Seorang gadis periang dan pekerja keras bernama Gea Gladys. Nama itu yang ada di gelangnya saat ia masih bayi merah. Umurnya 18 tahun bulan depan, Ia sekolah di salah satu sekolah ternama di Kotanya, kelas 12 dan salah satu murid paling cerdas.
Jangan tanya siapa orang tuannya, di mana orang tuanya. Mengapa ia tak memiliki orang tua? Karena ia hanyalah anak angakat dari pasangan Kakek Nenek renta dan memiliki seorang Kakak angkat bernama Dita.
Mengapa tidak tinggal bersama orang tuannya?
Ya! Entah dibuang atau hilang saat masih masih bayi. Gea di temukan pertama kali oleh sepasang Kakek Nenek itu di depan toko saat hujan deras serta petir menyambar.
Kakek angkatnya hanyalah pensiunan perwira yang tidak di akui lagi oleh negara (miris). Mereka hanya hidup dengan hasil jualan Neneknya sebagai penjual gorengan, uang pensiunan Kakeknya pun hanya cukup untuk membayar kuliahnya Dita.
Karena itu Gea terpaksa harus bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Senin sampai rabu, Gea akan ikut angkat-angkat di toko besi. Kamis sampai sabtu ia mengamen dan minggunya ia harus ikut borongan proyek. Tubuhnya memang kecil, namun sejak kecil hidupnya penuh dengan perjuangan.
Kakeknya pernah berkata padanya, "Jika kita ingin mendapatkan apa yang kita ingin dan di hargai seseorang, maka kita tidak boleh lelah untuk berjuang." Kakek angkatnya meninggal 5 tahun lalu, dan Neneknya baru meninggal 3 bulan lalu karena sakit, mungkin juga karena faktor usia.
Gea sampai sekarang tidak pernah berharap akan bertemu orang tua kandungnya lagi. Dalam benaknya merekalah yang harus mencarinya. Akan tetapi, Neneknya selalu berkata, "Bagaimanapun keadaan orang tua kandungnya, Gea harus menghormatinya, memaafkannya karena sudah menelantarkannya. Gea juga harus berusaha ikhlas dengan apa yang sudah berlalu." itu kata Neneknya sebelum meninggal.
Ada keburukan yang dilakukan Gea dari kecil sampai sekang. Gea ini juga sering berkelahi, sejak kecil ia hanya bermain dengan teman laki-laki. Bahkan sampai di juluki jagoan di kampungnya. Meskipun begitu, ia tetap menjadi anak baik untuk Kakek dan Neneknya.
-----------------------
Hari ini hari Senin, saatnya bagi Gea semangat bersekolah. Ketika di jalan, tidak sengaja ia melihat seorang wanita, yang mungkin seumuran dengan Kakaknya, yakni Dita, sedang kebingungan di pinggir jalan.
"Ini memang sudah hampir telat. Tapi, aku kok nggak tega, ya ... dengan, Kakak itu." gumamnya.
Karena memang merasa tidak tega, Gea pun menghampirinya. Dalam pikirannya, bagaimana jika dirinya ada diposisi wanita itu jika tidak ada yang menolongnya, pasti akan merasa kebingungan.
"Kakak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Gea ramah.
Wanita itu melihat Gea dari ujung rambut hingga ujung kaki. Entah apa yang dipikirkan wanita itu tentang Gea. Hanya saja, mungkin wanita itu tidak yakin jika ada orang yang mau menolongnya. Awalnya malah Gea sendiri juga merasa curiga, namun ia yakin bahwa wanita itu, saat ini memerlukan bantuannya.
"Em ini, lho, saya kan baru disini, mau pulang tapi tas Kakak tadi di rampok. Ponsel dan dompet saya ada di tas itu, jadi bingung mau pulang nggak ada ongkosnya," ungkap wanita itu dengan wajah murung dan kebingungan.
Uang saku Gea tidak banyak. Hanya sisa dua lembar sepuluh ribuan saja. Ia terus berpikir, jika uang itu ia berikan kepada wanita malang itu, maka dirinya tidak bisa jajan hari itu juga. Namun, jiwa sosial Gea meronta-ronta, wanita itu pasti kebingungan sekali. Ia harus membantunya, ia bisa cari uang lagi nanti.
"Ayo, kak, ikut aku. Di sana kan ada tukang ojek, nanti saya yang bayarin. Tenang saja, kebetulan beberapa a tukang ojek di sana, saya kenal, kok." tunjuk Gea.
"Tapi …." wanita itu masih ragu.
Tanpa basa basi lagi, Gea menarik tangan wanita itu, dan membawanya ke ojek pengkolan, menghampiri Pak Jono (tukang ojek) .
"Pak, ini tolonglah saudara saya, ya. Ini uangnya, saya sudah telat eh. Antar saja kemana dia akan pergi!" Gea memberikan dua lembar sepuluh ribuan itu ke Pak Jono.
"Sampai jumpa, aku sekolah dulu, ya .... sudah telat, nih!" seru Gea melambaikan tangannya ke wanita itu. Gea terburu-buru karena gerbang sekolah sudah hampir ditutup oleh security kesayangannya.
Mengapa Gea menyebutnya kesayangan? Karena beliau selalu saja membantunya saat dirinya mengalami kesulitan. Semua keluarga security itu sangat baik kepadanya. Ada dua security di sekolah itu yang sangat baik kepada Gea.
"Woo ... anak nakal kamu, ya. Telat terus, cepat masuk, guru tampan-mu sudah masuk, lho!" security itu menjewer telinga Gea.
Guru tampan yang di sebut Pak Rohim (nama dari security itu), adalah guru magang yang baru beberapa waktu lalu masuk ke sekolah. Beliau masih sangat muda masih kuliah di mana nanti Gea juga ingin kuliah di tempat yang sama.
Karena sudah sangat telat, Gea berlari sangat kencang dengan sekuat tenaga. Senin memang jadwalnya upacara, dan sudah di mulai.
Ia akan di hukum karena terlambat. Gea menambah kecepatan berlarinya menuju kelas secepat mungkin. Masih harus mengambil topi dan menaruh tasnya di kelas dulu. Ia sering kali menaruh topinya di laci kelas, agar tidak tertinggal di rumah.
Kelasnya sudah kosong. Semua sudah ada di lapangan sekolah, sudah di mulai beberapa detik lalu. Gea menambah kecepatan berlarinya sambil merapikan baju yang tidak pernah ia rapikan dari rumah.
Tidak sengaja tubuhnya yang mungil itu menabrak Guru tampannya, yang bernama Zaka. Usianya baru menginjak 25 tahun, dan menurut semua siswi perempuan, Pak Zaka ini tampan, putih, tinggi, dan juga murah senyum.
Bruk!!
"Aduh, gitar spanyol-ku .…" rintih Gea sembari mengusap-usap pinggangnya yang mental di lantai.
Sedangkan yang ia tabrak tidak jatuh sekalipun. Jangankan jatuh, goyah saja tidak.
"Maaf, kamu tidak kenapa-napa, 'kan? Sini saya bantu." tanya Pak Zaka dengan mengulurkan tangannya.
Suara dari Pak Zaka mampu menggetarkan dadanya Gea yang memang sudah senam jantung karena berlari. Ini kali pertama Gea jatuh cinta dengan seorang lelaki. Akhirnya, gadis tangguh yang tak pernah roboh, bisa jatuh cinta dengan guru Bantu yang dikenal pendiam di sekolah.
"Sungguh memalukan!" batin Gea dengan menyembunyikan wajahnya.
Pak Zaka menyentuh tangan Gea dengan hati-hati. Sungguh mesum pikiran Gea sampai ia harus mendesah dalam batinnya.
"Oohhh ... halusnya tangan, Pak Zaka. Tak seperti tanganku yang kasar dan hitam kusam ini ...." batinnya.
Perlahan, Pak Zaka menarik tangan Gea. Karena Gea merasa lemas, akhirnya ia terjatuh dalam dekapan Pak Zaka. Sontak membuat Gea kaget dan segera menghindarinya. Takut jika security akan keliling dan mengetahui jika dirinya tidak mengikuti upacara.
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu."Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah."Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan."Kamu datang sendirian?" lanjut Gea."Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
Pertemuan antara anak dan ayah ini juga sangat mengharukan. Dalam sekejap, Bella berubah menjadi gadis yang baik. Perihal racun itu, Tuan Nathan dan juga Gea sudah memaafkannya, Gea memberikan kesempatan Bella supaya bisa berubah."Kenapa kalian tidak marah kepadaku?" tanya Bella dengan wajah bersalah.Gea tersenyum, kemudian membelai rambutnya dengan lembut. Ia berkata, "Sudahlah, kamu membenci kami juga karena kamu berpikir kami akan memisahkanmu dari Papa Ale-mu, bukan?""Tenang saja, kakakku, dan kedua orang tuaku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaanmu, Kak Bella," imbuh Ivan memberikan makanan baru yang ia bawa bersama dengan pelayan.Bella benar-benar merasa malu dengan Gea. Ia membenci Gea tanpa alasan yang belum tentu terjadi. Malam itu, Bella tak perlu ke hotel untuk istirahat. Aldi de
Sebelum Mutiara masuk ke mobil, ia menghampiri Rico dan meminta maaf jika dirinya selalu mengacuhkannya. Kejadian malam itu, membuat Mutiara sadar, jika dirinya memang jatuh cinta kepada pria yang beberapa minggu terakhir dekat dengan dirinya itu."Selamat tinggal, Rico. Jika aku ada salah, aku mohon maafkan kesalahanku, baik di sengaja atau tidak," ucap Mutiara tanpa menatap menatap mata Rico."Jangan pernah mengucapkan kata selamat tinggal jika di hati kita masih berharap pertemuan. Maafkan aku karena waktu itu aku sudah mengecewakanmu, Mutia. Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku." Rico memberikan sesuatu di tangan Mutiara.Kali ini, tatapan Mutiara penuh dengan arti untuk Rico. Ia hanya berharap, jika rasa sukanya hanya sekadar angin lalu saja. Tapi masa-masa SMA tidak akan datang untuk yang kedua kalinya, masa-masa indah y
"Sial! Apa yang sudah aku lakukan?" umpat Rico menyalahkan dirinya sendir. "Sekarang, apa yang akan Mutia pikirkan tentangku? Kenapa aku sangat gegabah?"Rico terus menyalahkan dirinya sendiri. Sementara itu, Mutiara tengah kesulitan mengatur debaran jantung yang tak seperti biasanya. Jantungnya berdebar hebat, apalagi ketika Rico menyentuh kulit dada miliknya."Kenapa jantungku berdegup cepat begini?" gumamnya. "Sebenarnya … rasa apa yang kurasakan saat ini. Lalu, kenapa ketika Rico menciumku, aku hanya bisa diam dan tidak menolak?" ujarnya menyentuh tanda merah yang diukir oleh Rico."Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Apa aku jatuh cinta kepadanya? Tapi apa yang membuatku jatuh cinta dengannya?"Pertanyaan-pertanyaan kecil selalu muncul dalam pikirannya. Mutiara tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, yang ia rasakan hanyalah debaran jantung yang cepat dan juga rasa kegelisah