Share

Bab 4

 

Pembalasan yang simple tapi menusuk, itulah yang dilakukan Mutia, ia tak ingin bersikap rendah hanya demi merusak citra orang lain termasuk adik madunya yang rese itu.

 

Seperti hari ini ia dan Areta berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan paling besar dan megah di pusat kota, barang-barangnya tak ada yang berharga murah, semua berharga fantastis puluhan juta.

 

Lelah memanjakkan mata, Mutia duduk di salah satu restoran favorit semua orang, tempat yang bernuansa indah dan megah saat ditangkap layar kamera, juga makanan yang tak kalah lezat di lidah, kini ia nikmati semua itu tanpa sosok seorang Haikal seperti biasanya.

 

Mutia tak ingin tenggelam dalam laut kesepian yang mematikan, ia lebih memilih memanjakan mata, diri juga lidahnya di luar rumah sebelum hatinya terbiasa menerima kenyataan ini.

 

Lelah berada di luar kini Mutia singgah d hotel berbintang lima, ia rela membayar harga fantastis agar bisa tidur nyenyak di tempat ini, tanpa dihantui bayang-bayang sang suami yang sedang bersama wanita lain.

 

Semua yang terjadi hari ini tak luput dari rekaman kamera, ia mengunggah semua foto-fotonya yang sedang berbelanja dan foya-foya tadi ke akun warna hijaunya.

 

Supaya aman karena di akun biru semua saudara ibu mertua pasti ikut berkomentar buruk, menghujat Mutia sebagai istri pemborosan dan menghambur-hamburkan uang suami.

 

Ia malas harus berhadapan dengan orang seperti itu, Mutia tak suka perdebatan dan perselisihan, tapi saat ini ia juga membutuhkan sesuatu untuk membuat mata dan tubuh Neneng memanas.

 

Mutia faham dengan cara ini dia bisa membalas perbuatan Neneng tadi siang, ia menyeringai saat membayangkan Neneng yang kepanasan menginginkan semua yang ia nikmati saat ini.

 

*

 

Sementara di sana di rumah yang kini dihuni ibu mertua sekaligus tempat Neneng berlindung, Haikal dan istri keduanya sedang berdebat kecil perihal status efbe yang menjelek-jelekkan Mutia.

 

Haikal tak terima Neneng lakukan hal itu sama saja dengan merusak citra dirinya dan istri pertama, yang selalu membuatnya terbelenggu oleh rindu.

 

"Aa ga suka sama perempuan yang suka curhat di sosial media, apalagi menjelekan Mutia, dia itu istriku! Aku pasti marah!" tegas Haikal sambil membanting ponselnya ke pembaringan.

 

Neneng yang resah kini mulai panik, tak menyangka suami yang ia nikahi akan mati-matian membela madunya yang menyebalkan itu.

 

'Aku ini istri muda, harusnya aku yang utama dalam segala hal buka si borokokok itu terus yang dibela' 

 

Umpat Neneng dalam hatinya.

 

"Kalau kamu kaya gitu lagi aku ga mau pulang ke sini selama seminggu!" Ancam Haikal tak main-main.

 

Neneng membulatkan mata, bibir yang berlipstik merah cetar membahana itu mengerucut menandakan protes.

 

"Iya, Aa! Eneng ga akan bikin status lagi." Terpaksa Neneng berdusta, kupingnya sudah panas mendengar ceramah Haikal yang panjang laksana rel kereta.

 

Malam yang harusnya penuh cinta kini harus rusak hanya karena seorang Mutia, ia tak terima semua rencana berantakan begitu saja.

 

'Kalau begini kapan aku punya anaknya!"

 

Dengan memiliki anak, itu merupakan kebanggaan tersendiri baginya, derajatnya sedikit lebih tinggi dari Mutia yang belum bisa mengabulkan keinginan sang mertua.

 

Neneng sangat berambisi terhadap hal ini, hingga ia lakukan cara apapun untuk membuat Haikall takluk dan tunduk seketika, termasuk dengan cara memasukkan cairan penambah stamina ke dalam gelas kopinya.

 

Namun, sayang gelas yang seharusnya diminum oleh Haikal tertukar malah diminum olehnya, kini ia merasa tubuhnya panas sementara Haikal masih asyik dengan ceramahnya.

 

Huuhh Menyebalkan!

 

Ia duduk dalam resah, tubuhnya saling bergesek merasakan panas yang menjalar, tubuh itu merindukan sentuhan sosok Haikal, sedangakan bibir tak mampu mengatakan.

 

"Sekarang juga kamu telpon Mutia! Minta maaf sama dia karena kamu sudah menjelek-jelekkannya di sosial media," perintah Haikal, bak seorang raja memerintah pengawalnya.

 

Neneng diam merasakan hawa panas, juga malas menuruti titah raja dunianya.

 

"Ayo Neneng! Kalau ga mau minta maaf aku akan pergi sekarang!"

 

"E-eh iya-iya, jangan pergi atuh A, kita 'kan harus menyelesaikan misi untuk membahagiakan ibu, Aa jangan lupakan itu," goda Neneng sambil mengerlingakan bola mata genitnya.

 

Haikal memutar bola mata malas, semenjak malam pertama yang bertabur kecewa itu ia sudah kehilangan selera terhadap istri keduanya, ia terbiasa menjadi yang pertama bukan menikmati bekas orang.

 

"Teh Mutia-nya ga diangkat, Aa, besok saja ya, sekarang kita lakukan misi dulu malam ini, biar cepet jadi, kasihan ibu kalau lama-lama menanti," bujuk Neneng dengan tatapan genitnya.

 

"Kalau ga diangkat coba kamu kirim pesan, jangan banyak alasan!" ujar Haikal, sejatinya ia malas bermalam di sini, semua hampa tak sehangat saat bersama Mutia.

 

Bukan salahku tapi salah Neneng yang tak bisa menjaga mahkotanya, bisik Haikal dalam hati.

 

"Heeeuhh, ya sudah." Neneng terpaksa mengetik sebuah pesan permintaan maaf jemarinya teras berat untuk mengetik huruf demi huruf untuk merangkai kata maaf.

 

"Yang sopan minta maafnya!" tegur Haikal sambil memperhatikan layar ponsel istri keduanya.

 

"Nih, sudah! Aa seneng?" 

 

Bukan menjawab pria bertubuh tinggi atletis itu malah pergi ke kamar mandi hendak membuang hajatnya, beberapa detik kemudian tercium aroma bau busuk menyeruak.

 

"Bau apa ini? kaya bau kentut? Apa A Haikal yang kentut?" tanyanya pada diri sendiri sambil memencet hidung peseknya, ia tak tahan mencium bau yang serupa dengan bau telor busuk itu.

 

"Keterlaluan kamu Aa! Malah kentut di sini bau lagi!" umpatnya sambil menghentakkan kaki.

 

Aroma melati yang semula tercium di ruangan ini, kini berganti dengan aroma bau kentut yang yg tercium begitu menusuk.

 

"Huhh! Ganteng-ganteng tapi kentutnya bau!" hardik Neneng sambil memandang pintu kamar mandi.

 

Bosan, lalu membuka WA story, ia tercengang kala unggahan milik Mutia lewat di pandangan matanya, belanja barang-barang branded impiannya, makan di restoran mahal dan terakhir  menginap di hotel bintang lima, semua itu membuat Neneng kian memanas.

 

Detak jantungnya berirama kencang, jiwa kisminnya meronta menginginkan hal yang sama.

 

"Harusnya Eneng yang nginep di hotel itu sama Aa Haikal, buka silampir reseh itu." Ia berbicara sendiri.

 

"Aa! Cepat keluar!" teriak Neneng sambil menggebrak pintu.

 

"Bentar, lagi nanggung!" sahut Haikal dari dalam sana, membuat Neneng kian murka.

 

"Aa harus lihat Teh Mutia jalan-jalan ke emoll sama siapa ini?! Dia juga nginep di hotel mewah, Aa ga mau lihat," teriak Neneng mencoba mengadu domba.

 

"Apa? Ke hotel?" teriak Haikal, tak berselang lama terdengar bunyi percikan air, pertanda jika ia sudah selesai membuang hajatnya.

 

Seketika Neneng merasa lega, bisa menyulut api permusuhan antara suami tersayangnya dengan dengan Mutia, ia menyeringai membayangkan pertengkaran mereka nanti Yang pastinya akan menimbulkan keretakan dalam rumah tangga keduanya.

 

"Dia nginep di hotel mana? coba kulihat." Saat pintu kamar mandi itu terbuka, bau busuk itu tercium lagi.

 

"Ih bau! Aa makan apaan sih?" tanya Neneng sambil memencet hidungnya.

 

"Semur jengkol!"

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status