Home / Rumah Tangga / Surgaku Yang Hilang / Bab 6. Berbadan Dua

Share

Bab 6. Berbadan Dua

last update Last Updated: 2023-12-09 09:28:28

Kedua mata Siska membelalak mendengar ucapan gadis kecil yang kini sedang memeluknya dengan hati gembira itu.

"Jaga kesehatan ya, Mba! Jangan terlalu lelah dulu!" ucap seorang Dokter wanita bernama Clara yang sudah Ilham panggil setelah ia menemukan Siska tergeletak di kamar mandi.

"Ini maksudnya apa, sih?" gumam Siska seraya mengerutkan dahinya heran.

"Bunda, makan yang banyak, ya! Biar adeknya cepet besar," ucap Aqila seraya tersenyum lebar lalu mengambil piring yang ada di atas meja sebelah lampu duduk.

"Iya, Sayang! Dengerin apa yang yang Dokter Clara bilang, ya! Kamu harus jaga kesehatan!" sahut Ilham lalu, tangannya meraih jemari Siska namun, dengan segera ia menepisnya.

"Hah?Apa aku hamil, ya?"

Segala pertanyaan muncul di benak Siska. Namun, apa yang telah putri kecilnya katakan itu sudah cukup menjelaskan bahwa ia memang sedang mengandung.

"Selamat ya, Mba!" ucap Nabila yang sedang berdiri di sebelah Dokter Clara sembari tersenyum manis dengan wajahnya yang terlihat begitu polosnya.

Hanya sekilas saja ia melihat wajah adik madunya itu, sangat tak sanggup untuk berlama-lama melihat seorang wanita lain yang sudah masuk ke dalam istananya dan merenggut segala kebahagiannya.

"Aku ingin minta cerai, tapi kenapa justru aku hamil, Ya Allah? Aku sungguh tak sanggup hamil dalam keadaan seperti ini," ucap Siska di dalam hatinya.

Siska tak habis pikir dengan semua yang terjadi, antara bahagia dan terkejut bercampur menjadi satu. Bukan maksud menolak rezeki yang telah Allah berikan kepadanya namun, dalam situasi telah masuknya wanita lain di dalam kehidupannya ini membuatnya kewalahan jika tetap satu atap dengan Nabila.

"Ya sudah, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Dokter Clara seraya menganggukkan kepalanya sekali dengan sangat ramah dan sopan.

"Iya, Dok! Terima kasih banyak," balas Ilham seraya membalas senyum Dokter Clara.

"Nabila, tolong antarkan Dokter Clara, ya!"

"Iya, Mas!" balas Nabila seraya menganggukan kepalanya ringan, ia terlihat sangat tunduk patuh dan hormat kepada suaminya itu.

Siska yang melihatnya merasakan perih di dalam hatinya, ia segera mengalihkan pandangannya untuk meminimalisir rasa sakit hatinya. Tak mampu lagi air matanya mengalir, rasanya sudah sangat kering dan rasa kecewanya kini kian membesar.

"Mari, Dok. Saya antar," ucap Nabila dengan suara yang begitu lembut.

Siska tak tahu apakah wanita cantik itu memang benar-benar baik hati karena memang tutur bahasanya sangat sopan dan ramah atau hanya menutupi segala kebusukannya saja.

"Kalau memang dia wanita baik-baik, tak mungkin ia tega menghancurkan kebahagiaan wanita lain, bukan? Cih, aku sangat muak mendengar dan melihat wajahnya yang terlihat begitu polos," gumam Siska lirih saat melihat Dokter Clara dan Nabila keluar dari kamar utama.

"Bunda... besok kalau adeknya udah lahir pokoknya harus cowo ya, Bun!" Aqila mengatupkan kedua tangannya di pipi Siska, seolah ia menatap Bundanya itu dengan tatapan yang serius dan harus mengiyakan permintaannya.

"Qila, Sayang. Nggak boleh mengharuskan gitu, dong! Kan, yang ngasih adeknya cowo atau cewe itu Allah SWT. Jadi, Bunda juga nggak bisa nolak mau yang lahir cewe atau cowo, Sayang," sahut Ilham seraya membelai kepala putrinya dengan lembut.

"Tapi Aqila pengennya punya adek cowo, Ayah!" rengek Aqila dengan manja.

"Hm, memangnya kenapa kok Aqila maunya punya adek cowo?"

"Ya biar nanti mainan Qila ngga dimintain sama adek. Kan, semua mainan Qila warnanya pink jadi, kalau adeknya cowo pasti nggak akan diminta," ucap Aqila dengan polos.

Ilham terkekeh kecil seraya menggelengkan kepalanya ringan mendengar penjelasan putrinya.

Namun, tak sengaja matanya menangkap raut kesedihan yang mendalam dari wajah istri pertamanya itu.

"Kamu nggak bahagia ya dengan calon buah hati kita yang kedua ini?" tanya Ilham lirih dan dengan sangat hati-hati.

Tatap mata Siska sama sekali tak mengarah pada Ilham, pandangannya kosong lurus ke depan.

"Huft!" Ilham menghela napasnya lalu mengambil piring yang ada di pangkuan Aqila.

"Sayang, biar Ayah aja sini yang nyuapin Bunda."

"Biar Qila aja, Ayah. Kalau Qila yang nyuapin pasti Bunda mau. Kan, tadi pas Ayah nyuapin Bunda nggak mau."

"Tapi, Sayang."

"Tok... Tok... Tok..."

Pintu terketuk lalu terbuka dengan sangat pelan, sosok Nabila terlihat dari ambang pintu. Kedua sorot matanya tertuju pada Ilham dan senyumnya mengembang, wajahnya yang begitu cantik tanpak ada semburat kemerahan di kedua pipinya saat menatap wajah suaminya.

"Mas," panggil Nabila.

"Iya, ada apa, Nab?"

"Bisa bicara sebentar, Mas?"

"Nanti saja, ya. Saya sedang menemani Bunda Siska sarapan dulu."

"Nggak perlu, Mas. Pergi saja aku tak apa di sini!" sahut Siska lalu menatap putrinya.

"Bunda mau makan disuapin Qila, kan?"

"Iya, Sayang," balas Siska seraya menganggukkan kepalanya ringan dan menarik kedua sudut bibirnya perlahan.

"Beneran nggak apa-apa?" tanya Ilham memastikan.

"Pergi saja, Mas! Aku sudah kehilanganmu sejak wanita itu datang," balas Siska dingin lalu membuka mulutnya dan memakan makanan yang telah putrinya berikan.

Walau rasa mual yang sangat hebat, ia tetap berusaha mengisi perutnya demi calon buah hatinya. Ia tak ingin melukai ataupun membahayakan keselamatan jabang bayi yang ada di dalam perutnya.

Dan Nabila yang mendengar ucapan Siska membuat itu merasa tidak enak dan langsung memutuskan untuk pergi saja.

"Siska, jangan bicara seperti itu! Kalian ini sama-sama istri saya jadi, tolong saling menghormati! Lagi pula dia wanita yang baik, Sis. Saya jamin dia pasti bisa menjadi adik madumu yang baik," ujar Ilham dengan tatapan serius.

"Mas!" ucap Siska dengan nada tinggi.

"Sampai kapan pun juga, aku nggak pernah rela dimadu, Mas! Mas Ilham melakukan semua ini tanpa sepengetahuan dan persetujuan dariku? Lalu, Mas pikir aku bisa menerimanya begitu saja?" Kedua matanya menatap Ilham dengan sangat tajam, baginya sangat mustahil untuk bersikap baik dan menghormati wanita yang telah merusak kedamaian keluarga kecilnya.

"Hah!" Ilham mengembuskan napasnya dengan kasar lalu bangkit dari kasur.

"Semua sudah terjadi, Siska. Mau tidak mau kamu harus menerima Nabila," ucap Ilham dengan nada tinggi.

"Egois sekali kamu, Mas? Mas sungguh tidak memikirkan perasaanku, manusia macam apa kamu ini, Mas!" pekik Siska dengan keras, napasnya memburu, matanya kembali mengembun dan menatap Ilham dengan tajam.

"Berani sekali kamu membentak suamimu ini? Mau jadi istri durhaka kamu, ya?" Ilham juga larut dalam amarahnya, ia tak menyangka respon Siska akan seperti ini dan berubah menjadi seorang wanita arogan.

"Andai saja aku tak mengandung, aku sudah pasti akan memilih bercerai saja denganmu, Mas."

Tak dapat Siska pungkiri, kejadian ini sangatlah tiba-tiba. Rasanya baru kemarin suaminya masih menjadi miliknya seorang yang selalu memanjakan dan menjadi obat dari segala rasa lelah di setiap harinya. Namun, kini semua telah berubah begitu saja. Hanya ada rasa marah, sedih dan kecewa yang dapat Siska rasakan.

Cinta yang selama ini sangat ia agungkan, ternyata menjadi sebuah duri tajam yang menyayat hati dan menusuk relung hatinya terlalu dalam.

"Sakit, rasanya sangat sakit di dalam hati ini, Mas. Nggak ada seorang wanita di dunia ini yang rela melihat suaminya bersama wanita lain. Aku sungguh tak sanggup, Mas." Siska kembali meneteskan air matanya sembari memegang dadanya yang terasa sangat sesak hingga ia kesulitan bernafas.

Melihat kedua orang tuanya yang sedang berdebat hebat membuat Aqila hanya bisa menangis dan tak mengerti dengan apa yang telah terjadi.

Ilham mengacak rambutnya frustasi, di sisi lain ia takut terjadi apa-apa kepada calon buah hatinya jika, Siska terus saja larut dalam kesedihan ini. Namun, ia juga marah dengan sikap tidak sopan saat ada Nabila dan telah berani meninggikan suara saat berbicara padanya.

Dengan kebesaran hatinya, Ilham mencoba mengendalikan amarah dan egonya. Ia kembali mendekati istrinya dan mendekapnya sembari mengelus punggung Siska dengan lembut.

Kali ini tak ada penolakan dari Siska, tubuhnya terlalu lemas hingga ia tak mampu menepis tubuh kekar suaminya.

"Maafkan Mas, Sayang! Tapi, Mas mohon! Jangan seperti ini, ya! Tenangkan pikiranmu dan coba lebih perhatian lagi pada keselamatan calon anak kita," bujuk Ilham dengan lembut.

"Tapi, aku nggak kuat, Mas. Aku nggak bisa melihat wajah wanita itu sangat menatap suamiku. Nggak rela, Mas! Nggak rela," ucap Siska lalu menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Ilham.

"Sayang, Mas harus apa? Sudah Mas jelaskan berkali-kali, kan. Ini semua terjadi karena keterpaksaan dan desakan, kamu tetap nomor satu di dalam hati Mas, Siska."

"Agh! Aku tidak rela, Mas!"

"Kenapa, Mas begitu tega melakukan hal ini kepadaku? A-apa Mas t-tau kalau ini rasanya sa-sangat sakit, Mas?" Kedua tangan Siska memeluk Ilham dengan sangat erat, sungguh ia tak rela ada wanita lain yang berani menyentuh suami tercintanya.

Nasi sudah menjadi bubur. Semua yang sudah terjadi tidak akan pernah kembali lagi seperti semula.

"Maaf, Sayang! Maafkan, Mas."

Air mata Ilham juga ikut menetes, selama ini ia memang paling tidak bisa melihat istrinya menangis. Tapi, mau bagaimana lagi? Semua ini terjadi karena kesalahanya sendiri, tak bisa ia menghindari musibah yang telah menimpanya.

"Mas, tolong! Perbaiki semuanya! Ini masih bisa diperbaik, Mas," ucap Siska lirih seraya menatap Ilham dengan nanar.

"Iya, Sayang. Mas akan berusaha akan menjadi suami yang lebih baik lagi untuk kalian berdua," balas Ilham.

Hati Siska justru kembali pilu mendengar kata terakhir suaminya itu.

"Dua, Mas?" Seketika sorot mata Siska berubah, ia kembali marah dan napasnya memburu.

"Bukan seperti itu yang aku mau, Mas! Bukan!" Siska menggeleng cepat dengan air mata yang masih saja terus mengalir deras.

"Lalu apa, Sayang? Tenang dulu, jangan emosi lagi!" ucap Ilham mencoba menenangkan istrinya itu lalu, mengecup keningnya dengan lembut.

"Ceraikan dia, Mas! Kita kembali hidup bahagia dan aku akan berusaha melupakan kejadian ini."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
cuma binatang yg mau dimadu thor..itu jg klo pnya otak..cwe gatel pura2 baek awalnya.biadab kna azab nti
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
othornya goblog
goodnovel comment avatar
mayank shinee
cerai hamil sah kok dalam agama Islam daripada terjadi hal" yg membuat sang ibu stress,yg Haram adalah cerai saat haid.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 110. Keihklasan (Tamat)

    Satu bulan sudah Ilham kembali ke Indonesia. Hampir setiap hari lelaki itu selalu mengunjungi putri kecilnya dan tak jarang pula mengajaknya pergi keluar. Sebenarnya ia juga sangat ingin kembali membangun kedekatan dan memperbaiki hubungannya dengan Siska. Namun, sayang sekali. Hal tersebut sama sekali tak mampu untuk Ilham wujudkan dan hanya menjadi sebuah angan belakang. Hampir setiap kali Ilham datang Siska tak pernah berada di rumah. Kalau pun sedang di rumah ia hanya akan menemui Ilham sebentar untuk memberikan minuman dan sebuah makanan ringan. Lalu, kemudian melanjutkan aktivitasnya sendiri. Sama halnya dengan sore hari ini. Siska dan Ibu tengah sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam. Sedangkan Bapak dan Aqila tengah duduk bersantai di teras rumah sembari menikmati secangkir kopi dan brownis basah buatan Siska. “Ayah...” panggil Aqila lirih seraya mendongakkan kepalanya. Menatap wajah sang Ayah yang kini tengah memangku tubu

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 109. Ada Sesuatu Yang Ibu Sembunyikan

    Sebelum menjawabnya Siska terlebih dahulu menatap Ibunya, dan Ibunya tersebut menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa beliau menyetujuinya. Seketika itu juga Ilham langsung tersenyum dengan lebarnya, walau Siska sendiri belum memberikan jawaban. “Ya sudah, ayo kita pulang,” seru Ibu, beliau membalikan tubuh untuk mengambil tas yang masih berada di atas kursi taman. “Ibu sama Siska naik apa?” tanya Ilham lirih. “Taksi,” jawab Siska, ia hendak mengambil alih tubuh Aqila dari gendongan Ilham. Namun, ternyata putri kecilnya itu justru semakin erat memeluk leher Ayahnya. “Nggak, Bunda!” Aqila menggeleng pelan, “Qila mau sama Ayah aja,” lanjutnya. Ilham begitu senang dengan sikap manja putri manisnya ini. Bahkan posisi wajah mereka kini tengah berhadap-hadapan, hanya berjarak lima senti saja. Padahal sebelum pertemuan ini gadis kecilnya itu juga tak selengket ini kepadanya. Justru Aqila sediki

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 108. Pertemuan Singkat Yang Manis

    Mendengar namanya dipanggil lelaki itu pun menoleh ke kanan dengan wajah datarnya. Namun, beberapa detik kemudian ia kembali mengalihkan pandangannya kepada Aqila dan juga Siska. Senyumnya terukir dengan sangat lembutnya, bahkan saat ini kedua matanya mulai berbinar bersamaan dengan bibir yang bergetar pelan. “Qila Sayang,” ucapnya begitu lirih sembari mengusap pucuk kepala Aqila yang masih nampak kebingunan. Sedangkan Siska, kini wanita itu justru tampak terkesiap dengan apa yang kini tengah berada di hadapanya. Seolah tak percaya dan begitu ragu, benarkah yang saat ini sedang berdiri tepat di depannya ini adalah Ilham? Sang mantan suami yang sudah berbulan-bulan lamanya tak pernah terlihat. “Ini beneran kamu, Mas?” ucap Nabila lagi, kedua matanya tampak terbelalak. Seolah begitu kagum dengan sosok lelaki yang juga berada di hadapannya ini. Namun, lagi-lagi tetap tak mendapatkan respon. Lelaki itu justru teta

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 107. Kembalinya Ilham Dengan Perubaha

    Hari-hari berjalan dengan damai. Akhirnya setelah bertubi-tubi masalah selalu hadir 5 bulan Siska benar-benar bisa merasakan sebuah ketenangan. Ia tengah sibuk bekerja, mengembangkan tokonya dan melakukan promosi sebanyak-banyaknya. Perlengkapan di tokonya juga sudah semakin banyak lagi, serta bapak dan ibunya tidak perlu capek-capek untuk melayani para pembeli. Karena, Siska sudah mempekerjakan 3 orang di tokonya itu. Mungkin Ibu dan Bapak hanya sesekali saja ke sana untuk memantau. “Alhamdulillah ya, Nduk. Perlahan tokonya semakin ramai dan keuangan sudah kembali membaik. Maaf kalau Ibu sama Bapak cuma bisa nyusahin kamu aja, Nduk.” Ibu mengusap lembut punggung tangan Siska. Kini mereka tengah duduk di kursi taman. Memperhatikan Aqila yang tengah bermain-main dengan teman sebayanya di hari minggu ini. Siska menatap Ibu dengan lekat, “Ibu ini ngomong apa, sih? Nggak ada yang namanya nyusahin, Bu. Apa yang udah Siska lakuin sekarang ju

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 106. Akhirnya Memilih Resign

    Tidak hanya Lestari, bahkan fatya pun juga cukup geram mendengarnya. Pasalnya mereka benar-benar menganggap perkataan Haris baru saja menerangkan bahwa lelaki itu menggunakan Siska sebagai umpan untuk menyeleksi para karyawannya. “Bener-bener ya kamu ini, Haris. Mana bisa kamu memperalat Siska kaya gitu, kamu nggak kasian sama dia? Hah?! Emang paling bener dia nggak perlu kerja di perusahaanmu lagi, ya. Di luar sana masih banyak kok yang bakalan nerima karyawan kompeten sepertinya. Nggak usah bertahan di perusahan toxicmu itu,” sentak Fatya yang sudah mulai tak bisa lagi menahan amarahnya. Sedari ia sudah berusaha untuk tenang dan sabar, tapi mendengar hal itu jelas saja emosinya langsung meledak. Dengan cepat Haris pun langsung menggelengkan kepalanya dan segera menjelaskan kesalapahaman itu, “tunggu-tunggu! Ini nggak seperti yang kalian pikirkan. Sumpah... saya nggak ada maksud untuk menjadikan Siska umpan. Saya suka sama dia makanya sa

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 105. Negoisasi Antara Haris dan Sahabat Siska

    “Apa sudah lebih baik?” tanya Dewi, sembari mengusap lembut lengan kanan Siska. Sore ini setelah pulang bekerja, Dewi menyempatkan diri untuk kembali menengok sahabatnya itu. Sedangkan, Fatya dan juga Linda masih ada urusan sehingga mereka akan tiba saat malam nanti. Begitu juga dengan Ika, malam ini ia tidak bisa ikut menemani Siska di rumah sakit karena ada urusan mendadak. Siska tersenyum tipis seraya mengangguk pelan, “udah kok, Dew. Dokter bilang besok juga udah boleh pulang.” “Lalu, apa lagi kata dokternya? Nggak ada yang bahaya kan sama kepala kamu?” tanya Dewi tampak cemas. “Untuk sekarang masih belum diketahui, Dew. Mungkin satu minggu lagi hasilnya akan keluar.” “Masih pusing banget, enggak? Kalau emang masih pusing sebaiknya besok jangan pulang dulu ya, Sya. Urusan orangtua sama anak kamu biar kita yang urus. Tadi, sebelum ke sini juga aku sempetin mampir ke rumah orangtua kamu, kok,” ujar Dewi,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status