"Rumah milik Mas Hadi yang di kota buat aku saja. Aku sama mas Surya kan tidak lama lagi akan menikah." Lilis berkata santai seolah tanpa beban. "Lagipula rumah itu tidak jadi dihuni, kan? Mbak Hana juga gak kunjung ditemukan."
Hadi yang saat itu hanya bisa terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan jarum infus menusuk punggung tangan tidak punya daya untuk sekadar menjawab. Dia bahkan tidak memikirkan harta benda milik Hana yang perlahan dialih tangankan.
Keadaan Hadi saat ini cukup mengkhawatirkan. Tubuhnya yang dulu berisi dan gagah--tipikal idola kaum hawa--langsung berubah menjadi kurus. Pipinya semakin tirus, Hadi seolah kehilangan dirinya sendiri. Dia linglung bahkan jarang menjawab setiap kali diajak ibunya bicara.
Pria itu sering menjerit seperti kesetanan, berkali-kali Lilis dan Risma berusaha menenangkan. Namun, selalu berakhir dengan pria itu yang mengamuk. Risma pun terpaksa meminta bantuan dukun kepercayaannya untuk mengguna-guna Hadi agar pelan-pelan bisa melupakan Hana.
Akan tetapi, hal itu berimbas pada mentalnya. Semakin hari Hadi semakin depresi, bahkan sering ketahuan tertawa sendiri, padahal saat itu tidak ada orang yang mengajaknya bicara.
"Lis, apa kamu tidak bisa membicarakan ini nanti saja? Kasihan abangmu." Risma bersuara, wanita itu khawatir dengan keadaan putranya. Semenjak hilangnya Hana, kondisi Hadi semakin parah.
"Aku sudah cukup lama menunggu kita membahas ini, Bu? Lagipula untuk apa rumah itu dibangun jika Mas Hadi tidak menempatinya sama sekali."
"Setidaknya tunggulah saat abangmu sudah bisa dibawa pulang."
Lilis menghela napas lelah mendengar kalimat ibunya. Ambisinya untuk menempati rumah baru milik Hadi semakin menjadi. Lilis sudah lama mengincar rumah tersebut, letaknya cukup strategis, bahkan dekat dengan fasilitas publik yang memudahkannya mengakses banyak hal.
Sebagai putra sulung, Jaya Hadi Kusuma tentu saja memiliki angka kekayaan yang tidak jauh banyak dari milik sang ibu, Dia punya simpanan harta tak terduga. Kapasitas rumahnya juga tak tanggung-tanggung. Lilis bertaruh, Hadi bisa beternak sapi di rumah besarnya tanpa harus mengkhawatirkan lahan.
Pernah beberapa kali dia menemukan nama Hadi tertera di koran berikut beberapa prestasi dan kesuksesan yang telah diraihnya. Jaya Hadi Kusuma lebih dari seorang pembisnis sukses. Mungkin tajuk-tajuk yang menyertakan namanya akan terus bertambah seiring tahun dengan merek dagangnya.
Hadi memiliki bisnis dengan valuasi dan profit tinggi, bergerak di bidang kepemilikan properti yang bisa dijadikan sebuah aset. Baik berupa tanah, bangunan, serta segala sarana yang terdapat di dalamnya sebagai satu kesatuan.
"Nanti kita bicarakan ini lagi, untuk sekarang biarkan abangmu istirahat, dia baru saja minum obat," kata Bu Risma penuh perhatian, selimut yang membungkus tubuh Hadi dia tarik sampai seukuran lekuk leher pria itu.
"Ibu masih saja memanjakan mas Hadi." Lilis bersuara, nadanya setengah menyindir.
Bu Risma melotot, meminta anaknya untuk diam. Tentu saja Hadi adalah anak kesayangannya. Wajah Hadi sangat mirip dengan almarhum suaminya yang tiga tahun lalu meninggal dunia, selama itu pula Hadi lah yang berusaha keras meng-handle semuanya sendiri. Bahkan kalau bukan karena kerja kerasnya, mereka mungkin sudah jatuh bangkrut.
"Kamu pun harus berterima kasih padanya, tanpa Hadi, kamu mungkin tidak akan bisa memiliki Surya."
Lilis berdecih, sang ibu membalikan ucapannya. Memang benar, Hadi lah yang memperkenalkan Lilis dengan pria keturunan bangsawan itu. Sejak pertama kali bertemu, Lilis sudah jatuh cinta padanya. Sejak saat itu mereka mulai dekat dan sering bertemu.
Akan tetapi, kedekatan tersebut tentu saja semakin lama semakin aneh. Surya tidak lagi melirik padanya, tapi pada Hana. Sejak saat itu Lilis menyadari bahwa Surya diam-diam menyukai Hana. Amarah gadis itu pun tidak bisa dibendung. Itulah cikal bakal iblis bersarang dalam hatinya.
Lilis dan Risma keluar dari kamar tempat Hadi dirawat. Hadi yang semula terpejam langsung membuka mata ketika dirasanya angin kencang menerpa wajah. Namun, hawanya terasa aneh.
Saat angin kencang tadi datang, dia mencium aroma Hana. Dia merasa Hana begitu dekat dengannya. Tapi sungguh, Hadi tak ingin berpikir demikian. Dia masih berharap sang istri tetap hidup, bahkan jika desas-desus itu benar, Hana lari bersama pria lain, Hadi tak mempermasalahkan. Dia hanya berharap istrinya itu tetap hidup.
****
"Mampus sudah!" rutuk salah satu pria siang itu ketika dia pergi ke ladang untuk memeriksa kebun tomat.
Di depannya beberapa tanaman tomat yang baru berumur 1,5 bulan tersebut diserang hama hingga menyebabkan tomatnya membusuk.
"Hama-hama sialan!" umpatnya lagi. Cukup keras hingga membuat petani lainnya menghampiri.
"Aya naon, Jang?"
"Kacau ini. Tomat-tomat yang siap panen terserang hama. Kumaha atuh?"
Para petani itu terkejut saat mendapati tanaman tomat banyak yang rusak, buahnya langsung membusuk dan sebagian hancur. Beberapa pohonnya pun mati.
Kebun tomat hampir 10 hektare itu nyaris gagal panen. Dalam kondisi normal, para petani biasanya rata-rata memanen sebanyak 30 ton per haktare, kalau wabah ini menyerang dalam jumlah banyak, mungkin hasil panen akan turun drastis.
Itu lebih menakutkan, Selain itu, saat ini petani juga belum mengetahui hama apa yang menyerang tanaman tomat ini, padahal petani secara rutin memberikan obat dan pestisida untuk menjaga dari serangan hama.
Petani itu mengatakan kerugian akibat gagal panen ini mencapai 25 juta untuk 3,5 hektare lahan. Adapun biaya produksi satu pohon membutuhkan anggaran mencapai 4 ribu. Mereka semua binging dan sibuk memikirkan jalan Aaar kerugian tidak bertambah besar.
"Mungkin karena hujan terus-menerus tanaman jadi jelek," kata salah satu petani ikut menambahkan.
"Ya, tapi masa yang kena cuma bagian yang sebentar lagi dipanen. Rugi atuh coba."
Para petani sudah berupaya mengurangi serangan hama penyakit tersebut dengan cara memberikan pestisida dua kali lipat. Tapi upaya itu belum membuahkan hasil maksimal. Tak hanya tomat, ada juga tanaman lain seperti cabai, cabai rawit, kubis, dan timun yang terserang penyakit ini.
"Gagal panen lah kita, juragan bakal marah kalau tahu hasil panennya membusuk begini."
"Hasil panennya tidak akan banyak kalau begitu."
Para petani yang ada di sana ikut-ikutan bingung, padahal mereka sudah semaksimal mungkin merawat tanaman tersebut agar bisa tumbuh dengan baik. Saat waktunya panen tiba sebagian malah membusuk. Cukup aneh memang.
"Terus kumaha atuh? Kita lapor ke Bu Risma?"
"Kalau kita melapor, bukan hanya tanaman tomat ini yang mati, tapi kita semua yang bakalan mati di tangannya."
Para petani tersebut berdebat mengenai lapor atau tidak soal kejadian itu. Namun, mereka takut akan dipecat atau tak diupah. Para petani tersebut sepakat untuk tidak melapor, mereka memilih bungkam dan memanen tanaman tomat yang bagus-bagus saja.
Dari kejauhan, Hana memperhatikan para petani yang kalang kabut, seringai tergambar jelas di bibirnya. Tidak lama kemudian dia berlalu, masuk ke dalam hutan yang gelap tanpa diketahui oleh siapa pun.
"Sebaiknya kau mati saja sejak dulu.""Hentikan! Semua bukan salahmu!""Aku akan membalas rasa sakit yang kurasakan selama ini."Hadi langsung terlonjak dari tidurnya ketika mimpi buruk itu kembali datang. Napasnya memburu. Rasanya seperti habis berlari puluhan kilo.Dua tahun sudah berlalu, tapi mimpi-mimpi buruk itu masih selalu mengganggunya setiap malam.Mimpinya selalu sama; sosok bertudung di tengah-tengah hutan, kobaran api yang entah berasal dari mana, serta suara-suara menakutkan yang bergema di alam bawah sadarnya. Ini bukan pertama kalinya Hadi bermimpi demikian, rasanya seperti kenyataan. Tempatnya pun sangat tidak asing, dia familiar. Namun, dia tidak ingat. Setiap kali Hadi berusaha mengingat, kepalanya selalu sakit.Keringat dingin membasahi pelipis, Hadi menghela napas dan melihat jam dinding baru menunjukkan pukul dua dini hari. Padahal dia baru tidur pukul sebelas malam."Sial, aku tak bisa tidur lagi." Hadi mengacak rambut frustrasi.Setiap kali Hadi terbangun di t
Perempuan bernama Ratna itu masih memperhatikan Hadi, seolah tengah menunggu jawaban. ''Bagaimana menurutmu?"Hadi sampai bingung harus menjawab apa. Mereka baru saja berkenalan beberapa saat yang lalu dan Ratna tiba-tiba saja mengajaknya menikah.Dia jelas belum tahu seperti apa sifat asli wanita itu, mana mungkin Hadi langsung menerima begitu saja. Secara fisik mungkin dia memang cantik, tapi Hadi bukanlah pria yang meletakkan fisik di atas segalanya."Bagaimana?" tanya Ratna lagi diiringi senyum manisnya, dia menatap Hadi dengan serius."Ah, saya ...." Hadi bingung sendiri. "Maaf, sepertinya ini terlalu cepat. Jujur saja, saya belum memikirkan soal pernikahan. Saya bersedia dikenalkan denganmu demi menghargai sahabat saya tentunya."Mendengar jawaban Hadi yang langsung to the point, Ratna hanya terkekeh, dia mengerti kalau pria itu sedang tak siap memberinya jawaban.''Jadi, maksudmu pertemuan ini atas dasar rasa iba pada sahabatmu, dan kamu tidak bermaksud untuk memperpanjang ke
"Siapa di sana?"Hadi semakin mendekat, dia berusaha memeriksa siapa perempuan yang tengah bersembunyi di balik pohon itu. Dia hanya bisa melihatnya dari luar hutan karena tidak memungkinkan jika dia harus masuk ke dalam sana.Perempuan bertudung merah itu sempat memperhatikan Hadi. Namun, dia cepat-cepat bersembunyi. Seolah tak ingin keberadaannya diketahui oleh siapa pun, termasuk oleh pria itu."Apakah Anda tersesat di hutan ini? Mau saya bantu untuk keluar?" Hening, tak ada jawaban.Hadi malah menawarkan bantuan. Padahal dia tidak yakin orang yang bersembunyi di hutan tersebut adalah manusia, bisa saja dia manusia jadi-jadian bukan orang betulan."Jangan ke mana-mana, aku akan mengeluarkanmu dari sana!"Pandangan Hadi berkeliling memindai. Entah mengapa dia merasa orang yang berada di balik pohon itu tengah menantikan bantuannya. Hadi menatap semak-semak yang bergerak-gerak lalu terdiam kala ditatapnya. Pikirannya memerintah agar dia tak maju, tetapi kakinya begitu saja melangka
Dua tahun kemudian.Sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan sebuah rumah besar bergaya eropa. Sang empunya turun dari mobil seraya memperbaiki penampilam sebelum melangkah masuk ke dalam rumah.Rumah tersebut ramai oleh warga desa dan juga orang-orang penting. Hari ini sang tuan rumah tengah mengadakan pesta yang meriah sebagai bentuk syukuran atas kesuksesannya mendirikan sebuah sekolah di desa Cileuwi.Semua warga bebas makan sepuasnya dan menikmati pertunjukan musik yang tampil di acara tersebut. Semuanya larut dalam kebahagiaan."Wah, ada kepala sekolah baru. Apa kabar, Pak?" Surya dengan nada meledek langsung mendekati Hadi yang saat itu tengah berdiri di tengah-tengah keramaian, menyapa semua tamu yang hadir.Kedua sahabat itu saling berpelukan, Surya mengucapkan selamat. Keduanya berangkulan erat, setelah dua tahun melalui masa-masa sulit, mereka akhirnya bertemu juga di puncak kejayaan.Hadi tersenyum jenaka. Usai tragedi kelam hari itu, Hadi seolah memulai kehidupan
Hadi baru terbangun saat pagi menjelang dengan tubuh lelah luar biasa. Setelah tubuhnya diobati oleh Hana dia pingsan selama dua hari, Hadi sempat bertanya-tanya apa yang sudah terjadi di rumah tersebut, dan kenapa kepalanya sakit.Surya tidak banyak kata, Hana benar-benar sudah mengambil separuh ingatan Hadi. Pria itu tak bisa mengingat istrinya sama sekali.Meskipun begitu, Hadi selalu merasa ada yang hilang dalam dirinya. Tapi, entah apa itu, dia benar-benar tak bisa mengingat Hana. Tiba-tiba ada rasa sesak dalam hatinya, tetapi Hadi sendiri tak tahu mengapa.Hadi memandang Surya, dan Diana yang tengah berada di hadapannya. Meja bertaplak putih itu dipenuhi makanan. Mereka tengah merayakan kesembuhan Hadi.Dari semua kegembiraan itu, entah mengapa hatinya terasa kosong. Sangat kosong dan Hadi tak tahu apa penyebabnya. Lalu, sekarang hatinya tiba-tiba sakit juga cemas. Namun, dia sendiri tak tahu siapa atau apa yang dicemaskannya. Surya menoleh dan melihat sahabatnya tampak seperti
"Mas Hadi, kamu di mana?" Hana kembali ke hutan, dan terkejut saat tak mendapati seorang pun di sana. Tubuh Hadi yang semula tergeletak di antara puing-puing kekacauan itu pun menghilang, Hana jadi cemas, ke mana pria itu pergi?Nyai Ningrum juga tak berada di sana lagi, Hana jadi cemas, apakah Nyai membawa pergi suaminya? Tidak mungkin."Mas Hadi! Kamu ke mana, Mas?"Mustahil rasanya kalau Hadi pergi begitu saja dari dalam hutan, keadaannya saja sudah sangat lemah dan memprihatinkan. Hadi harus segera diobati sebelum kekuatan dari Nyai Dasimah semakin menggerogoti tubuhnya dari dalam.Hana keluar dari dalam hutan, dia bergegas kembali ke rumah pria itu untuk memeriksa, mungkin Hadi dibawa pulang oleh seseorang."Mas Hadi, bertahanlah. Kau akan hidup kembali!" katanya di tengah kecemasan yang melanda.Sementara itu, Surya dan Diana sibuk mengobati luka di tubuh Hadi, baju Hadi yang basah oleh darah segera dibersihkan, Surya terkejut saat melihat bekas terbakar lumayan besar di dadany