Di rumah, Rayyan.
Gea yang kala itu sudah siap untuk menjelaskan semuanya pada Rayyan, pun keluar kamar untuk mencari pria itu. Tapi karena Gea tidak tahu jalan di lantai berukuran besar tersebut, akhirnya dia tersesat hingga ke sebuah kamar yang tidak lain adalah milik Tuan Williams.
Entah mendapatkan dorongan dari mana, hati Gea mendesak agar masuk ke dalamnya. Gea tidak merasa bersalah atau takut sedikit pun saat memasuki kamar di rumah orang lain, baginya keinginan itu lebih kuat dari apapun. Bahkan katakutan kalah sekalipun.
"Permisi!" kata Gea saat melihat seorang pria paruh baya sedang terbaring di sana. "Bolehkah aku masuk?" tanyanya tidak mendapat jawaban.
Gea tidak urung, malah dia semakin berjalan mendekati. Gea memperhatikan pria itu sejenak yang ternyata juga sedang menatapnya. Tubuh lemahnya terbaring dengan segala peralatan medis, Gea tidak mengetahui alat apa saja itu. Dia juga tidak bisa menafsirkan orang t
Rayyan memanggil Dokter pribadi keluarga mereka untuk memeriksa Tuan Williams, dia begitu senang saat ayahnya dinyatakan hampir sembuh total."Ini sebuah keajaiban, Tuan Williams, setelah sekian lama dan hampir tidak memiliki harapan, akhirnya anda bisa sadar kembali. Sungguh sesuatu yang luar biasa," kata Dokter tersenyum senang."Terima kasih, Dok, ini semua juga berkat diri anda yang tidak pernah menyerah merawat saya. Dan juga merupakan satu kerberkahan dengan hadirnya menantu saya di rumah ini," kata Tuan Williams menatap Gea."Apa Rayyan sudah menikah?""Iya, Dok, ini adalah istrinya."Gea tersenyum pada Dokter tersebut."Oh, maafkan saya, Tuan, saya tidak mengetahui hal itu. Dan selamat untukmu, Rayyan, selamat untuk kalian berdua.""Terima kasih, Dok," kata Rayyan.Selesai diperiksa, Rayyan mengantar Dokter tersebut ke bawah. Setelah itu dia kembali menemui Gea di kamarnya. Dalam
Setelah Feby pergi, Gea langsung bangkit. Namun, Rayyan terlebih dahulu mencegahnya, bahkan kini Rayyan memeluk Gea kian kuat."Kau mau kemana?" bisik Rayyan di telinga Gea, membuat bulu kuduk gadis itu meremang seketika."A - aku ... ingin kembali ke kamar," jawab Gea duduk."Tidak semudah itu, Gea. Kau pikir akan bisa lepas begitu saja setelah apa yang kau lakukan barusan?""Apa maksudmu, Rayyan? Memangnya apa yang aku lakukan?""Kau benar-benar lupa atau ... memang sengaja melupakan?" Rayyan menarik rambut Gea ke belakang telinganya. "Kau tahu, Gea, karena ulahmu barusan ... aku malah merasa ... kini kau semakin berani ... menggodaku," bisik Rayyan lembut.Deg. Jantung Gea berpacu bak kuda lari, begitu kencang. Gea memejamkan matanya untuk menutupi kegugupan yang kini sudah menguasai seluruh tubuhnya."Jadi ... bagaimana jika kita ....""Tidak, Rayyan!" teriak Gea ketakutan. "Lagian aku tidak mera
Gea bangun setelah melewati malam yang panjang di rumah Rayyan. Tidurnya begitu nyaman tanpa ada gangguan ataupun mimpi buruk lainnya. Dia langsung bangun saat mendapati ditatapan pertamanya Rayyan yang sedang berdiri memperhatikannya."Kenapa setiap pagi kau mengenutkanku, Rayyan," gerutu Gea kesal. Sudah dua kali Rayyan menatap wajah berantakannya di pagi hari."Aku sengaja menunggumu," kata Rayyan tersenyum, lantas duduk di sisi Gea."Memangnya ada apa menungguku?""Karena aku ... akan meminta sesuatu," bisik Rayyan mendekatkan wajahnya. Refleks Gea memejamkan mata, tidak kuasa bersitatap dengan wajah Rayyan dari jarak yang sangat dekat."Apa yang Rayyan lakukan? Apa yang akan dia minta?" gumam Gea dalam hati dengan irama detak jantung yang berpacu.Rayyan yang mengerti apa yang ada dalam pikiran Gea, pun tersenyum lebar. "Kapan kau bercerita semunya padaku, Gea?" tanya Rayyan.Gea yang tersadar d
Hari itu, Gea menjalankan semua rencana yang sebelumnya telah disusun oleh Rayyan. Tanpa bantahan, Gea melakukan semuanya dengan patuh. Saat ini, Gea berada dalam sebuah mobil bersama Leon, sedangkan Rayyan memilih mengurus pekerjaan di kantornya.Rayyan sudah mengatakan pada Gea, jika dia tidak akan ikut dalam hal apapun. Kecuali memang itu diperlukan. Awalnya Gea sempat menolak karena dirinya khawatir akan ketahuan. Tapi Rayyan terus mendesak dan meyakinkannya dengan segala cara."Bagaimana jika aku ketahuan, Rayyan? Aku benar-benar takut," kata Gea sebelum dirinya pergi tadi."Tenang saja, Gea, aku yakin kita akan berhasil.""Tapi ....""Sudahlah, kau percaya padaku, kan?"Gea mengangguk tanpa ragu."Kalau begitu yakinlah, kau akan berhasil.""Aku akan mencoba.""Bagus sekali, Gea," kata Rayyan tersenyum.Gea belum yakin dengan apa yang akan dilakukannya, benarkah keputusannya un
"Elle!" jerit Citra terkejut. "Kau … sedang apa di sini?"Elle menjauh, dipakainya topi hitam tersebut kembali ke atas kepalanya. Lantas Elle segera pergi."Elle, tunggu!" teriak Citra mengejar. Tiba di anak tangga paling bawah, Citra berhasil meraih tangan Elle.Elle meringis sakit, dia meronta dan berusaha untuk melepaskan tangan Citra."Lepaskan aku, Citra.""Sebelumnya katakan dulu dan jawab segala pertanyaanku, baru aku akan melepaskanmu," kata Citra menyeringai."Untuk apa aku menjelaskannya padamu, kita tidak punya urusan!" bentak Elle marah.Citra tersenyum sinis. "Oh … ternyata kau seberani ini sekarang. Aku pikir, selama pergi … kau bahkan tidak berani untuk menampakkan diri lagi. Tapi … aku malah menemukanmu di sini, haha …."Tawa Citra menggema, membuat bulu kuduk Elle merinding. "Apa maumu, Citra. Sebaiknya tinggalkan aku," kata Elle kesal."Tanpa diminta juga nyatanya kau yang
Gea menyandarkan kepalanya ke dinding, dia berdiri di dekat jendela. Bayangan wajah Citra yang terakhir kali dilihatnya, belum juga bisa ia lupakan dengan mudah. Bahkan, Gea cukup takut walau hanya untuk memejamkan matanya."Kau belum tidur?" tiba-tiba Rayyan bertanya. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 00:35 WIB, lantas dia pun mendekati Gea yang sedang mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Menikmati gelapnya malam dengan ditemani bintang-bintang yang menerangkan."Aku tidak bisa tidur," jawab Gea apa adanya.Rayyan menatap Gea iba. "Ayo, kemarilah!" Dia menuntun gadis itu, kemudian naik bersamanya ke atas ranjang. Rayyan meletakkan kepala Gea
Di rumah sakit, Bibi Meyli masih menunggu kabar Citra. Dia mondar-mandir di depan UGD, sesekali dia menyebut nama Citra. Begitu panik dan cemas."Bagaimana keadaan, Citra, Ma?" tanya Paman Aleks yang baru saja tiba. Diikuti oleh anggota keluarga lainnya, termasuk juga Oma."Citra masih ditangani, Pa."Bibi Meyli langsung dipeluk suaminya, mencoba menenangkan dengan segala sisa kekuatan dalam kepanikannya."Bagaimana ini bisa terjadi, Meyli? Kenapa Citra bisa berada di bawah tangga?" tanya Bibi Andini begitu penasaran. Menurut dari kabar yang ia dengar, Bibi Andini dapat mengambil kesimpulan sendiri, jika Citra tidak mungkin jatuh sendiri, seperti yang dikabarkan dalam berita."Sebaiknya tidak usah bertanya dulu, Ma, kasihan Meyli," tegur Paman Burhan merasa iba, istrinya selalu tidak bisa membedakan suasana dalam kesedihan."Aduh, Mas, bisa nggak sih sekali aja nggak tegur aku di depan keluarga." Bibi Andini menggerutu kesal, lan
"Bagaimana perkembangannya, Dokter?" tanya Rayyan saat Dokter selesai memeriksa Tuan Williams."Sudah banyak kemajuan, dan sekarang Tuan Williams sudah bisa menjalani perawatan tanpa pemasangan alat bantu.""Syukurlah," ucap Gea senang. "Apa itu artinya aku bisa mengajak ayah keluar?""Kau mau membawa ayah kemana?" tanya Rayyan."Mengajaknya jalan-jalan dan menghirup udara segar. Aku yakin, ayah juga pasti akan senang. Bukankah begitu, Ayah?""Tentu saja," sahut Tuan Williams tersenyum."Apa itu dibolehkan, Dokter?" tanya Rayyan ragu."Boleh saja, itu juga akan membantu Tuan Williams. Udara di luar sangat bagus, apalagi selama ini dirinya tidak terkena sinar matahari.""Ye … kita bisa keluar, Ayah," sorak Gea kegirangan. Rayyan merasa geli dengan sikap Gea yang seperti anak kecil."Baiklah, kalau begitu saya akan mencabut semua alatnya."Rayyan dan Gea menunggu di luar sembari Dokter mencabut semua alat-alat di badan