“Akhirnya, weekend telah tiba. Rasanya lega banget bisa refresh otak dulu,” ucap Angi yang merasa lelah dengan kegiatan kantor. Angi pun bisa menghela nafas lega karena anak perempuan itu sudah tidak mengikutinya lagi. Ia tenang di alamnya.
“Oiya, mas. Kamu ada waktu gak hari ini?”
”Emangnya mau kemana? Tumben.”
“Bantu aku cari kosan baru yuk!”
”Gak perlu kosan baru, Ngi. Disini emng kurang cukup ya?”
“Aku gak enak, mas. Masa numpang terus sama kamu.”
”Kamu kaya gak kenal aku aja, Ngi.”
”Aku hanya butuh privasi sih, mas. Karena kita punya keperluan berbeda. Lagian kita bukan suami istri!”
”Kalau gitu kita nikah aja?”
”Ngaco kamu!” Angi tersenyum mendengar celoteh Adhimas yang ga mungkin bisa terjadi.
“Kamu suka kan sama aku?” Canda Adhimas pada Angi yang lugu.
“Hmmm…..,” wajah Angi memerah dan tak bisa menjawab pertanyaan Adhimas. “Iiihhh apaan si kamu!. Aku anggap kamu seperti kakakku sendiri.”<
Di sisi lain, dari arah berlawanan, ada seseorang yang memerhatikan Angi dan Adhimas. Ia bersembunyi di balik pagar tembok. Ia menyunggingkan senyumnya sambil menggigit setangkai rumput. Tatapan matanya tajam seakan ingin menerkam dari jauh. Kulit sawo matang dengan rambut panjang terurai. Sesekali suaranya terdengar menggeram.Saat Angi dan Adhimas menggotong koper masuk ke kamar, Angi tak sengaja mendengar suara gesekan sendal. Ia menoleh kesana kemari namun ia tak meliaht siapapun. Tak ada penghuni yang keluar satupun.”Kenapa, Ngi?” tanya Adhimas.”Kamu barusan denger gak?””Denger apaan?””Suara kaki.””Gak ada apa-apa kok,” ucap Adhimas sambil memandangi sekitar. ”Yauda, yuk. Cepet masuk. Berat nih!””Sorry! Hehee.”Adhimas dan Angi mulai sibuk menata barang-barang Angi di kosan. Ruangan kamar yang cukup luas dan sudah difasilitasi dengan
Adhimas dan Angi mulai sibuk menata barang-barang Angi di kosan. Ruangan kamar yang cukup luas dan sudah difasilitasi dengan kamar mandi, tempat tidur, AC dan WIFI.Yang kurang dari kosan ini adalah tidak disediakan lemari baju. Untung saja, Angi sudah mempersiapkan lemari siap pakai yang bisa dibongkar pasang.”Akhirnya, beres juga nih, mas. Makasih yaa bantuannya.””Any time. Gimana kalau pesen go food? Lumayan menguras tenaga nih.””Boleh. Mau pesan apa?””Apa aja deh. Yang penting bikin kenyang dan haus hilang.”“Oke.”Mereka berada di dalam kamar hampir seharian karena kelelahan. Setelah makan mereka beristirahat dan akhirnya tertidur. Hingga akhirnya, waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore. Adhimas yang terlelap tiba-tiba terbangun karena suara kentongan es cendol yang sedang melewati indekos.”Ya ampun, udah sore ternyata. Aku harus segera kembali ke apart
”Tumben, Ngi, datengnya siang,” ucap Ben pada Angi yang sedikit lagi terlambat. “Iya, nih. Hari ini berangkat dari tempat berbeda. Jadi agak lama di jalannya,” Jawab Angi. “Oh, iya, Ngi. Hari ini kita persiapkan berkas untuk Job Expo di Mall Metropolitan Bekasi. Kita buka rekrutmen untuk front office.” ”Baik, Ben.” Kegiatan di Job Expo ini sangat menguras tenaga dan konsentrasi Angi. Kegiatan ini juga menyita waktu Angi untuk menambah jam kerjanya dan pulang lebih malam. Angi memang sengaja meminta Adhimas agar tidak selalu antar jemput dirinya yang kini sudah memiliki indekos baru. Hal ini juga karena lokasi indekos dan kantor yang tidak terlalu jauh sehingga Adhimas tidak terlalu cemas. Namun, untuk malam ini. Stalker itu hadir kembali. Ia sudah menunggu kedatangan Angi di persimpangan jalan. Ia memposisikan dirinya berdiri di belakang sebuah gardu listrik. Gardu yang terletak di sisi sebuah supermarket membuat suasana tidak terl
Stalker itu mengikuti Angi. Namun, ia memandangi dari jarak jauh. Ia tak tak suka keramaian. Ia tak suka matahari. Ia kembali ke halte sebelumnya dan kembali pulang untuk mengatur rencana selanjutnya. Kali ini rencananya tidak boleh gagal. Ia harus bisa membawa wanita di kamar 03 itu ke tempat persembunyiannya. Tidak akan wanita yang bisa menolak jika sudah berada di rumah itu. * Pukul 05.00 sore. Jadwal pulang ngantor para karyawan. Pada hari ini, kebetulan, tidak ada lembur kerja. Angi dan Ben bisa pulang tepat waktu. Job Expo sudah berakhir dan pekerjaan selanjutnya adalah interview para calon karyawan. Jadwal interview ini akan di lakukan minggu depan. Jadi, weekend ini, Angi bisa berlibur. Seperti biasa, Angi mengendarai busway, salah satu transportasi yang termudah untuk sampai ke indekosnya. Ia berjalan melewati trotoar yang sama. Rute yang sama. Bertemu orang-orang yang sama pula. Tapi, ia tak mau bertemu dengan stalker
Setelah kejadian stalker itu, Angi merasa hidupnya selalu di kelilingi oleh ketidaknyamanan dan juga selalu dalam marabahaya. Ia sempat berpikir apakah ini pertanda ia harus menyerahkan dirinya pada Ki Slamet? Ataukah ia tetap melanjutkan kehidupan sesuai dengan keinginannya? Sungguh ini hal terberat baginya jika ia harus beralih profesi sebagai paranormal. Ia benar-benar sangat menjauhi hal itu. Ia tak mau ketergantungan dengan silsilah keluarganya. Maka dari itu, ia putuskan untuk terus menjalani kehidupannya seperti manusia normal. Pagi yang cerah hadir kembali. Ia masih diberi kesempatan untuk melihat matahari bersinar cerah. Langit membiru seperti sebuah hadiah dari Tuhan. Tak ada yang indah selain cuitan burung gereja di pagi hari. Sinar mentari dirasakannya melalui kulit tubuhnya. Ia merasakan betapa beruntungnya ia diberi kehidupan baru oleh Tuhan. ia berjalan menuju gang indekosnya. Gang itu menyimpan sebuah misteri di kejadian se
Gadis misterius, yang Angi temui bersama pria malang, kini menjadi tantangan selanjutnya. Ia mencoba mencari tahu alasan kenapa gadis itu menyakiti pria tersebut. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, bisa saja, ia akan menyakiti korban selanjutnya. Gadis itu seperti menyimpan dendam pada seseorang. Ia akan terus mencari orang tersebut hingga dendamnya terbalaskan. Suatu pagi, di hari libur, Angi sengaja datang ke apartemen Adhimas tanpa memberi tahunya terlebih dahulu. Ia tiba pagi-pagi sekali. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang masuk apartemen tersebut. Ia melanjutkan langkahnya menuju sebuah lift yang menghubungkan lantai dasar dengan ruang apartemen Adhimas di lantai 4. Ruangannya berada di paling ujung, dari beberapa ruangan yang berada di lantai 4. Langkah kaki bernada semangat itu melaju riang menuju ruang yang berada di ujung itu. Ia menantikan senyuman Adhimas yang selalu hangat dan mani situ. Adhimas pasti tidak akan menyangka kalau Angi kin
”Bunuh pria itu! Maka dendamku akan terbalaskan,” ucap gadis itu dengan nada sinis. “Lebih baik kau beristirahat dengan tenang. Pria itu akan mendapatkan karmanya sendiri,” jelas Adhimas padanya. ”Aku belum tenang jika pria itu masih hidup!” Gadis itu perlahan menghilang dari balik pintu masuk apartemen Adhimas. Suaranya terulangi lagi dengan samar, ‘bunuh dia!’ ‘bunuh dia!’, menggema di seluruh ruangan apartemen. Adhimas dan Angi saling tatap-menatap. Mereka seperti memiliki kesamaan firasat yang akan terjadi pada pria tersebut. ”Kita harus mencegahnya. Sebelum semua terlambat,” ucap Angi. Siang itu, di hari libur, mereka habiskan waktu mereka untuk menemukan pria itu di kota jakarta yang sangat padat ini. Angi mendapatkan alamat si pria melalui CV yang ia kirimkan ke perushaan saat interview. Dengan fortuner putih, mereka melaju cepat ke daerah Jakarta Timur. Rumah sakit, tempat si pria itu dirawat pun, memberikan ala
”Tarik nafas dalam, buang perlahan. Tarik nafas lagi bu. Sedikit lagi!” suara bidan sedang memberi arahan pada Angel. “Astagfirullah! Tolong!” teriak bidan dari dalam kamar. Sontak semua orang panik yang berada di ruang tamu. Bidan teriak meminta tolong pasti ada yang tidak baik. Semua orang sudah berasumsi negatif terhadap sang ibu dan bayinya. Adhimas dan Angi masuk ke dalam kamar bersalin. Mereka kaget melihat arwah gadis itu berdiri tepat di samping Angel. Kondisi Angel saat ini pingsan karena pendarahan hebat setelah melahirkan. Bidan meminta tolong untuk segera memanggil ambulance dan merujuk Angel ke rumah sakit terdekat. Bidan masih sibuk mengurus sang bayi yang masih merah dan tak berdaya itu. Bayi tersebut harus segera mendapat kehangatan dari sang ibu. Tangisan pertama bayi itu sangatlah keras seperti ia hendak mengusir keberadaan sang arwah gadis. Ayah dan ibu Angel sibuk mempersiapkan untuk keberangkatan Angel ke rumah sak