Share

Bab 5

 

Beberapa kali Haikal menelpon tapi Mutia tak kunjung menjawabnya, membuat hati menjadi resah dan gundah, ditambah omongan Neneng yang menambah panas suasana.

 

"Teh Mutia mah enak belanja di mall, makan di restoran, nginep di hotel bagus, Eneng kapan di bawa ke situ? Aa harus adil atuh?" rujuk Neneng sambil menyentuh tubuh Haikal..

 

Akan tetapi, lelaki itu malah sibuk dengan gawainya, memastikan jika Mutia tak bersama lelaki lain, ia sungguh cemas takut kehilangan istri tercintanya.

 

"Aa!"

 

Neneng merajuk lagi, sungguh wanita itu tengah dilanda kehausan kasih sayang, bak Padang pasir yang gersang.

 

"Diam, Neneng!" tegas Haikal merasa jengah.

 

Setelah selesai menelpon Areta baru Haikal merasa lega, rasa gundah dan resah itu sirna karena ternyata Mutia menginap seorang diri mengusir rasa sepi dan dinginnya malam panjang.

 

"Aa, kapan atuh kita mamy moon? kalau ga ke Bali ya minimal ke hotel kek kaya Teh Mutia." Neneng merengut, benci merasa dikalahkan oleh kakak madunya yang rese.

 

"Maksud kamu Honey moon?" tanya Haikal sambil menyeringai.

 

"Ia bulan madu, kapan atuh A?" 

 

"Sabar, aku lagi masukkan lamaran ke beberapa perusahaan, semoga di terima ya kalau sekarang ga bisa ga ada duit, bulan madunya di sini aja," jawab Haikal sambil merebahkan dirinya.

 

Neneng tak terima, ia merengut membelakangi suaminya.

 

"Kamu ga mau ya sudah." Haikal pun melakukan hal yang sama membelakangi istrinya, malas jika harus membujuk wanita yang sedang merajuk, terlebih seharian ia sudah berkeliling mencari pekerjaan.

 

"Iya mau atuh, ga apa-apa lah di sini juga, yang penting sama Aa yang memperlakukan Neneng sepenuh cinta, ahihihi," jawab Neneng sambil terkikik.

 

"Beneran ga apa-apa?" tanya Haikal sambil berbalik badan.

 

"Iya, aku ga sabar pengen ngasih kejutan yang dinanti ibu selama ini."

 

"E-eh tunggu, Neng!" Haikal menghentikan aksi istrinya sambil memegangi perut dan meringis.

 

"Kenapa lagi sih, A?!" Neneng mendecak kesal, mengalami kegagalan entah yang ke berapa kalinya.

 

Mana make-up cetarnya hampir luntur oleh keringat, huhh menyebalkan!

 

"Aku mules ke toilet dulu ya."

 

"Makanya kata Eneng juga jangan makan sambel banyak-banyak, gitu 'kan jadinya."

 

Neneng hanya pasrah menatap suaminya yang berlari berjingkat sambil memegangi perut juga bok*ngnya, angan-angan yang seharian didamba telah sirna saat mendengar suara kentut suaminya dari dalam sana.

 

"Minum obat atuh, A, lama banget sih di dalam kamu lagi ngapain? bertapa?" Neneng menggedor-gedor pintu kamar mandi, sudah lebih lima menit Haikal mengurung dirinya di dalam sana.

 

Tak berselang lama, pintu terbuka nampak Haikal keluar dengan wajah yang demikian pucat, ditambah bau busuk yang menyeruak, membuat Neneng tak tahan dan segera menjauhkan diri.

 

"Ihh ari Aa, meni bau kieu," ungkap Neneng sambil memencet hidungnya dengan erat, membuat polesan bedaknya bergeser dan meninggalkan bekas jemari di hidungnya.

 

"Mules, Neng, tadi aku makan sambel itu pedes banget, ga biasanya Ibu masak sambel pedes gitu, kaya bukan makanan manusia tahu ga," jawab Haikal sambil beringsut naik ke pembaringan.

 

"Ohh sambelnya kepedesan ya, A?" tanya Nenneg sambil cengengesan.

 

"Iya, pedes banget kaya makanan s3t*n!" 

 

"I-itu 'kan buatan Neneng, A, hehehhe pliis," kata Neneng sambil menyeringai.

 

"Oh jadi itu sambel buatan kamu, pantesan."

 

"Pantesan ga enak gitu?!" Neneng mulai kesal.

 

"Tau ah, aku mules mau ke toilet lagi."

 

Untuk kesekian kalinya Neneng harus nelangsa meratapi kegagalan dalam berikhtiar mendatangkan cucu kesayangan untuk mertua.

 

*

 

Pagi ini Ibu menelisik wajah Neneng dari atas hingga tengah, tak biasanya perempuan itu merengut saat sarapan, biasanya ia akan mengoceh panjang sampai ibu tak punya kesempatan untuk bicara.

 

"Neng, kok rambutmu ga basah?" tanya Ibu membuat Neneng menghela napas kasar.

 

"Udah kering!" jawab Neneng sedikit ketus, pertanyaan mertua sama saja dengan menyindirnya.

 

"Oh ya, Haikal sekali-kali ajaklah istrimu makan malam romantis di luar, dia pasti bosen," ujar ibu, seketika Neneng langsung melirik sumringah.

 

"Iya bener, bukan bosen lagi bosen banget."

 

Haikal mendesah merasa putus asa.

 

"Bukan aku ga mau, tapi ga punya duit, Bu, ngelamar kerja aja belum ada panggilan, buat ongkos bensin aja dikasih Mutia."

 

Seketika Neneng dan ibu berpandangan.

 

"Masa sih ga punya uang? dulu kamu tuh memegang posisi tertinggi di pabrik Mutia, masa ga ada tabungan sama sekali," protes ibu keberatan.

 

"Kan duitnya udah abis dipakai seleh ke Neneng, ibu lupa keluarga Neneng minta duit berapa?"

 

Seleh yaitu uang yang diberikan pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk mengadakan acara pesta pernikahan, orang Sunda terutama orang sukabumi masih ada yang beranggapan, jika makin besar seleh yang diberikan mempelai pria, maka pernikahan mereka semakin terpandang dan disegani para warga.

 

"Kok Aa ngungkit-ngungkit? ga ikhlas?" Neneng merasa tersindir.

 

"Bukan gitu, Neng jangan salah paham dulu ... nih Ibu ada uang buat kalian makan malam nanti." Ibu memberikan sejumlah uang dalam jumlah lumayan besar.

 

"Waaah, beneran ini, Bu? A nanti malam kita akan makan berdua di restoran." Neneng mendadak ceria.

 

*

 

Malam yang sudah dinanti Neneng akhirnya kunjung tiba, wanita itu sudah berdandan mengenakkan pakaian terbaik versinya.

 

Polesan bedak yang tebal juga riasan wajah lainnya membuat wajah Neneng berubah menor bak seorang biduan.

 

"Biasa ajalah, Neng kalau dandan." Haikal merasa jengah dengan penampilan istrinya yang terkesan nora, sangat jauh berbeda dengan penampilan Mutia yang elegan dan sederhana tapi sangat memikat mata.

 

"Eneng dandan gini biar Aa ga malu, sudah ayo kita berangkat entar restorannya keburu tutup." Tanpa basa-basi ia menyeret tangan suaminya ke depan.

 

"Duh, Neng, mobilku kok ga nyala ya kamu dorong dulu ya sebentar," pinta Haikal.

 

"Ih engga ah." Neneng mencebik kesal.

 

"Sebentar kok, mobil ini memang begini maklum mobil lama, ayo cepet sebentar kok kamu mau restorannya keburu tutup terus kita ga jadi makan," ancam Haikal dan cukup berhasil membuat Neneng menuruti keinginannya.

 

Hampir satu jam mereka tiba di tujuan, sebuah restoran yang lumayan mewah dengan pelayanan yang membuat betah para pelanggan.

 

Neneng segera membetulkan rambutnya yang sedikit berantakan lalu bergegas turun menggandeng suaminya. Namun, napasnya mendadak tertahan saat melihat seorang wanita duduk di depan sana.

 

Mengenakan pakaian yang indah dibalut dengan pashmina warna senada, Neneng mengakui jika penampilan wanita itu lebih elegan darinya.

 

"Aa, kok ... ada Teh Mutia?" tanya Neneng sambil menghentikan langkah, ia tercengang mendapati saingannya berada di tempat yang romantis ini.

 

"Emang kenapa, Neng? dia itu 'kan istriku masa iya kita hanya makan malam berdua sementara Mutia ga diajak, aku juga harus adil, Neng." 

 

Penjelasan Haikal sungguh sangat membuat Neneng jantungan, bayangan makan malam romantis berdua, setelah itu berpoto ria dan memamerkannya pada  Mutia sirna lah sudah dalam sekejap mata.

 

"Jadi kita makan bertiga gitu?" lirih Neneng dengan suara yang melemah.

 

"Yaiyalah, Neng, 'kan istriku ada dua."

 

"Hahhhh!" Seketika dada Neneng terasa sesak.

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Halimah Eka
perasaan orang sunda ga gitu2 amat deh thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status