Share

10: LUMIÈRE

Usai Agra meninggalkannya, Andien beranjak menuju meja yang ditempati Dirga dan Ian. Andien mengatupkan bibirnya agar tak terkekeh melihat pemandangan di depannya. Kedua pria itu menatapnya dengan tangan Ian yang masih menggenggam erat pergelangan tangan Dirga.

"Segitu naksirnya lo sama cowok gue?" ledek Andien pada Ian sambil menunjuk genggaman tangan Ian dengan dagunya.

Kedua pria itu langsung memandang ke arah pandang Andien.

"Najis!"

"Najis!"

Ucap keduanya bersamaan.

'Hahahaha!'

Andien terbahak melihat ekspresi keduanya, pun beberapa orang pelanggan seperti mereka yang sedang menikmati sajian.

"Tuh laki lo! Kalo ga dipegangin udah baku hantam sama mantan lo! Heran! PMS lo ya? Emosian banget!" omel Ian.

"PMS pala lo! Kan ada elo pengacara gue. Tinggal lo urus!" balas Dirga.

"Eh kampret! Lo pikir itu orang ga akan kenapa-kenapa dipukulin sabuk hitam kayak elo? Bagus kalo cuma lecet, kalo modar?"

"Lo pikir gue jadi sensei cuma buat bikin orang modar?"

"Haduuuhhh! STOP! Berisik tau gak! Udah tua kelakuan kaya bocah. Malu sama umur! Debat lagi aku selepet pake karet mulut kalian berdua!" ujar Andien geram. Berusaha melerai perdebatan kedua pria itu. Andien belum tau saja kalau hari-hari Dirga, Ian dan Borne ketika ketiganya bersama jauh dari kata damai.

"Eh Ndien, mantan lo itu Braga Adhiyaksa bukan sih?" tanya Ian.

"Iya. Lo kenal?" jawab Andien.

"Njiiir... Konon katanya tajir melintir itu dia! Kok lo tolak, Ndien? Makmur lho kalo sama dia."

"Gue juga tajir! Setan lo, senang banget bikin gue murka!" omel Dirga tak terima.

Ian malah tertawa menanggapi kekesalan sahabatnya itu.

"Kenal sih ngga. Pernah liat aja. Makanya tadi kayak ga asing gitu. Gue pernah ngikutin sidangnya. Temen gue pengacara tersangka waktu itu. Mantan lo itu jaksa penuntutnya. Buset, garang banget itu orang di ruang sidang!" lanjut Ian lagi.

"Gue ga pernah ngikutin sepak terjang dia Yan. Ga tertarik."

"Ya karena lo ga tertarik sama mantan lo itu makanya lo ga tertarik sama sepak terjangnya. Dia baru cerai bukan?"

"Iya. Belum ada setahun deh."

"Cerainya bukan gara-gara ngarep balikan sama lo kan?"

"Dih gila lo! Khayalan lo kejauhan!"

"Gue pengacara Ndien, wajar gue suka ngayal kemana-mana!"

"Ya mana gue tau."

"Tapi hebat lo, bisa bikin seorang Braga Adhiyaksa nunduk begitu. Ngenes banget nasibnya tuh orang. Bini lepas, gebetan juga lepas!"

Ian tertawa sinis mendengar ucapannya sendiri.

Sementara di sebelah Andien, Dirga masih menggenggam tangan kiri kekasihnya itu sambil mendengarkan percakapan Ian dan Andien.

"Segitu hebatnya, bro?" tanya Dirga pada Ian.

"Ya gitulah. Persentase kemenangan dia tinggi. Kalau ada kasus yang jaksa penuntutnya dia, kita-kita ini musti ekstra nyiapin data buat di bawa ke persidangan. Orangnya teliti banget. Terdakwa bisa kena pasal berlapis kalo kasus udah di tangan dia. Plus aura mengintimidasinya juara! Gue sih belum pernah hadap-hadapan sama dia. Waktu..."

"Cocok tuh soal mengintimidasi!" potong Andien di tengah penjelasan Ian.

"Kenapa?" tanya Dirga heran. Kedua netranya sekarang sudah mengunci netra Andien.

"Waktu aku putus sama dia, dia bilang karena sifat jelek aku. Dan pernyataan dia itu bikin aku ga percaya diri. Padahal dia selingkuh, nyari-nyari alesan aja buat nutupin kesalahannya. Yang nyakitinnya, dia ga ngasih kesempatan sama sekali untuk aku bicara. Jangankan menjelaskan, sekedar bicara aja ga bisa. Udahlah ga usah dibahas, males juga." jelas Andien malas-malasan.

"Kenapa sifat lo?" tanya Ian penasaran.

"Katanya gue mojokin dia mulu. Jadi dia ga nyaman sama gue."

"Dih bangsat tuh orang! Playing victim! Semua cewe ya bakalan begitu. Belum ketemu aja sama bini gue! Telat semenit sampe rumah langsung dicecar abis gue sampe mojok dibalik pintu! Njir, ngeri brooo! Untung cinta!"

Andien dan Dirga tertawa renyah membayangkan raut wajah Ian yang ketakutan karena ulah istrinya.

"Ya lo maklumin lah, namanya lagi hamil." Andien berusaha membela Meta - istri Ian.

"Kagak hamil aja dia begitu! Lo bayangin aja lagi hamil begini, ampun gue! Apa karena cowok ya bayinya bini gue jadi garang begitu?"

Dirga makin terkekeh mendengar pembelaan Ian.

"Bagus lah lo punya bini kaya Meta. Secara tiap hari lo ketemunya sama client yang pake baju kurang bahan mulu. Kalau ga ingat punya singa di rumah mana bisa pulang on time lo?" cecar Dirga.

"Sorry bro! Gue ganteng-ganteng gini suami setia. Bandel boleh, bego jangan! Mantan gue emang banyak, tapi sekedar jalan doang, ya paling ujung-ujungnya gue php-in. Gue bukan penjahat kelamin, bro! Begitu ijab kabul, kelar masa-masa petakilan begitu."

"Iye-iye percaya gue!"

"Emang Ian mantannya sebanyak apa, sayang?" tanya Andien polos.

"Oh, kalo dikumpulin bisa buat pawai tujuh belas... Auuuwww!! Setan!!!" maki Dirga sambil mengelus kepalanya yang digetok oleh Ian dengan buku menu, sementara sang pelaku hanya mencengir lebar.

"Udah ah, balik ke kantor gue. Setengah jam lagi client gue dateng. Lo yang bayar!" tandas Ian pada Dirga seraya beranjak dari tempat duduknya. "Bye Andien... Baek-baek sama tuh demit satu!"

Andien hanya tertawa mendengar kelakar Ian.

Setelah punggung Ian menghilang di balik pintu keluar cafe, Andien pun mengajak Dirga untuk urung diri dari tempat tersebut.

"Kak, balik yuk. Aku ngantuk banget. Masih laper juga!"

"Makan lagi dulu aja baru kita balik."

"Ngga ah, mau tidur aja dulu di mobil. Makan nanti aja gampang, mau makan nasi aja, aku belum ketemu nasi dari pagi."

"Mobil kamu ditaruh di sini dulu ya. Aku telpon Borne buat kirim supir bawain mobil kamu ke rumah." ujar Dirga sambil membuka ponselnya untuk menelpon Borne.

Andien mencegahnya. "Aku ga bawa mobil. Ga bisa dinyalain, accu-nya sepertinya harus ganti. Tadi aku naik kereta."

Dirga terheran-heran. Baru akan menjawab, Andien sudah bicara lagi "Sayang capek ga? Kalau ga capek, anterin aku pulang ya? Aku beneran ngantuk dan pusing. Tiga hari ini aku begadang karena ngejar revisi akhir untuk ke penerbit. Dan aku masih... Kangen!"

Dirga masih ingin bertanya, tetapi melihat wajah dan manik mata Andien yang sudah layu, ia pun mengurungkan niatnya. Dirga mengecup tangan Andien, mengangguk, lalu mengajak kekasihnya meninggalkan cafe itu.

Sampai di pelataran parkir, Dirga bergegas membukakan pintu mobil untuk Andien. Ia lalu beranjak, membuka bagasi untuk mengambil selimut yang memang selalu tersedia di mobilnya. Begitu ia duduk di balik kemudi, Dirga terkekeh melihat Andien yang sudah tertidur pulas.

"Ya ampun sayang... Capek banget ya?" pertanyaan retoris itu mengalir pelan dari mulut Dirga.

Detik selanjutnya Dirga menyalakan mobil, mengatur suhu udara, membantu memasangkan Andien seat belt, merebahkan sandaran kursi, dan menyelimuti kekasihnya itu. Netranya terkunci pada wajah lelah yang tetap terlihat cantik itu.

"Gimana bisa kamu bikin aku jatuh cinta berkali-kali? Ngga di masa kita kecil, ngga juga saat ini. Selalu kamu, selalu kamu yang mengikat hati aku." lirih Dirga lagi.

Tak bisa menahan, Dirga mengecup bibir Andien lembut beberapa saat dan mengelus lembut pipinya seraya berujar...

"Je Vous Aime, lumière".

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status