Share

BAB 2.

Sore itu Kanisa terbangun dengan tubuh lemas dan terasa remuk. Wajahnya terlihat pucat dengan bibir ranumnya yang kian terasa sakit dan bengkak. Bahkan bukan hanya bibirnya saja, miliknya yang di bawah pun kembali sakit setelah sebelumnya rasa sakit itu sempat hilang. Tapi karena ulah pria bajingan itu, rasa sakitnya kembali terasa bahkan berkali-kali lipat dari sebelumnya. 

Kanisa mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar yang sepi. Bahkan pria bajingan yang sudah menyentuhnya kembali itu pun sudah tidak ada lagi di sampingnya.

Setelah menyetubuhinya pria itu pergi begitu saja bahkan tanpa membereskan kekacauan yang dia buat dengan tubuh Kanisa yang dibiarkan dalam keadaan masih polos. Kanisa mengepalkan tangannya, benar-benar marah pada Tendero. 

Benar-benar pria bajingan! 

Menarik selimutnya, Kanisa menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tersebut sebelum akhirnya bergerak turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi dengan langkah hati-hati. Karena kecerobohannya yang tidak sengaja menginjak ujung selimut yang menjuntai— Kanisa berakhir jatuh terduduk. Dia meringis, begitu merasakan lututnya yang sakit akibat terbentur lantai bertepatan dengan pintu di sebelah kananya terbuka— menampilkan wajah pria yang sangat tidak ingin dilihatnya. Siapa lagi kalau bukan Tendero.

Memalingkan wajahnya, Kanisa buru-buru merapatkan selimut yang menutupi tubuh polosnya itu. Dia tersentak saat merasakan tubuhnya melayang. Tatapannya langsung bertemu dengan mata tajam Tendero. 

“Turunkan aku!” Kanisa memberontak yang sayangnya tidak dituruti oleh pria itu. Dengan santainya Tendero memayang Kanisa— membawanya ke kamar mandi lalu menundukan Kanisa di atas closet duduk. 

Setelahnya Tendero mengurung tubuh Kanisa dengan kedua tangannya yang menempel di dinding. Kanisa yang mendapat perlakuan tersebut sontak meringsek mundur sampai punggungnya menyentuh dinding dibelakangnya yang terasa dingin. 

“Mandi yang bersih, setelah itu pakai baju yang sudah aku siapkan lalu turun ke bawah untuk makan. Kali ini kau harus makan, jika tidak— ” Tendero tersenyum, menyentuh rahang Kanisa dan mengelusnya naik turun. 

“Kau pasti sudah tahu apa akibatnya jika kau membantah bukan.”

Kanisa menepis tangan Tendero yang ingin menyentuh dan memalingkan wajahnya tanpa menjawab perkataan pria itu. 

Menarik dirinya, Tendero memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Memandang Kanisa sebentar kemudian melangkah keluar dari kamar mandi. Sementara itu Kanisa terlihat menghela nafas dalam, dia pun mulai membersihkam tubuhnya yang sangat kotor karena perbuatan pria bajingan itu. 

***

Bukan memakai pakaian dres merah yang sudah disediakan Tendero untuknya. Kanisa justru melemparkan kembali dres yang baru di lihatnya itu ke atas kasur. Dia diam sebentar sebelum akhirnya memutuskan mencari pakaian dari dalam walk in close yang mana semua barang yang ada di dalamnya memang sudah disediakan khusus untuknya. Dia tahu itu karena Tendero sudah memberitahunya sejak pertama kali dia resmi tinggal di rumah mewahnya. 

Pakaian, sepatu, tas, jam, dan beberapa hal wanita lainnya terlihat berjejer rapih di dalam walk in close tersebut. Ditata sesuai jenisnya. Meski dirinya dimanjakan dengan segala kemewahan yang diberikan Tendero, Kanisa tidak merasa senang sedikit pun. Dia memakai pakaian yang dibelikan pria itu pun terpaksa, karena jika tidak memakainya maka Kanisa tidak akan berpakaian apa pun. 

Setelah memilih celana training hitam dipadukan dengan jaket putih, Kanisa keluar dari walk in close dan langsung dikejutkan dengan kehadiran Tendero yang tiba-tiba sudah berdiri disebelah pintu. 

Tendero memandang Kanisa dari bawah kaki hingga ke atas kepalanya, dia lalu menyeringai. 

“Kau menolak pakaian yang sudah aku pilihkan untukmu,” ucap Tendero benar-benar merasa terkesan karena dikondisinya saat ini Kanisa masih saja keras kepala dan tetap membantahnya tidak perduli meski Tendero sudah beberapa kali menghukum Kanisa hanya untuk membuat wanita itu jera dan menyadari posisinya.

Tapi karena sikap keras kepalanya dan pembangkang itu semakin membuat Tendero menyukai Kanisa. Dia ingin terus menguji Kanisa dan melihat sampai sejauh mana wanita itu akan tetap mempertahkan egonya yang tinggi dan keras itu.

Kanisa hanya diam saja. 

Melihat Kanisa yang juga tidak kunjung menjawabnya, Tendero menghela nafas panjang. Meski dia merasa kesal dengan sikap Kanisa tapi kali ini Tendero membiarkan wanita itu berbuat apa pun sesukannya karena hari ini Tendero sedang malas untuk bertengkar dengan Kanisa hanya karena masalah sepele.

“Baiklah, tidak masalah. Lagi pula kau tetap memakai pakaian yang aku belikan juga untukmu.”

Tendero melangkah, hendak meraih tangan Kanisa. Namun dengan cepat Kanisa menarik tangannya. Tendero yang mendapatkan penolakan secara terang-terangan itu hanya tersenyum saja. 

Matanya memandangi Kanisa yang berlalu pergi dari hadapannya. Tanpa melunturkan senyumnya, Tendero lantas menyusul Kanisa. 

“Benar-benar menarik. Aku jadi tidak sabar ingin melihatmu jinak kepadaku Kanisa. Kita lihat butuh berapa lama bagiku untuk menjinakan wanita sepertimu yang keras kepala dan sangat pembangkang ini,” gumam Tendero kemudian menyusul Kanisa.

Menuruni anak tangga, Kanisa melihat beberapa pelayan terlihat tengah menyajikan makanan di meja besar yang ada di ruang makan. Berbagai makanan mewah tersaji rapih di atas meja besar tersebut membuat Kanisa sempat terpaku dibuatnya, namun sesaat kemudian dia tersentak saat merasakan sebuah tangan melingkar dipinggangnya. 

Tendero, orang yang melakukan itu tersenyum manis saat Kanisa memberinya tatapan tajam. 

“Kau mungkin bisa menolakku untuk kedua kalinya tadi, tapi kali ini aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu lagi,” bisik Tendero di sebelah telinga Kanisa. Dia mengeratkan pelukannya dipinggang Kanisa lantas membawa wanita itu menuju meja makan dan mendudukanya di kursi yang baru saja digesernya untuk Kanisa. 

“Kalian semua pergilah,” perintah Tendero yang langsung dipatuhi seluruh pelayan. 

Ruangan besar itu kini terasa hening, hanya di isi oleh mereka berdua dengan beberapa bodyguard yang terlihat berjaga dari kejauhan. 

“Kau pasti sangat lapar sekali bukan karena tiga hari ini tidak mau makan. Nah, sekarang makanlah yang banyak,” celoteh Tendero memberikan piring yang sudah di isinya dengan nasi dan beberapa lauk kehadapan Kanisa. 

Kanisa diam memandangi makanan yang disodorkan Tendero padanya. Sejujurnya Kanisa tidak sudi memakan apa pun yang diberikan oleh pria yang sudah menghancurkan hidupnya dan juga masa depannya. Tapi jika dia tidak makan sekarang, maka dia akan mati kelaparan karena sejak dari kemarin hingga sekarang ini cacing-cacing dalam perutnya terus memberontak, minta di isi. 

“Kenapa diam saja. Ayo makanlah.”

“Aku bilang makan Kanisa.” Tatapan Tendero terlihat menajam. 

Tanpa menjawab celotehan Tendero. Kanisa meraih sendok dan mulai makan. Tendero yang melihat Kanisa menuruti perkataanya, tersenyum manis. Tangannya bergerak mengelus lembut puncak kepala wanita itu. 

“Bagus, makanlah yang banyak.”

“Iya aku akan makan yang banyak sebelum melarikan diri darimu bajingan,” batin Kanisa sinis. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Khoirul N.
Ada beberapa typo yees. Juga susunan kalimat yg kurang efektif Kaka. Semangat 💪💪
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status