saat melihat dekorasi yang begitu bagus, kepala Dina langsung travelling. Dia menduga-duga berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Rio dan Melinda untuk dekorasi ini. Sungguh dia merasa lucu karna sempat ingin bersaing kekayaan dengan Melinda dulu.Mata Yusuf melirik ke sebuah foto besar yang di sebut foto prewedding. Foto itu sepertinya diambil di sebuah pantai. Tiba-tiba Yusuf teringat saat dia menelantarkan mantan istrinya itu."Lihat itu!" bisik Dina pada Yuda. Yuda langsung melirik k

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 101

    Kolega dan rekan bisnis juga datang berganti, mereka tak sabar ingin mengucapkan selamat kepada Melinda dan Rio.Sakti juga menjadi tamu terhormat disana, sebab dia salah satu pengusaha muda yang sukses. Banyak kaum hawa yang ingin mendekatinya."Samperin! Lamar!" ucap Rio kepada Sakti, sedangkan Melinda sedang berganti pakaian untuk melanjutkan sesi resepsi."Kamu ngomong sama aku?" tanya Sakti seraya menunjuk ke arah hidungnya."Bukan! Sama bujang tua yang gak laku!" ketus Rio membuat Sakti semakin melotot."Mentang-mentang sudah laku. Hemm, ingat! Apa yang kamu dapat sekarang juga ikut andil diriku!" angkuh Sakti seraya menyilangkan kedua tangannya di dada."Haha, sumpah idemu gak guna, Bro! Yang ada, aku seperti ABG labil!" kekeh Rio membuat Sakti menyatukan kedua alisnya."Aku berhasil karna cara ku sendiri, Sakti. Perempuan itu susah di tebak maunya. Makanya ku paksa saja!" ucap Rio masih tertawa bangga."Dipaksa? Yang ada dia ilfeel!""Jangan banyak mikir, sana buruan samperin!

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 100

    Melinda sedang di rias oleh tim MUA, Marisha dan Maida pun begitu. Di bagian dapur juga hidangan sudah siap. Dan di depan meja sudah tertata rapi. Hampir sembilan puluh persen semuanya selesai, hanya menunggu kedatangan pengantin laki-lakinya saja lagi."Done!" ucap Sesea yang merias wajah Melinda."Cantik sekali kamu!" kata Sesea tersenyum bangga dengan hasil karyanya menyulap wajah Melinda menjadi makin cantik.Asistennya pun ikut tersenyum melihat bos nya sudah selesai berkarya.Maida juga tersenyum puas saat melihat Melinda yang memang benaran sangat cantik sekali. Riasan Melinda memang sangat berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat natural dan cantik. Maklum saja yang meriasnya adalah perias para kalangan artis. Tarif jasa untuk merekuitnya pun cukup mahal. Tapi tidak untuk Melinda dan Rio. Mereka hanya menggunakan uang saku sehari saja untuk meminta jasa Sesea.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan Melinda sudah siap dengan kebaya putih dengan dandanan adat Sunda. Ba

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 99

    Resa keluar kamarnya setelah selesai mandi, dia menuju kamar Rio. Perlahan tangan nya mengetuk pintu, namun hingga ketukan pintu yang kesekian kali tak ada jawaban juga.Resa meraih hendle pintu dan membuka pintu kamar. Nampak di dalam kamar masih gelap dan tidak ada aktivitas apapun. Itu menandakan sang penghuni kamar masih terlelap.Sebuah selimut tebal masih teronggok di atas kasur. Resa meraba selimut itu dan menyingkapnya sedikit.Sang cucu tercinta yang akan melaksanakan akad nikah hari ini, ternyata masih terbuai dalam alam mimpi. Resa tersenyum seraya menatap wajah tenang Rio yang masih menutup mata dengan sempurna."Hari ini kamu mau menikah, padahal baru kemarin rasanya Oma menggendongmu," ucapnya pelan seraya tangan Resa membelai wajah Rio.Rio tiba-tiba membuka mata dan terkejut saat mendapati neneknya sudah duduk di sampingnya."Oma?" ucap Rio seraya mengerjapkan mata, terlihat Resa tersenyum ke arahnya. Sejak dulu, Rio memang jarang menyusahkannya. Berbeda dengan Reza.

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 98

    Hari ini Rio dan Melinda melakukan foto prewedding di pantai. Mereka sudah menginap sejak semalam. Dan pagi ini sebelum matahari menampakkan sinarnya. Melinda sudah siap di dandani oleh tim MUA.Sesi foto pertama, Melinda mengenakan dress berwarna maron hingga menyentuh mata kakinya. Dengan meneteng topi e di tangannya. Sedangkan Rio mengenakan baju dan celena pendek yang senada dengan baju Melinda. Mereka menggunakan latar hamparan laut yang luas. Dan berpose menghadap ke arah matahari terbit.Kemudian di sesi berikutnya, Melinda mengenakan gaun pernikahan warna gold dan Rio mengenakan kemeja putih dibalut dengan toxido hitam. Kesan mewah dari baju mereka begitu terlihat.Fotografer yang mereka sewa juga berkerja keras dengan totalitas. Berbagai pose dilakukan, bahkan sang fotografer harus tiduran untuk mendapatkan foto terbaik.Pose terbaik adalah saat Melinda dan Rio berada di balik karang yang di hantam oleh ombak, dan airnya menyiprat seperti air terjun. Mereka berpose sangat bag

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 97

    Rio berjalan sembari berkari dari parkiran. Sebab sempat terkena macet tadi saat di jalan menuju rumah sakit. Kini dia terlembat sepuluh menit.Lobby rumah sakit yang ramai juga membuat moodnya berantakan. Karna menghalangi jalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Rio menghembuskan nafas kasar. Karna sudah banyak pasien yang menunggu kedatangannya. Dia langsung mengerjakan tugasnya untuk menangani berbagai keluhan pasiennya. Hingga tiba waktu istirahat, dia melangkah ke kantin rumah sakit untuk mencari secangkir kopi. Dia butuh kafien untuk mengembalikan moodnya.Baru saja melangkah beberapa langkah, tangan nya di cekal oleh seseorang."Yo!""Jelita? Ngapain kamu kesini?" tanya Rio seraya melirik ke arah tangannya yang di cekal oleh Jelita. Perempuan yang menjadi sahabat Rio sejak SMA, dia pernah menyatakan perasaannya pada Rio. Namun Rio tak pernah membalas perasaan Jelita."Aku sengaja kesini!" kata Jelita seraya menatap lekat ke arah Rio."Ngapain? Aku mau ke kantin! Mau

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 96

    Argadana menemui Resa setelah Rio dan Melinda pulang."Bu!" panggil Argadana menghampiri Resa yang masih duduk di ranjang, sama saat Melinda menemuinya tadi."Mau minum jus?" tanya Argadana basa-basi."Nggak! Kamu kesini mau menawari jus atau ada maksud lain?" tanya Resa sudah tahu maksud kedatangan anaknya."Aku eh, au,.." ucap Argadana tergagap."Kamu kalah sama Rio dan Melinda, Arga! Keduanya tidak ada yang takutnya saat bicara dengan ku," ledek Resa."Jadi kapan Rio akan melamar perempuan itu?"Argadana langsung shock ketika mendengar pertanyaan Resa. Dia bahkan tak bisa berkata apa-apa lagi."Kamu kenapa?" tanya Resa menatap heran ke arah anaknya."Aku terkejut karna pertanyaan ibu tadi," jujur Argadana."Kok bisa?"Argadana menggeleng, "Ibu yakin mau menerima Melinda?""Bukankah sudah aku katakan barusan? Apakah harus aku tarik kembali kata-kataku?" sahut Resa kesal."Ti-tidak seperti itu, Bu! Ya, kalau sudah pas, biar Riana yang mengurus semuanya. Aku akan segera bilang padanya

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 95

    Semua orang memuji masakan Melinda. Mereka makan dengan lahap, termasuk Resa. Tapi dia tidak mencibir atau memuji masakan Melinda. Riana yang melihat itu, bersorak gembira sebab calon mantunya selangkah lebih maju. Biasanya Resa selalu mengkritik masakannya dan Gendis jika tidak enak, walaupun hanya kurang tingkat kematangannya sedikit. Namun sekarang, mertuanya itu makan dengan lahap tanpa protes sedikit pun.Setelah makan, semua anggota keluarga Argadana kembali berkumpul di ruang tamu, termasuk Resa. Dia ingin menunjukkan kepada Melinda siapa dirinya."Hmm, Ma, Pa, Oma, dan Tante. Sebenarnya kedatangan Rio membawa Melinda kesini, ingin meminta restu. Agar hubungan ini bukan hanya untuk jalan bersama. Rio minta izin untuk melamar Melinda secepatnya," ucap Rio tegas hanya dengan satu helaan nafas."Kamu itu! Baru aja kenal beberapa hari, sudah sok sokan mau lamaran. Mbok harus di kenali dulu bibit, bebet, dan bobotnya dulu. Kamu kan tahu kita ini siapa, Rio?" sela Resa, dia memotong

  • Sultan Dianggap Upik Abu   Bab. 94

    "Wah ada yang dapat cincin nih! Coba ibu lihat!" celutuk Marisha sudah berdiri di ambang pintu kamar Melinda. Dia langsung masuk untuk memastikan.Melinda menutup wajah dengan sebelah tangan yang tersemat cincin pemberian Rio."Sebentar ibu foto ya!" ujar Marisha mengeluarkan ponsel dari saku dasternya. Dia langsung mengunggah di story Whatshapp nya dengan caption 'Semoga ini pertanda baik' tulisnya.Marisha mengulas pucuk kepala putrinya."Istirahat, Mel. Udah malam ini, jangan liatin cincin itu mulu. Nanti ibu beliin yang lebih banyak kalau mau!" goda Marisha membuat Melinda melongo. Marisha langsung keluar dan menutup pintu kamar anaknya. Melinda melanjutkan mengoles skincare malamnya.***Rio sudah berganti baju dan bersiap untuk tidur. Namun dia lupa menyalakan alrm untuk besok pagi, karna masuk jadwal pagi. Dia membuka whatshapp nya terlebih dahulu. Siapa tahu ada pesan dari Melinda. Rio mendesah pelan karna harapan tak sesuai keinginan.Tapi matanya terpaku pada unggahan story

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status