Share

Mengganggu Hati

“Rania, kamu kenapa dari tadi siang melamun terus?” Aira teman sekamar Rania menegurnya.

“Ih, siapa bilang aku melamun, kamu ada-ada saja,” Rania mengelak.

Nggak usah bohong sama aku, jadi cerita saja,” Aira tidak menyerah.

“Diamlah Ra ini sudah malam, nanti yang lain bisa terbangun, sebaiknya kita tidur saja.”

“Jangan mencoba mengalihkan pembicaaan.”

“Aku tidak mengalihkan pembicaraan, tapi berbicara kenyataan, sudah tidur sana!”

“Aku mengenalmu sudah sangat lama, aku tahu kapan kamu sedang jujur dan kapan kamu sedang berbohong, jadi jangan coba-coba bermain denganku,” Aira semakin menggoda Rania.

Rania berpura-pura menutup matanya dan diam tanpa menghiraukan ucapan Aira kembali. Aira merasa kesal karena diacuhkan, ia memukul wajah Rania dengan bantal.

“Auh, kamu ini apa-apaan sih Ra?” sungut Rania dengan kesal.

“Aku tahu kamu hanya pura-pura tidur, jadi percuma saja menghindar dariku, sebaiknya kamu mengatakan yang sebenarnya,” Aira tetap mendesak Rania.

“Kamu ini memang pantang menyerah,” Rania memandang kesal pada sahabatnya.

“Ya, terserah apa katamu, kamu tahukan Ran, apa pun yang terjadi dan sekecil apa pun masalahmu, kamu tidak akan pernah bisa menyembunyikannya dari sahabat baikmu ini.”

Rania bangkit dari posisi tidurnya, ia duduk bersandar pada almari sambil menghadap sahabat dekatnya yang masih berbaring miring, “Em...sayang sekali semua yang kamu katakan itu benar, aku sama sekali tidak bisa berbohong dan menyembunyikan sesuatu darimu,” Rania tersenyum.

“Jadi?” Aira memandang Rania dengan ekspresi penuh harap, sedetik kemudian Rania menganggukan kepalanya dan mereka akhirnya tertawa bersama.

“Aku bingung harus memulainya dari mana,” ucap Rania sambil memandang langit-langit kamarnya.

“Mulai dari awal lah,” Aira mencoba mencairkan suasana.

“Kamu ini,” Rania memukul wajah sahabatnya dengan bantal.

“Ayolah cepat mulai sebelum ayam jago berkokok,” ucap Aira mulai tidak sabar.

“Baiklah, tapi sebelumnya aku mau bertanya sesuatu padamu, tapi janji jangan menertawakanku,” Rania melotot pada Aira, gadis itu tersenyum melihat ekspresi Rania, namun kemudian mengangguk.

“Apakah adanya kesamaan nama depan dan nama belakang dua orang manusia bisa menjadi tanda bahwa mereka berjodoh?”

Aira hampir saja tertawa lepas, namun dia buru-buru menahan tawanya setelah teringat akan janji yang ia buat sebelumnya pada Rania.

“Kamu sudah berjanji tidak akan tertawa,” kedua bibir Rania mengerucut.

“Siapa juga yang tertawa, aku tidak tertawa, aku hanya...”

“Hanya apa?” Rania memotong ucapan Aira.

“Hanya menahan tawaku,” Aira tidak sanggup lagi menahan tawanya, tawa itu pun lepas. Aira bangkit dari posisi tidurnya dan duduk memandang Rania yang berwajah masam.

“Ya Allah diam Ra, ini sudah malam, kalau yang lain bangun bagaimana?” Rania membekap mulut Aira dengan tangan kanannya.

Aira mencoba melepasakan tangan Rania yang membekap mulutnya, “Ih sakit tahu Ran,” ucap Aira setelah berhasil melepaskan tangan Rania.

“Kamu sih menyebalkan.”

“Iya maaf deh, aku janji tidak akan mengulanginya lagi,” Aira mengangkat jari telunjuk dan jari tengah tangannya di udara membentuk huruf V.

“Ya sudah jawab pertanyaanku tadi!”

Aira mencoba menetralisasi dirinya. Ia mencoba mengendalikan diri untuk tidak tertawa kembali, “Baiklah akan aku jawab, pertama baru pertama aku mendengar tentang hal itu, kedua itu tidak masuk akal, dan ketiga siapa yang telah mengatakannya padamu?”

“Tidak ada, sama sekali tidak ada orang yang mengatakannya. Aku hanya iseng bertanya saja,” nada gugup terdengar dari suara Rania.

“Baiklah aku percaya, lalu mengapa tiba-tiba kamu bertanya tentang hal itu?” Aira berusaha mengorek informasi dari Rania.

“Aku kan sudah bilang, aku hanya iseng, sudah lupakan saja pertanyaan bodoh itu,” Rania mencoba menghindari tatapan penuh selidik dari Aira.

“Baikah terserah padamu saja, lalu memang nama yang kembar itu siapa?”

“Adib Ahda Zahiri,” Rania menyadari ucapannya, ia membekap mulutnya dengan kedua tangan. Aira kembali tertawa melihat perubahan ekspresi pada wajah Rania.

Aira tidak dapat menahan tawanya, “Jadi, maksud kamu nama yang mirip itu namamu dan nama Ustaz Ahda? Selain itu, Ustaz Ahda juga yang mengatakan bahwa dua nama  manusia yang kembar bukanlah kebetulan tapi jodoh?”

“Tidak dia tidak mengatakan hal seperti itu. Kamu tidak perlu berlagak sok tahu begitu deh.”

Aira tidak merespon ucapan Rania, ia hanya melirik Rania, lirikan yang melambangkan ketidakpercayaan atas apa yang telah diungkapkan oleh Rania.

“Kamu jangan melihatku seperti itu, aku sungguh tidak berbohong, dia tidak mengatakan hal itu, dia hanya mengatakan bahwa nama yang sama bukanlah hanya sebuah kebetulan biasa tapi sebuah takdir dari Allah.”

“Oh benarkah? Jadi itu yang dikatakan ustaz tampan itu?” Aira berpura-pura memandang Rania dengan wajah serius.

“Ah kamu benar-benar menyebalkan. Kamu itu mudah sekali memperdaya seseorang, lain kali aku tidak mau bercerita padamu lagi,” ucap Rania dengan kesal.

“Terserah apa anggapan kamu, aku tidak peduli. Jadi, intinya kamu suka dengan ustaznya?” ucap Aira tanpa rasa bersalah.

Rania kembali memelototkan matanya pada Aira, “Aku tidak menyukainya, jangan bicara sembarangan.”

“Aku kan hanya bertanya, kalau tidak suka ya sudah. Tapi memang benar ya beliau itu ganteng banget?”

Waallahu alam, tampan, keren, cantik, manis, semuanya itu relatif. Aku juga tidak terlalu memperhatikan wajahnya.”

“Oke, tapi setelah aku pikir-pikir nama kalian unik juga, ah hampir sama nama depan dan nama belakangnya, Adibah Rania Zahara dan Adib Ahda Zahiri, jangan-jangan benar-benar kalian berjodoh.”

“Kamu ini, aku sedang serius, jangan bercanda terus ah.”

“Aku juga serius kok, siapa bilang aku sedang bercanda?”

“Kamu ini bukannya memberi jalan keluar tapi menambah masalah.”

“Oke-oke maaf, tapi jalan keluar untuk apa? Kamu kan belum memberi tahu  tentang masalahmu. Ah iya nama ya, tapi apa masalahnya? Kalau kamu keberatan tinggal ganti nama depan dan nama belakangmu atau kamu minta ustaz nya aja yang ganti, gimana? Bereskan?”

Emosi Rania semakin memuncak, ia seakan ingin berteriak karena merasa frustasi menghadapi sikap Aira yang menurutnya sangat menyebalkan, syukurlah Rania bisa mengendalikan dirinya malam itu, jika tidak maka seisi gedung Syanggit akan terbangun oleh teriakannya.

Melihat ekspresi wajah Rania yang mulai memerah karena marah, Aira pun menghentikan gurauannya, ia berusaha menanggapi permasalahan hati Rania dengan serius, “Oke maafkan aku, bercandanya selesai, sekarang serius, aku janji akan serius, jangan cemberut lagi dong,” Aira membujuk.

Rania tidak menjawab, dia hanya menghembuskan nafas dengan kasar, rasa kesal masih menyelimuti hatinya, Aira merasa bersalah, ia sadar tidak seharusnya menggoda Rania yang sedang kalut dengan hatinya.

“Ran, kita itu tidak pernah tahu jodoh kapan datangnya dan dimana datangnya, itu kata-kata yang selama ini kamu ucapkan setiap kali aku bertanya masalah jodoh padamu, lalu kenapa sekarang kamu risau? Apa karena pertemuanmu dengan ustaz itu, yakinlah bila kalian berjodoh maka Allah akan menyatukan kalian, jika tidak maka Allah telah menyiapkan jodoh lain yang lebih baik untukmu,” Aira menghentikan ucapannya beberapa saat.

“Masalah nama, sudahlah jangan terpengaruh apa pun yang ia ucapkan, hanya Allah yang tahu. Aku tahu tidak mudah menaklukkan hatimu dan tidak mudah pula kamu menyerahkan hatimu untuk seseorang,”  lanjut Aira.

Astaghfirullahhaladzim, kamu benar Ra, kenapa aku jadi memikirkan masalah yang tidak penting ini, kenapa dalam sehari aku menjadi orang yang berjalan tanpa arah, ya Allah, astaghfirullah, terima kasih Ra kamu menyadarkan aku,” Rania memeluk Aira, sahabat yang selama ini paling dekat dengannya. Mereka saling berpelukan dan tertawa bersama.

“Tidurlah!” ucap Aira.

“ Baiklah, semoga mimpi indah.”

“Untukmu juga.”

Sungai mengering, menjadi hamparan tandus

Air membeku, menjadi gumpalan tak berbentuk

Mentari menghilang dalam wajah kesunyian

Rembulan tak bersinar, hilang tak bertuan

Sepi menyergap, sunyi menyelimuti

Pasrah dan doa bukanlah menyerah

Semua bentuk penyerahan pada sang pencipta

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status