“Senang dik akhirnya kamu lulus juga,” ucap Andi, Kakak Rania saat bersantai di ruang keluarga.
Sudah dua hari Rania berada di rumahnya, namun baru dapat bertemu kakaknya malam itu, kesibukan dan urusan bisnis sang kakak di luar kota lah yang membuat Rania tidak bisa langsung menemui Andi saat tiba di rumahnya.
“Belum sepenuhnya aak, kan masih ada pengabdian juga.”
“Tapi kan setidaknya sudah alumni.”
“Baiklah terserah aak sajalah.”
“Itu yang terbaik Ran, kalau sama aakmu itu mengalah saja, percuma kamu tanggapi ujung-ujungnya kalah,” Teh Rita, istri Andi yang baru bergabung di ruang keluarga ikut menanggapi.
“Teteh sepertinya berpengalaman sekali,” Rania tersenyum melihat kakak iparnya yang cemberut mendengar ucapan Rania.
“Ya begitulah aakmu ini tidak pernah mau mengalah meskipun yang diajak berdebat itu perempuan,” Rita melirik kesal pada suaminya.
Sepanjang malam Rania memikirkan apakah hatinya telah siap menerima kenyataan terpahit yang mungkin saja terjadi. Ia percaya Allah tidak akan mungkin memberikan cobaan di luar kemampuan hambanya. Rania merasa malu pada dirinya sendiri, saat menyadari pikiran-pikiran buruk bersemayam di otaknya.Sekitar pukul dua dini hari setelah beberapa saat tertidur Rania terbangun dan memutuskan mengambil air wudhu untuk salat malam. Usai salat, ia memohon pengampunan atas segala pikiran buruk yang terlintas dipikirannya. Gadis bermata sendu itu memohon pada Allah, Tuhan semesta alam, pemilik siang dan malam untuk memberikan jalan terbaik bagi dirinya dan masa depannya.Usai salat dan berdoa ia membaca wirit hingga pukul tiga pagi, tasbih pemberian Ahda menjadi saksi doa-doa dan bacaan wirit Rania malam itu. Kini semua kegelisahan itu tiba-tiba menghilang, lenyap, dan tergantikan oleh kedamaian. Itulah Rania selalu menenangkan hatinya dengan bermunajat pada Allah.Pagi itu u
Hari berlalu begitu cepat, tak terasa bulan ramadan telah berganti menjadi bulan syawal. Pagi itu setelah menjalankan ibadah Shalat Idul Fitri Rania dan keluarganya kembali ke rumah dan saling bermaaf-maafan. Sanak keluarga Rani yang lain akan berkumpul di rumah Rania saat malam. Sudah menjadi kebiasaan keluarga besar Rania berkumpul di rumah orangtua Rania, karena mereka merupakan saudara tertua dalam keluarga. Kakek Rania telah lama meninggal sedangkan neneknya tinggal di London, bersama dengan anak terkecilnya, adik umi Khadijah.“Tante Wina kapan tiba di sini Bah?” Andi memulai pembicaraan saat sarapan.“Entahlah mereka belum memberi kabar, besok baru mereka berangkat, masih mau silaturrahmi dengan keluarga suaminya dulu.”“Rania rindu sekali dengan nenek,” ucap Rania tiba-tiba.“Ya iyalah kamu rindu dikasih uang jajan nenek kan, dasar cucu kesayangan,” goda Andi sambil mengambil ayam yang ada di piring
“Assalammualaikum,” Ahda membuka pembicaraan.“Waalaikum salam,” Rania menjawabnya dengan gugup, Rita menahan tawa melihat tingkah adik iparnya.“Minal aidin wal fa idin Rania, mohon maaf bila ada salah selama ini,” Ahda kembali bersuara.“Minal aidin juga Ustaz, saya juga mohon maaf bila ada salah,” Rania berusaha untuk bersikap biasa saja.Suasana hening beberapa saat, tidak ada yang memulai pembicaraan kembali, suasana yang begitu canggung. Rita benar-benar menahan tawanya.“Apa kamu sendirian?” Ahda kembali bersuara.“Ah itu, tidak-tidak, kakak ipar saya ada bersama dengan saya, dan keluarga saya ada di ruang keluarga, saya akan memberikan panggilan ini kepada mereka, sebentar,” Rania benar-benar merasa gugup.Rania menggeser layar hp nya ke hadapan Rita, “Ini teteh Rita, kakak ipar saya,” ucap Rania.&ldq
Mentari pagi berjalan semakin meninggi, sinar hangatnya berubah menjadi panas, Rania menghabiskan waktunya sepanjang pagi di hari raya ketiga dengan novel. Buku bacaan kesukaannya. Ia duduk di taman belakang rumahnya. Ia merasa bosan di rumah dengan kegiatan yang sama, namun ia juga malas untuk pergi keluar, selain karena tidak ada teman yang akan menemaninya, ia juga tidak ada tujuan untuk pergi. Hampir semua tempat yang ada di Bandung sudah pernah dijajaki oleh Rania. Maklum saja dia sejak kecil senang bepergian dan jalan-jalan.“Rania...Rania...Rania..,” sayup-sayup Rania mendengar suara seorang wanita memanggil-manggil namanya. Rania meletakkan novelnya di atas meja taman depannya. Terdengar suara ribut-ribut di ruang depan. Ia pun berjalan menuju ruang depan rumahnya untuk memastikan keadaan di sana.“Ibu datang-datang sudah teriak-teriak, Khadijah akan panggil Rania, lebih baik ibu duduk dulu,” Umi Khadijah berusaha menenangkan wanita tua
Hari berganti demi hari, kicauan burung tandai pergantian hari. Lambaian dedaunan di subuh hari ucapkan salam perpisahan pada sang rembulan yang telah sinari sepanjang malam. Suara-suara ayam jago bersahut-sahutan sambut keindahan cahaya mentari pertama di awal hari. Para perempuan sibuk berkutat dengan wajan dan panci di dapur. Suara dentingan wajan dan spatula sebagai tanda kesibukan mereka.Namun kesibukan itu tidak dirasakan oleh Rania, gadis bermata sendu yang meneduhkan. Rania dan keluarganya sejak semalam telah berada di penginapan pondok tempat pengabdiannya. Dua hari lagi dia harus mulai mengajar karena itu dia harus datang lebih awal sebelum para santri mulai berdatangan kembali ke pondok usai liburan panjang. Harusnya tadi malam Rania sudah harus memasuki asrama guru di dalam pondok, namun karena Nenek Ainun yang memohon-mohon pada pengasuh pondok agar Rania diizinkan menginap di pengenipan pondok, akhirnya pengasuh pondok tersebut mengizinkannya karena tidak tega
Sepanjang perjalanan menuju pondok tempat pengabdian Rania, Nenek Ainun tidak mau berbicara. Ia hanya diam dan menekuk wajahnya. Ia semakin tidak ingin Rania meneruskan hubungannya dengan Ahda.“Nenekku tersayang, kenapa sih diam terus dari tadi?” Rania mencoba untuk mengajak bicara sang nenek. Namun, wanita 66 tahun itu tidak menanggapi ucapan Rania.“Nenek marah dengan Rania? Rania punya salah pada nenek? Jangan diam terus dong nek, Rania kan jadi bingung. Maaf ya nek, jika Rania mempunyai kesalahan pada nenek. Nenek boleh menghukum Rania tapi jangan mendiamkan cucu nenek seperti ini,” bujuk Rania kembali.“Rania, cucuk nenek yang paling baik, kamu tidak memiliki kesalahan pada nenek,” ucap Nenek Ainun sambil tersenyum ke cucu kesayangannya.“Terus kenapa nenek terus diam?”“Ran, embem ku tercinta, kamu yakin akan melanjutkan hubunganmu dengan ustaz itu?”Rania terkejut mendengar
Rania memang gadis yang mudah bergaul, hal tersebut terbukti dalam waktu beberap hari saja ia dapat dengan mudah akrab dengan teman-teman barunya. Ia senang bertemu dengan orang-orang baru. Bukan hanya dengan ustazah baru saja ia akrab, namun juga dengan para seniornya. Gadis itu sangat bersyukur karena di tempat pengabdiannya itu, dia mendapatkan kenalan baru dan teman-teman yang baik sehingga membuatnya betah.Meskipun hampir akrab dengan semua teman-teman barunya, namun Syifa dan Marwah lah teman paling akrab Rania. Selain mereka satu kamar, kebetulan mereka sama-sama asisten wali kelas di kelas satu meski berbeda-beda kelas, namun lokasi belajar santriwati kelas satu berada pada satu wilayah sehingga mereka pun selalu berangkat bersama setiap mengawasi kegiatan belajar malam untuk santri. Sebagian ustazah tahun pertama memang kebanyakan menjadi asisten wali kelas kelas satu, dua, dan tiga.“Eh Ran, Wa, anak bungsu Ustaz Fahmi baru datang dari Kairo loh,
Dengan membaca basmalah Rania mengambil isi amplop berwarna cokelat itu, keadaan kamarnya sudah sepi. Marwah dan Syifa telah terlelap dalam mimpi mereka usai mengawasi belajar malam, dua ustazah senior lainnya sedang mengerjakan tugas kuliah. Pondok Al-Hikmah memang membolehkan ustazah tahun ke dua untuk kuliah di perguruan tinggi terdekat, meskipun memang berat karena harus bolak-balik pondok pesantren dan kampus, selain itu juga tugas yang diemban tentu saja lebih berat lagi, karena di samping harus mengajar juga harus mengerjakan tugas perkuliahan, namun mereka menjalani semuanya dengan ikhlas.Assalammualaikum warrahmatullahi wabarakatuBagaimana keadaanmu di sana calon pendamping masa depanku?Baru membaca baris pertama isi surat itu sudah membuat pipi Rania memanas, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, kata-kata ‘calon pendamping masa depan’ pada pembuka surat itulah penyebabnya. Setelah berhasil mengkondisikan dir