Share

CHAPTER 5 : Kiana yang tak peka

"Matanya kenapa lihat aku kayak gitu? Biasa aja, jangan pakai perasaan natapnya!" Kiana menyadarkan Joan yang melamun. Pandangan lelaki tampan itu tiba-tiba sayu, entah apa yang baru saja terlintas di dalam pikirannya.

"Ah, ti-tidak aku hanya … berpikir apa Jona akan bahagia di bawah asuhan ku?" Joan membuat Kiana kebingungan, kalimat yang di lontarkan lelaki tampan itu membuat pikirannya buntu sejenak.

"Maksudmu apa? Jona pasti akan bahagia, dia di rawat oleh lelaki tampan dengan bergelimang harta,"Kiana dengan jawaban simple yang terlintas dalam benaknya.

"Bagaimana bisa pria dengan masa kecil yang buruk ingin membangun masa kecil yang indah untuk seorang anak perempuan, Kiana …?"suara lelaki tampan itu merendah, matanya berkaca-kaca. dadanya terasa sesak menahan tangis, Ia kini Hanya bisa tertunduk dengan bibir gemetar.

Mendengar itu Kiana langsung memeluk Joan, ingin membiarkan lelaki itu menangis dalam dekapannya.

Kiana tahu, Joan tidak akan pernah mau menangis di depan seorang wanita, gengsinya terlalu tinggi.

"Tidak apa-apa, menangislah. Itu hal yang manusiawi, Joan," Kiana mengelus-elus lembut punggung Joan, menenangkan lelaki itu untuk sesaat.

Joan tidak bisa lagi menahan air matanya, sudah terlalu banyak hal pedih yang ia pendam sendirian selama 22 tahun lamanya.

"Aku yakin kamu pasti bisa buat dunia kecil yang bahagia buat Jona, aku yakin kamu bisa jadi sahabat baik untuk Jona,"Kiana yakin sahabatnya itu adalah lelaki yang hebat.

"Aku akan bantu kamu semampu aku, jangan sungkan untuk meminta bantuan. Aku selalu berada di dekatmu," kini Kiana juga ingin menangis, namun ia tahan. jika mereka berdua menangis, tidak ada yang akan menjadi penyemangat.

Entah mengapa suasana haru itu juga membuat Jona menangis, bayi itu seperti tahu mereka sedang bersedih.

"Jona, maaf ya … kita malah nangis depan kamu? Kamu jangan sedih ya, kakak Joan akan berusaha kuat untuk kamu," Kiana langsung mengambil Jona dari dekapan Joan, menenangkan bayi kecil itu.

Kiana beralih menatap Joan, lelaki itu segera berbalik menghapus sisa air matanya.

"Sini, gak usah malu … jona gak suka lihat kamu sedih. Jadi kamu harus kuat buat Jona dan aku," Kiana membalikkan tubuh Joan perlahan-lahan lalu menyapu sisa air mata yang ada di pipi joan dengan lembut. 

Menatap lelaki tampan itu dengan senyum tipis untuk memberikannya semangat.

"Tetap mau ku suapin atau makan sendiri aja?" Mendengar itu, Joan langsung menggeleng kencang dengan wajah memelas.

"Yaudah, buka lagi mulutnya," Kiana kembali mengarahkan sendok ke arah mulut Joan.

"Bentar, aku ambil tisu dulu. Ingusnya jangan ditarik ulang," Kiana tertawa melihat Joan, lelaki itu seperti anak kecil yang baru saja di omeli.

Tangan cekatan Kiana berhasil meraih tisu itu, walau satu tangannya sedang menggendong jona.

"Aku mau izin sama mama nginep buat jagain Jona, boleh? Sekalian ajarin Kamu cara rawat Jona," pinta Kiana pada Joan.

"Tidak perlu, aku takut merepotkan. Sekarang ada internet, mungkin aku bisa belajar dari sana,"tepis Joan dengan lembut, ia tak ingin terlalu banyak merepotkan Kiana.

"Tidak apa-apa, aku sama sekali tidak repot,"Kiana lalu beralih ingin mencuci buah apel yang ada di atas meja.

"Biar ku cucikan, tetap diam di tempat," pinta Joan dengan nada ketus namun terdengar tegas.

"Terimakasih Joan, yang tampan nan baik hati," Kiana melontarkan kalimat pujian di temani senyum manis miliknya.

Joan lalu mendengus kasar, saking seringnya ia mendengar kata-kata manis dari mulut Kiana saat ia membantu gadis itu. "Kalimat tipuan yang selalu kau lontarkan saat senang kepadaku masih sama, ya?" 

"Kau masih mengingatnya? Sejujurnya aku sama sekali tidak ingat kalimat itu,"Kiana tertawa kecil namun ia langsung diam saat mendapati ekspresi wajah Joan yang tidak berubah.

"Sebiasa itu aku bagimu Kiana? Semelekat itu posisi ku sebagai sahabat bagimu?"Joan menatap Kiana cukup lama, ia sendiri bingung dengan perasaan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. 

"Jangan tatap aku seperti itu, Joan," Kiana menundukkan kepalanya, gadis itu tak berani mendongakkan untuk menatap wajah Joan.

"Hanya bercanda, Kiana. Kau benar-benar gadis yang penakut," Joan tertawa puas lalu perlahan mengangkat dagu Kiana dengan jari telunjuknya. Menatap kedua bola mata gadis itu dengan intens.

"Apa? Kenapa tiba-tiba menatapku seperti itu? Kau membuatku takut, Joan," Kiana berbicara dengan suara gemetar, entah mengapa suasana jadi menegangkan baginya.

"Benarkah? Kalau begitu aku minta maaf,"Joan mengambil tangan Kiana lalu menciumnya seperti perlakuan seorang pangeran pada seorang putri.

"Kalau begitu aku juga minta uang," Kiana tertawa kecil di akhir kalimatnya, lalu menghempas tangan Joan.

"Boleh, tapi menikah dulu dengan ku," Joan tersenyum miring menatap Kiana, lelaki tampan itu lalu beralih kearah kulkas untuk mengambil sebotol alkohol.

"Menikah denganmu sama saja seperti masuk ke kandang buaya," Kiana menenggak segelas air dengan satu tegukan, lalu menatap ke sembarang arah.

"Ingin minum juga, Kiana?"tawar Joan mengambil 2 gelas wine dari lemari.

"Sejak kapan aku minum, minuman kotor itu, Joan?" Ujar Kiana dengan nada ketus, menatap sinis kearah Joan. Apa pria gila itu mengira ia gadis murahan dan tidak beradab?

"Shit, minuman kotor ya? Baiklah, aku akan membuangnya," Joan benar-benar membuang isi botol minuman itu ke dalam wastafel.

"Kau membuangnya? Kau sudah tobat, Joan? Lewat mana hidayah datang kepadamu?" Kiana terheran-heran melihat tingkah Joan, padahal ia sendiri tau Joan tidak pernah mau melepas alkohol sekalipun ia harus dilarikan ke rumah sakit.

"Lewat bayi yang ada dalam dekapanmu itu, lagi pula aku memang sudah lama ingin berhenti minum alkohol," Joan kembali mengambil beberapa botol alkohol yang masih tersisa, lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Really? Lihat Jona, kakak Joan sudah berhenti minum," Kiana tersenyum bahagia mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Joan.

Suara dering ponsel Kiana terdengar dari arah kamar Joan, gadis itu segera menyerahkan Jona pada Joan.

"Tunggu di sana, jangan ikut!" tegas Kiana, ia takut Jona tiba-tiba menangis saat ia mengangkat telfon yang sepertinya lagi-lagi dari mamanya.

"Halo? Kiana, kamu dimana nak? Pagi-pagi sudah keluar, dimana kamu?! Mama telfon dari tadi kok gak diangkat?" suara yang lembut namun tegas terdengar, sepertinya wanita paruh baya itu khawatir.

"Ya, halo ma? Maaf Kiana tak minta izin, pagi tadi Joan tiba-tiba menelfon karena merasa tak enak badan. Jadi Kiana memutuskan datang untuk menjenguknya," Kiana berusaha mencari alasan yang mungkin masuk akal, membuat cerita lain agar wanita paruh baya itu percaya.

"Oalah, di rumah Joan? Mama pikir kamu dimana, ya sudah. Kalau Joan sudah merasa baik, kamu langsung pulang ya?" wanita paruh baya itu untungnya percaya dengan omong kosong Kiana.

"Ya sudah, mama tutup telfonnya. Soalnya mama lagi buat kue, nanti mama antar kesana."

"Tidak perlu ma, Kiana yang akan mengambilnya,"tepis Kiana dengan tubuh gemetar.

"Kenapa? Mama juga mau jenguk Joan, kasihan anak itu tak ada yang memperhatikan," wanita paruh baya itu tetap kekeh ingin berkunjung ke rumah Joan.

"Ti-tidak perlu mama, Kiana berencana menginap di sini sehari. Apa boleh?" bibir Kiana mulai bergetar saat berbicara, ia bingung harus mengatakan apalagi agar mamanya tak datang ke rumah Joan.

"Ya sudah, tapi kamu pulang dulu ya,"pintanya pada Kiana.

"Iya, sedikit lagi Kiana pulang. See you," saat telfon di tutup, Kiana langsung menghela nafas lega. Menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar Joan lalu merosot ke lantai.

"Bagaimana Kiana? Apa mama kamu curiga?" Joan segera menghampiri Kiana dengan raut wajah khawatir.

"Huft, untung mama gak curiga. aku pulang sebentar ya,"pinta Kiana, ia dengan tergesa-gesa bangkit dari posisi duduknya.

"Baiklah, hati-hati. Jona Ayo say goodbye to bunda Kiana," Joan mengangkat tangan kecil Jona lalu melambay-lambaykannya  ke arah Kiana.

"Bye Jona, tunggu sebentar ya. Aku akan kembali," Kiana segera mengambil kunci motornya  lalu berlari kecil keluar rumah.

"Pastikan kau juga akan kembali untukku," teriak Joan membuat Kiana tersenyum tipis.

"Bagaimana bisa aku meninggalkan lelaki tampan ini? Aku sangat mencintaimu."

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status