Share

PART 3 - The Aftertaste

“People come and go in our life. In the end, life is basically about the meeting and one step closer to farewell.”

________

Arthemis menatap kosong hamparan rumput taman rumah sakit. Berita tentang mengenai dirinya yang sudah terbangun dari koma telah tersebar. Semua penggemar Arthemis menantikan dirinya kembali ke dunia hiburan. Tetapi, Arthemis tidak bersemangat akan hal itu. Seharusnya ia senang seperti biasanya. 

Namun, kejadian beberapa waktu yang lalu memang tidak bisa diabaikan dan dilupakan begitu saja. Kejadian yang menimpanya belakangan ini membuat Arthemis begitu terguncang. Arthemis ingin rehat sejenak meskipun ia sangat ingin bermain peran kembali. 

Netra coklat wanita itu menatap kedua kakinya yang tergantung di atas ayunan taman rumah sakit. Dada Arthemis kembali terasa terhimpit ketika mengingat kakinya pernah mengalami cidera serius karena kecalakaan di olimpiade pole dance. 

Kecelakaan itu terjadi bukan karena hal yang tak disengaja, namun apa yang menimpa Arthemis adalah murni dari sabotase seseorang yang merusak tiang pole dance-nya. Hal itu sudah cukup membuat Arthemis menderita. Namun, bagian yang paling menyakitkan dari itu semua adalah fakta bahwa orang yang sengaja menyabotase tiang pole dance-nya adalah Steven—Kekasihnya sendiri. 

Dari sana Arthemis mengetahui bahwa Steven mengkhianatinya hanya untuk selingkuhannya—Candice. Wanita itu adalah teman satu sekolah Arthemis saat Senior High School. Mereka berdua adalah atlet pole dance yang sama-sama saling bersaing. Namun, Arthemis tak pernah berpikir bahwa Candice akan melakukan cara kotor untuk mengalahkannya dengan memanfaatkan Steven.

Akhirnya, saat itu Arthemis memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Steven, walau sejujurnya wanita itu masih mencintai pria itu.

Belum lama dari itu berita mengenai putusnya hubungan Candice dan Steven terdengar hingga ke telinganya, Arthemis senang bukan main. Dia berpikir ia dan Steven bisa kembali seperti dulu, dan memperbaiki hubungan mereka. Steven mendatanginya dan bercerita bahwa hubungannya dengan Candice benar-benar telah berakhir. Arthemis mempercayai itu dan menyetujui untuk berusaha membangun kembali hubungan mereka. 

Ternyata, hubungan yang Arthemis harapakan tidak sesuai dengan kenyataannya, Candice menggila mendengarnya kembali dengan Steven. Dan dengan nekat, wanita itu menabrak mobilnya hingga jatuh terbalik dari atas tebing pesisir pantai California setelah sebelumnya menabrak pembatas jalan. Arthemis hampir saja tewas jika saja pengunjung pantai tidak cepat mengeluarkannya dari mobil yang meledak sedetik kemudian karena kebocoran bensin. 

Satu titik air matanya kembali terjatuh. Setelah ia harus melupakan mimpinya untuk berkarir menjadi atlet pole dance, sekarang ia harus merelakan Steven—Melupakan pria itu, dan membuang perasaannya jauh-jauh. 

Namun sekali lagi, Arthemis tidak yakin ia bisa melupakan perasaannya. Apa yang dilakukan Steven menyisakan rasa yang tak mungkin hilang dengan cepat di dada Arthemis. Pria itu berhasil menarik-ulur perasaannya. Steven berhasil membuatnya jatuh cinta hingga terlalu dalam, namun pria itu juga yang berhasil membuatnya terhempas dengan segala luka yang menganga. 

Arthemis terisak, Steven tahu bagaimana caranya membuat Arthemis menangis hanya dengan memikirkan pria itu. Arthemis tak bisa menampik bahwa hanya karena mata sebiru lautannya itulah yang membuat Arthemis kembali terjatuh lagi, lagi dan lagi. Pria itu sungguh brengsek. Datang kepada Arthemis dengan membawa janji lalu pergi begitu saja meninggalkan luka. 

Arthemis mengakui bahwa ia memang payah dalam hal cinta. Namun, satu hal yang ia tahu; perasaannya tak bisa diremehkan, Arthemis adalah wanita yang setia.

Jauh di balik wajahnya yang ceria, Arthemis begitu rapuh dan terluka. Wanita itu tidak pantas mendapatkan pengkhianatan. Arthemis tidak tahu dosa apalagi yang telah ia perbuat sehingga ia terus merasakan kepelikan yang seperti ini. 

Arthemis lemas, wanita itu menjatuhkan dirinya dari bangku ayunan taman. Wanita itu tidak peduli jika beberapa pasang mata yang ada di sana menatapnya. Bahkan saat orang-orang itu mulai pergi saat guntur mulai terdengar dan kilat petir di atas langit terlihat, Arthemis tidak peduli.

Wanita itu enggan beranjak hanya karena angin berembus kencang dan rintik hujan mulai jatuh membasahi tanah. Arthemis tetap bergeming dengan tubuhnya yang bergetar. Wanita itu terus menangis kencang.

Seolah mengerti perasaannya, hujan itu terus bertambah deras, angin semakin bertambah kencang, petir dan guntur bersautan di atas sana.

Wanita itu tak kunjung meredakan tangisnya bahkan disaat seseorang menarik Arthemis dan menopangnya untuk berdiri. Gadis itu tidak memperhatikan siapa orang yang menariknya. Namun dari harum pakaian yang dibalut sneli putihnya, Arthemis tahu; orang itu adalah Dimitri—Dokter yang merawatnya koma selama ini. 

Tanpa berpikir panjang, Arthemis menarik lengan Dimitri dan memeluk tubuh tinggi tegapnya dengan sangat erat, membuat payung yang berada di genggaman pria itu terjatuh dan terbawa dengan angin hujan yang kencang. Seketika, pakaian Dimitri pun basah kuyup seperti Arthemis. Namun, bukannya bergegas menjauh dan membawa Arthemis pergi, ia justru bergeming dengan tubuh Arthemis yang memeluknya erat. 

"It's okay Arthemis, I'm here…." bisiknya. 

"Apa mungkin lebih baik jika aku tidak pernah terbangun lagi? Katakan padaku!" Arthemis meraung dalam pelukannya. 

Perlahan, Dimitri menurunkan pandangannya pada Arthemis yang menangis kencang di dadanya. Tangan dokter itu perlahan terangkat, dan ia membalas pelukan Arthemis tak kalah erat. 

Di bawah mendungnya langit dan hujan deras, pria itu berusaha menyalurkan rasa peduli dan kehangatannya pada Arthemis. Berharap jika dengan begini, ia bisa meringankan sedikit saja rasa sakit yang diderita wanita yang ada di pelukannya. 

_____

"Jika Arthemis demam, atau jika ada gejala lainnya, hubungi aku atau suster untuk menanganinya. Sekali lagi, aku mohon maaf," ucap Dimitri. Dokter itu telah selesai memeriksa Arthemis setelah kejadian tadi sore. 

Saat Dimitri menggendong Arthemis dari taman dalam keadaan mereka yang basah kuyup, mereka berdua berpapasan dengan Aphrodite dan Jeremy yang hendak ke kamar Arthemis. Aphrodite memarahinya habis-habisan karena membiarkan Arthemis hujan-hujanan. Lalu setelahnya, gadis itu mengusirnya pergi dan mengganti baju Arthemis yang basah. 

"Pastikan Arthemis makan malam dan meminum obatnya," ucap dokter itu sekali lagi sebelum pergi. Aphrodite hanya mendengkus dan memalingkan matanya ke arah lain. Gadis itu entah mengapa tidak menyukai Dimitri dan kehadirannya. Sedang Arthemis hanya diam memandang punggung Dimitri yang kian menjauh dari tempat tidurnya. Wanita itu hanya memikirian beberapa alasan mengapa Dimitri begitu memperdulikannya. Arthemis merasa perhatian Dimitri berbeda dari seperti yang seharusnya. 

Arthemis tersadar saat ia kembali mendengar Aphrodite yang kembali mengomel. "Arthemis kau tidak mendengarkanku? Kalau kau kembali membuatku khawatir, aku tidak akan mau menjengukmu lagi!" sentak gadis itu. Meskipun Aphrodite mengomel, Arthemis tahu bahwa gadis itu sangat memedulikannya lebih dari siapapun selain Jeremy. 

Arthemis hanya terkekeh dan menarik tangan gadis itu dan menggenggamnya. "Ah, sudahlah… Jangan merajuk. Kau lihat, aku tidak apa-apa 'kan?" Wanita itu tersenyum manis untuk menghibur Aphrodite.

Gadis itu hanya mendengkus, namun tak lama dari itu, seulas senyum terbit dari wajah cantiknya. Aphrodite tidak bisa membuat Arthemis memohon seperti itu kepadanya. 

"Ah iya, Jeremy membawakan cheese cake pesananmu. Benar begitu bukan, Jem?" ucap Aphrodite sembari menoleh ke arah pria itu. Jeremy berjalan ke belakang dan mengulurkan tangannya ke arah sofa di mana ia menaruh cheese cake pesanan Arthemis. 

Pria itu mendekat sembari mengulurkan paper bag kecil dengan nama brand toko kue di depannya. 

"Ini kubawakan sesuai pesananmu. Di dalamnya juga ada cookies kesukaanmu, tambahan dari Matilda. Wanita itu merindukanmu berkunjung ke toko, " ucap pria itu. 

Dengan kasar, Arthemis menerima paper bag itu dan menatap Jeremy garang, "Ke mana saja kau baru menjengukku? Apakah menjadi Bos terlalu sibuk, huh?" sindirnya dengan ketus. 

Jeremy hanya tertawa kecil dan mendekat sembari memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana. "Oh, sekarang kau yang merajuk setelah Aphrodite?" Pria itu terkekeh. "Kalian memang sangat pas menjadi Kakak-Adik, bukan begitu, Aph?" Jeremy melirik Aphrodite dengan sebelah alisnya yang naik. Pria itu menyeringai menggoda Arthemis.

Wanita itu gemas dan melempari Jeremy salah satu bantalnya, "Ish! Seharusnya kau menghiburku, Jem! Bukan malah menggodaku," gerutu Arthemis sembari tetap melempari Jeremy dengan bantal lainnya—yang sialnya kembali ditangkap dengan tepat oleh Jeremy. 

"Oh c'mon, kemarilah," ucap Jeremy sembari melebarkan tangannya untuk memeluk Arthemis. Wanita itu tidak menolak. Namun sebelum itu, Arthemis memukul lengan Jeremy kencang. 

"Kau membuatku kesal tahu! Bahkan saat aku sadar kau tidak ada, benar-benar!" 

Walau bibir Arthemis mengomel, wanita itu tetap membalas pelukan hangat Jeremy. Pria itu kembali terkekeh di tengah pelukan mereka sebelum melepaskannya. 

Arthemis kembali memukul lengan Jeremy, wanita itu berkata, "Seharusnya kau memebelikanku kue yang banyak! Bukan hanya satu seperti ini," ucap wanita itu sembari mengangkat satu paper bag kecil ke hadapan Jeremy dengan jengkel. 

Pria itu hanya menggeleng, lalu mengacak rambut Arthemis—yang ditanggapi decakan kesal dari wanita itu. Dagunya ia arahkan ke arah lantai dekat sofa belakang Aphrodite, Arthemis menoleh dan memiringkan tubuhnya untuk melihat ke arah belakang adiknya. 

Wanita itu semakin memiringkan kepalanya dan seketika bibirnya terbuka ketika mendapati banyak paper bag yang sama dengan yang ada di genggamannya. Arthemis menatap Jeremy seolah berkata, "Apa kau benar-benar menganggap perkataanku serius?" 

Jeremy hanya mengedikkan bahunya dengan Aphrodite. Arthemis melirik ke arah keduanya dengan senyum semringah dan ketiganya pun hanya tertawa. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status