แชร์

Tidur Denganku

ผู้เขียน: Ima Mulya
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-03-01 11:46:10

 Gea menyusul Rayyan ke balkon, berdiri di dekat pria itu.

"Kau lihat, mereka banyak sekali," kata Rayyan menengadah ke langit. 

 Gea pun ikut melihat ke atas. 

"Iya, banar."

 Mereka melihat bintang bersama tanpa ada yang bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Gea yang seperti baru saja menemukan sesosok teman dalam diri Rayyan, terkadang ia merasa kehadiran pria itu adalah pengobat sepi. 

 Terkadang Rayyan seperti bermain dengannya, tetapi jika serius aura wajah Rayyan berubah lain. Raut wajahnya memang berubah-ubah, sulit ditebak. 

 Tanpa sadar, kini Gea beralih menatap Rayyan. Bintang di atas sana memang sangat indah, tapi wajah Rayyan lebih indah dari apapun. 

"Ada apa?" tanya Rayyan tiba-tiba. 

"Hmm?" Gea yang tidak fokus tidak tahu Rayyan berkata apa.

"Apa kau menemukan bintang di wajahku?" tanya Rayyan menatap Gea. 

"Mana ada bintang di wajahmu?" Kekeh Gea. 

"Lalu kenapa kau terus menatapku?"

 Gea kepergok untuk kesekian kalinya, dan itu sangat memalukan. Sepertinya melihat wajah Rayyan akan menjadi kebiasaannya.

"Aku mau masuk, di luar dingin sekali," kata Gea berlalu sambil mendekap kedua lengannya. 

 Rayyan hanya menatap punggung istrinya tersenyum. Gea cepat kali merasa malu, apalagi saat Rayyan menggodanya. Entah bagaimana Rayyan bisa bertahan dengan segala kepolosan dan keluguan Gea. 

 Gea kembali masuk ke dalam, aroma mawar menyeruak sampai ke rongganya. Begitu harum. Gea menikmati keharuman tersebut dengan mata yang terpejam sampai beberapa detik. Namun, tiba-tiba wajah Rayyan seperti menari-nari di depannya. Hingga sebuah sentuhan di belakang membuatnya tersentak dan membuka mata. 

"Kenapa setiap kali aku peluk kau selalu saja terkejut," kata Rayyan tersenyum saat Gea menjauh. 

"Jangan bersikap seperti itu padaku, Rayyan," lirih Gea mundur. 

"Kenapa? Apa kau tidak suka?" tanya Rayyan heran. Biasanya wanita sangat ingin memeluknya, tapi saat dia memeluk seseorang, gadis itu malah selalu menghindar. 

 Lantas Gea berpaling ke arah lain dan berjalan beberapa langkah, kembali menghadap ke balkon melalui pintu kaca. Gea kembali menatap langit, bintang masih bertaburan di sana. 

"Karena pernikahan kita bukanlah sebuah keinginan. Aku tidak ingin terjebak dan berharap lebih padamu, jadi jangan memberiku apa-apa."

  Gea sadar, jika pernikahannya bukanlah sesuatu yang harus ia banggakan. Apalagi sampai berharap lebih. Jadi, sebelum Rayyan memberinya sesuatu, Gea harus terlebih dahulu menolak itu. 

 Rayyan ikut mendekati Gea, menyandarkan punggungnya di pintu. Mereka berdiri dengan posisi yang berbalik. 

"Katakan satu hal saja tentang pernikahan kita, Gea," pinta Rayyan sembari melipat tangan ke dadanya. Rayyan belum mengerti apa yang dipikirkan Gea tentangnya. Sejauh ini tidak ada pertanyaan apapun mengenai dirinya, saat memperkenalkan diri pun sepertinya Gea tidak mengenali keluarga Williams. 

"Apa yang harus kukatakan, Rayyan?" Gea menyeringai. "Kau pun tahu sendiri, jika aku hanyalah pengganti. Seharusnya kau menikahi Elle, bukan aku."

"Lantas?" tanya Rayyan. Sebenarnya Rayyan tidak suka mendengar nama Elle disebut, gadis itu hampir saja membuat Nyonya Mellany malu dengan kelakuannya. Namun, untung saja masih ada gadis cantik yang menyelamatkan reputasinya. 

 Gea menatap Rayyan sebentar. 

"Lantas apa yang perlu kukatakan?"

"Kau tidak perlu mengatakan apa-apa jika tidak bisa berkata, Gea. Tapi bolehkah aku bertanya satu hal?"

"Katakan!"

"Apa kau bahagia?" tanya Rayyan menatap Gea penuh arti. Berharap jika Gea mengatakan iya. Namun, itu pasti akan terdengar berlebihan, karena mereka baru saja bertemu. Akan tidak mungkin jika tiba-tiba Gea mengatakan bahagia karena menikah dengan Rayyan. 

 Gea tersenyum kecut sebelum ia menjawab. 

"Bahkan sampai sekarang aku belum merasakan apa-apa," lirih Gea sendu. Dari dulu memang itu yang Gea rasakan. Kesepian, kesedihan, bahkan sepertinya kesenangan dan kebahagiaan pun enggan menghampiri walau hanya sekedar menyapa Gea. 

"Kalau begitu izinkan aku membuatmu bahagia, Gea," kata Rayyan sambil berjalan mendekati Gea dan memeluk gadis itu.

"Aku berjanji, Gea, akan memberimu kebahagiaan. Dan untuk mereka, juga akan merasakan seperti yang kau rasakan sebelumnya," kata Rayyan dalam hati. 

 Gea tidak tahu apakah dia harus senang atau tidak dengan pernyataan Rayyan yang akan membahagiakannya. Gea hanya takut jika dia semakin terbuai pada Rayyan, lantas Rayyan akan pergi setelahnya.

"Kenapa kau selalu menangis saat aku peluk? Apa kau tahu, aku tidak punya pakaian ganti. Bagaimana jika bajunya basah oleh air matamu?" kata Rayyan. 

"Kenapa kau selalu saja bercanda denganku, Rayyan. Bahkan kau tidak bisa serius, mana ada air mataku sebanyak itu," kata Gea melepaskan dirinya kesal.  

 Rayyan memang tidak bisa jika tidak mencandai Gea. Bila sebentar saja dia bersikap serius, maka keinginan lain pun ikut muncul. Jadi Rayyan hanya ingin menghindar saja dari apa yang seharusnya tidak dia lakukan sekarang.

"Apa kau tidak suka?" tanya Rayyan tersenyum.

"Kau bahkan selalu mengulang pertanyaan yang sama," kata Gea berlalu. Dia menuju ruang ganti untuk mengganti pakaian tidur. 

 Setelah Gea keluar, dia mendapati sepiring nasi telah tersedia di atas meja. 

"Apa Rayyan lapar lagi? Pasti dia tidak kenyang tadi," pikir Gea dalam hati.

"Kemarilah!" pinta Rayyan saat melihat Gea keluar. 

"Ke sana?" tanya Gea mengerutkan dahinya.

"Memangnya kemana lagi? Cepatlah kemari!"

 Gea menuruti. 

"Duduk!" kata Rayyan.

"Duduk di mana?" tanya Gea saat melihat hanya ada satu sofa di sana. 

 Tanpa menunggu lama, Rayyan segera menarik pinggang Gea dan mendudukkan gadis itu di pangkuannya. Lagi-lagi Gea terkejut dan tidak menyangka.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Gea gemetar. 

"Memangnya tidak boleh?"

"Kau selalu saja menjawab pertanyaan dengan pertanyaan," kata Gea kesal. 

"Apa kau tidak suka?" tanya Rayyan lagi yang membuat Gea bertambah kesal. 

"Apa kau tidak punya kalimat lain, selalu saja mengulang pertanyaan yang sama," sungut Gea.

"Kau cerewet sekali, diamlah!" kata Rayyan, lalu mengambil sesendok nasi untuk menyuapi Gea. 

"Buka mulutmu!" pinta Rayyan. 

"Untuk apa?" tanya Gea tidak mengerti.

"Kau harus makan, karena tadi kau makan sedikit sekali."

"Jadi makanan itu bukan untukmu?" tanya Gea dengan mata yang bulat.

"Untukku? Ya jelas bukan, aku sudah kenyang. Kau yang harus makan, tadi makananmu tidak habis, kan?" kata Rayyan. Dia tahu jika tadi Gea tidak bisa menikmati makanannya dengan baik, jadi Rayyan sengaja meminta pada pelayan untuk mengantar makanan ke kamarnya.

"Aku bisa makan sendiri," kata Gea yang tidak ingin disuapi. 

"Jangan terlalu membantah, Gea. Ayo, buka mulutmu."

 Akhirnya Gea memakan suapan pertama dari Rayyan, berlanjut ke suapan kedua, dan suapan seterusnya.

"Kau harus banyak makan, badanmu seperti tidak punya isi," kata Rayyan. 

"Kau selalu saja mengejekku," kata Gea kesal. 

"Siapa yang mengejekmu."

"Kamu. Bukankah tadi katamu aku ini seperti tidak berisi? Aku juga sering diejek sama saudara yang lain, bahkan mereka mengataiku lebih dari itu."

"Oh, ya? Memangnya apa saja yang mereka katakan?"

 Gea kembali diam, saat kesekian kalinya dia keceplosan. Apa karena selama ini Gea tidak punya teman untuk bercerita, lantas saat dia bertemu dan bersama Rayyan, Gea ingin menceritakan banyak hal padanya.

"Tidak, ada. Lupakanlah," kata Gea sambil memakan suapan yang terakhir. "Sudah selesai, aku akan membawa ini keluar," katanya meraih piring di tangan Rayyan. 

"Tidak perlu, biar mereka yang mengambilnya. Sekarang ayo kita tidur," ajak Rayyan. 

"Ha, tidur? Kita?" Ulang Gea gugup. Takut jika Rayyan akan meminta macam-macam. 

 Sebenarnya ini sangat mengaganjal dalam pikiran Gea. Dia tahu sebuah pernikahan itu harus bagaimana dan melakukan apa di malam pertamanya. Tapi bahkan Gea tidak sanggup untuk memenuhi itu semua. Dia hanya bisa berharap, jika Rayyan tidak akan meminta haknya sekarang. Setidaknya tidak terlalu terluka jika sesaat dia akan ditinggalkan.

"Iya, memang ada orang lain selain kita di kamar ini?"

"Tapi …."

"Kenapa? Apa kamu takut?" tanya Rayyan tersenyum. Dia bisa merasakan ada kecemasan di wajah Gea, dan dia suka itu. Wajah cemas dan gugup saat Rayyan mengatakan sesuatu yang mungkin membuat Gea takut. Takut pada sesuatu.

"Ti - tidak." Gea menggeleng sambil tersenyum. "Apakah kau … akan memintanya?" tanya Gea memastikan. Meskipun jika Rayyan meminta dia tidak akan sanggup memberikan.

"Meminta apa?" tanya Rayyan membuat wajah Gea tersipu malu. Rayyan sengaja, dia ingin melihat sebatas apa keberanian Gea dalam berbicara.

"Sudah, lupakan saja," kata Gea beranjak bangun. "Aku bisa tidur di lantai, kau bisa tidur di ranjang."

"Kenapa begitu?"

"Hanya untuk menghindar dari hal-hal yang tidak diinginkan." Alasan Gea. Sebenarnya dia tidak berani tidur di sana lantaran tidak biasa. 

"Memangnya ada yang tidak kau inginkan? Apa kau tidak menginginkan aku ada di sini? Jika begitu sebaiknya aku pergi saja," kata Rayyan mendekati pintu, alih-alih dia ingin pergi dan melihat apa yang akan dilakukan Gea.

"Jangan!" cegah Gea berlari menyusul. "Kenapa kau pergi? Apa kau tidak suka berada di sini?" tanya Gea penuh rasa bersalah, harusnya dia tidak mengatakan apapun tadi. Pasti Rayyan terluka.

"Itu tergantung padamu yang menganggap aku ini seperti apa."

"Apa maksudmu?"

"Jika kau anggap aku ini suamimu, maka aku senang, Gea. Dan itu artinya, kau pun harus tidur bersamaku."

 Gea terkejut. "Apa itu perlu? Tapi ... aku tidak mau," kata Gea menolak. 

"Jika kau tidak ikut tidur seranjang denganku, maka sebaiknya aku pergi saja." Rayyan kembali melangkah.

"Baiklah. Tidak masalah, lagian ... kita hanya akan tidur saja, bukan?" 

 Gea kembali mendekati ranjang, membiarkan Rayyan pergi di malam pertamanya adalah hal yang tidak baik. Apalagi Rayyan yang kini berada di rumahnya. 

"Apa kita tidur di atas ini?" tanya Gea saat melihat kelopak mawar di atas ranjang.

"Biarkan saja begitu, ini indah sekali," sahut Rayyan. 

"Baiklah."

 Gea memberi batasan di tengah-tengah dengan menaruh guling.

"Jangan lewati batas ini, kau mengerti," kata Gea.

Rayyan tidak menjawab, tetapi dia dengan sengaja memperdengarkan suara dengkuran yang ia buat-buat. 

"Berisik sekali," lirih Gea yang mencoba menutup telinganya dengan bantal.

 Mereka memang tidur berdua, seranjang. Namun, ada jarak yang masih memisahkan keduanya. Bahkan jarak itu lebih panjang dari hanya batasan bantal yang dibuat Gea. Saat ini memang belum ada cinta diantara mereka, juga perasaan apa-apa.

 Setelah memastikan Gea benar-benar tertidur, Rayyan bangkit dengan hati-hati agar Gea tidak terjaga kembali. Rayyan menuju balkon, menghubungi seseorang.

"Leon, apa kau sudah mengurusnya?"

[Sudah semua, Bos]

"Bagus, jangan lakukan apapun dulu sebelum ada perintah dariku."

[Baik, Bos]

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Sweet Dreams   Hadiah Spesial Malam Pertama

    "Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata

  • Sweet Dreams   Ulang Tahun Yang Tertunda

    Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom

  • Sweet Dreams   Persiapan

    Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun."Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati."Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya."Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis

  • Sweet Dreams   Ciuman Pagi Hari

    Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya."Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan."Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya."Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini

  • Sweet Dreams   Tidak Memberi Hadiah

    Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka."Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.Gea ikut berbaring di sisi Rayyan."Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang

  • Sweet Dreams   Pembacaan Surat Wasiat

    Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting."Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali."Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria."Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma."Selamat siang."Lantas tatapan wan

  • Sweet Dreams   Menahan Gejolak Rasa

    Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?"Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat

  • Sweet Dreams   Tingkah Rayyan Di Pagi Hari

    Elle baru saja keluar dari kamarnya, suasana sepi membuatnya bosan. Lantas dia memilih keluar dengan berjalan-jalan di sekitar. Rasanya seperti mimpi dirinya bisa kembali lagi ke rumah itu. Elle tersenyum, menyadari kini satu masalah telah usai. Dirinya tidak harus bersembunyi lagi seperti yang sudah-sudah.Namun, tiba-tiba senyuman Elle menjadi pudar ketika ia bertemu dengan Citra. Elle menatap Citra dari kejauhan, gadis itu sedang duduk sendirian. Kepalanya mengarah lurus ke depan."Aku begitu penasaran kenapa Citra tidak bisa mengingat semuanya. Aku harus bertanya lebih banyak padanya," gumak Elle. Lantas dia pun mendekati Citra."Kau sedang apa di sini, Citra?"Citra tersentak dengan memegang jantungnya. "Elle, kau mengagetkanku," gerutunya kesal.Elle tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping Citra."Bagaimana keadaanmu sekarang, Citra?""Apa aku terlihat sakit. Aku tidak suka dengan pertanyaan semacam itu."

  • Sweet Dreams   Ancaman

    "Kita sudah melangkah sejauh ini, Rayyan. Dan kerjasama kita hanya sampai di sini saja," kata Tuan Keano. Mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya hari itu.Memang pada awalnya Tuan Keano sudah mengatakan pada Rayyan, jika kerja sama mereka hanya sampai pada terbongkarnya kejahatan Bibi Andini dan Bibi Meyli."Mengapa keakraban kita hanya sebatas pekerjaan saja, Tuan Keano?" tanya Gea yang juga berada di tempat yang sama. Seakan dia merasa tidak rela untuk berpisah dengan pria tersebut."Iya, Tuan Keano. Kami sangat berharap akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan anda kembali," timpal Rayyan. Sejujurnya Rayyan merasa suka menjalin hubungan dengan pria itu.Tuan Keano tersenyum sekilas. "Jangan bersikap terlalu berlebihan, Gea, Rayyan. Meskipun ini telah selesai, tetapi tidak ada penyelesaian dalam sebuah hubungan hanya dengan perpisahan.""Apa maksud anda kita akan tetap berhubungan?" tanya Gea memastikan."Saya

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status