Share

BAB 3.

Sejak awal menginjakan kaki di mansion mewah yang super megah itu untuk pertama kalinya Kanisa langsung disambut baik dan sangat diperlakukan hormat oleh para pelayan dan para penjaga yang bekerja di mansion tersebut.

Sikap lembut dan ramah dari setiap orang di dapatkannya dalam sekejap. Tidak, bukannya Kanisa tidak ingin diperlakukan layaknya ratu, tentu saja setiap orang menginginkan posisi itu termasuk dirinya. Hanya saja itu membuatnya sangat bingung. Pasalnya, Kanisa tahu betul semenjak sang bos Mafia meminta dirinya menjadi jaminan pelunas hutan keluargannya, mulai sejak itu juga dia adalah pelayan sang bos besar itu. 

Di mansion itu dirinya tidak lebih dari seorang pelayan atau lebih tepatnya budak pribadi Tendero yang harus melayani sang tua disaat pria itu menginginkannya. 

Baginya menjadi pelayan mansion biasa yang pekerjaan hanya mengurus mansion dan memasak adalah hal yang derajatnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan dirinya yang tidak lebih dari seorang budak pemuas nafsu seorang bos mafia yang mana menurut Kanisa derajatnya tersebut jauh lebih rendahan dari pelayan biasa. 

Seharunya dia tidak mendapat perlakuan spesial dengan segala kemewahan yang selalu memanjakannya setiap saat layaknya nyonya besar di rumah itu. Harusnya dia diperlakukan menjijikan layaknya sampah, karena menurutnya itu pantas untuknya yang sudah terlanjur kotor dan menjijikan setelah tubuhnya berkali-kali dijamah pria sialan itu. Tapi ini tidak sama sekali, bukannya diperlakukan buruk dan menjijikan serta mendapatkan tatapan sinis dari pelayan atau penjaga yang bekerja di mansion itu. Kanisa justru mendapatkan tatapan penuh hormat, para pelayan dan penjaga itu bahkan sungkan mengangkat kepala mereka meski hanya tidak sengaja bertemu pandang saja. 

Setiap berpapasan dengan dirinya mereka langsung menunduk, sama halnya ketika berhadapan dengan Tendero. 

Tentunya perlakuan spesial penuh kehormatan ini didapatkannya berkat si pria bajingan yang sudah mengotori dirinya. Siapa lagi jika bukan berkat sang penguasa mansion, Tendero Lecanpon— Kanisa diperlakukan dengan begitu baik di mansion tersebut. Bahkan ketika para pelayan mencoba membantunya dalam suatu hal. Mereka selalu membantunya dengan penuh ke hati-hatian seakan mereka tidak boleh sampai melakukan sebuah kesalahan sekecil apa pun. 

Karena bagi Tendero apa pun yang menyangkut dirinya haruslah sempurna tidak boleh ada yang cacat sedikit pun dan jika sampai para pelayan itu membuat dirinya susah maka bayarannya adalah nyawa mereka sendiri. Tendero memang sekejam itu mengingat dia seorang bos mafia tanpa belas kasih, jadi tidak heran jika dia terbiasa menghilangkan nyawa seseorang dalam sekejap meski hanya melakukan kesalahan kecil pun. Tapi hal itu tidak berlaku pada Kanisa. Iya hanya pada dirinya saja. 

Bagi setiap orang yang melihat dirinya masih bertahan sejauh ini, itu adalah sebuah rekor luar biasa. Karena menurut Netra— pelayan khusus yang diperintahkan Tendero untuk menjaganya. Tendero tidak pernah sekalipun mempertahankan seorang wanita selama ini, sebab Tendero terkenal sebagai pria yang gemar bermain-main hanya dengan satu wanita sekali pakai habis dibayar lalu ditinggalkan. 

Bahkan perlakuan Tendero pada Kanisa justru lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan Tendero pada wanita jalang di luar sana yang katanya selalu diperlakukan sangat buruk. 

Menurut Netra, jika Tendero sampai mempertahankan dirinya selama ini bahkan memperlakukannya dengan spesial itu artinya Kanisa sangat berarti dalam hidup Tendero. Terkesan? Tidak sama sekali, Kanisa justru sangat muak. 

Meski sudah melakukan banyak kesalahan seperti membangkang pada Tendero. Berkali-kali memberontak, tidak mematuhinya dan selalu berkata kasar padanya. Kanisa tidak sekalipun dibunuhnya. Meski begitu bukan berarti segala kesalahannya dimaafkan begitu saja. Nyatanya di saat Kanisa melakukan kesalahan, dia akan selalu mendapatkan hukuman menjijikan itu dari Tendero. Dengan menyetubuhinya berkali-kali. 

Jika semua orang selalu memperlakukannya dengan baik dan hormat berkat sosok Tendero. Itu tidak berlaku untuk Tendero sendiri, meski sikapnya kadang selalu manis dan selalu memanjakan Kanisa. Tetap saja pria itu jauh lebih buruk dari seekor anjing. Dirinya benar-benar sangat membenci pria itu yang sudah memperlakukannya jauh lebih buruk dan sangat hina dari siapa pun. Memang tidak ada kekerasan seperti ditampar atau dipukuli hanya saja apa yang dilakukan Tendero padanya benar-benar sangat buruk. 

Kanisa sangat menyayangkan akan perlakuan buruk pria itu yang kerap kali membuatnya tersiksa tidak berdaya di bawah kuasanya. 

Jika saja, Tendero adalah pria baik, dengan wajah tampannya yang manis dan sikapnya yang kadang manis dan manja itu. Mungkin sejak pertama bertemu dengan pria itu Kanisa akan langsung jatuh hati padanya. 

Tapi tidak. Sampai kapan pun dirinya tidak ingin jatuh pada pria itu. Kanisa berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan menyukai pria yang sudah membuatnya hancur. 

Bagaimana pun caranya Kanisa harus kabur dari pria itu. Dia benar-benar sudah tidak tahan lagi diperlakukan sebagai budak pemuas nafsu oleh pria itu. 

Dan pagi ini, tepat setelah Tendero pergi bekerja Kanisa akan memulai rencananya. Kabur dari kediaman mansion Tendero untuk selamanya dan tidak akan kembali lagi. 

Kanisa baru saja selesai mandi dan mengganti pakaiannya menjadi lebih santai ketika pintu kamarnya terbuka— menampilkan Tendero dengan setelan rapih berharga mahal melekat di tubuhnya dan terlihat sangat cocok. 

Tendero tersenyum mendekati Kanisa dan memeluk tubuh mungil wanita itu. Dia memejamkan matanya, mencium lekat-lekat aroma vanila yang menyeruak dari tubuh Kanisa.

Tendero sangat menyukainya dan belum pernah dia begitu candu terhadap aroma seorang wanita. Baru Kanisa yang mampu membuatnya seperti ini. 

Seolah mendapat energi baru. Tendero membuka matanya yang terlihat berubah menjadi berbinar, pria itu tersenyum lebar dan tanpa melepaskan pelukannya dia mengecup bibir ranum Kanisa yang seolah menjadi candu kedua setelah aroma tubuhnya.

Kanisa menarik dirinya, mendorong Tendero untuk menjauh, sayangnya pria itu tidak melepaskan wanita itu dan semakin mengeratkan pelukannya. 

“Pagi ini aku ada rapat sebuah proyek besar. Kemungkinan aku akan pulang sedikit malam. Jadi kau diam lah di rumah dan jangan coba-coba untuk kabur,” ucap Tendero mencoba memperingatinya.

Kanisa hanya diam saja, menatap sinis pria dihadapannya yang lagi-lagi menciumnya. 

Dengan sekuat tenaga kanisa melepaskan dirinya dan mendorong jauh Tendero. Tendero yang mendapatkan perlakuan tersebut hanya tersenyum dan mengacak rambut Kanisa dengan gemas. 

“Kalau begitu aku pergi dulu. Baik-baik lah di rumah, jika perlu sesuatu minta pada Netra.” 

Sekali lagi Tendero mengecup singkat bibir Kanisa lalu berlalu keluar dari kamar. Kanisa diam memandang kosong punggung Tendero yang kian menjauh hingga menghilang begitu pria itu menuruni anak tangga. 

“Ini kesempatanku untuk kabur,” gumam Kanisa. Dia berjalan cepat keluar dari kamarnya. 

Tiba di anak tangga terakhir, Kanisa melihat mobil yang membawa Tendero keluar dari halamanan mansion. Senyum tipis penuh arti terbit di bibirnya. 

Seorang pelayan datang menghampirinya membuat Kanisa langsung merubah ekspresinya jadi datar. 

“Nona butuh sesuatu?”

“Em, boleh aku jalan-jalan berkeliling sekitaran sini?”

Pelayan itu tersenyum dan mengangguk, “Tentu saja. Mari aku antar nona berkeliling.”

Mengangguk patuh, Kanisa mengekori Netra, pelayan pribadi yang ditunjuk Tendero untuk melayani kebutuhan Kanisa sekaligus menjadi pengawasnya selama Tendero tidak ada. Mereka berdua mulai mengelilingi setiap tempat yang ada di mansion milik Tendero. Sesekali Netra yang memang sudah cukup lama bekerja pada Tendero juga sedikit menceritakan sejarah tentang Tendero padanya. 

Meski terlihat seperti menyimak cerita Netra nyatanya sejak dari tadi Kanisa tidak benar-benar menyimaknya karena Kanisa justru sibuk berpikir dan berusaha mencari kesempatan untuknya kabur. 

“Netra,” panggil seorang pelayan yang lebih tua, menghampiri mereka. 

Keduanya berhenti dan menatap pada pelayan bernama Amela itu. 

“Ada apa,” tanya Netra.

“Bantu aku di dapur, hari ini akan ada pesta. Jadi tuan menyuruh kita untuk mempersiapkannya sebelum pukul 8 malam.” Beritahu Amela. 

“Kau serius? Kenapa aku baru tahu?” Netra mengerutkan keningnya. 

“Kahan baru saja menelpon dan memberitahu nyonya Elsa untuk mempersiapkan pestanya.”

Netra mengangguk mengerti. Dia pun menoleh pada Kanisa. 

“Nona saya— ”

“Pergi saja. Aku bisa berkeliling sendiri,” potong Kanisa cepat seakan mengerti posisi Netra saat ini.

“Tapi... ” Netra terlihat ragu untuk pergi meninggalkan Kanisa sendirian, bagaimana pun Kanisa adalah tanggung jawabnya secara khusus jika sesuatu terjadi pada wanita itu maka Tendero akan menghukumnya. 

“Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan kemana-mana selain berkeliling di sini, toh aku juga tidak akan bisa kabur karena banyak penjaga disekitar sini ditambah cctv di mana-mana,” ucap Kanisa mencoba menghilangkan keraguan Netra. 

Nyatanya keraguan wanita itu memang akan terwujud sebentar lagi tapi dengan baik Kanisa menyimpan rapat rencananya. Dia juga bersikap biasa saja seperti wanita baik yang penurut agar tidak mengundang kecurigaan orang-orang disekelilingnya.

“Em, baiklah kalau begitu saya tinggal dulu. Jika nona butuh sesuatu segera panggil saya.”

Kanisa mengangguk, “Baik.”

“Permisi nona.”

Mata Kanisa berkedut berbinar saat melihat kepergian dua pelayan itu. Dengan senyum tipis dibibirnya Kanisa pun berjalan cepat menuju halaman paling belakang yang ada di dalam mansion, jika dia tidak sengaja berpapasan dengan penjaga Kanisa akan berubah bersikap biasa kembali agar tidak dicurigai dan jika para penjaga itu terlihat lengah, tidak mengawasinya lagi Kanisa kembali berjalan dengan cepat. 

Butuh perjuangan ekstra bagi Kanisa untuk sampai di ujung taman yang ada dibelakang mansion. Di mana dia dihadapkan dengan tembok besar menjulang tinggi dihadapannya. Kanisa menggigit bibirnya, sembaring sesekali menengok kebelakang dengan gelisah takut ada yang melihatnya. 

Syukurnya, sejauh ini belum ada yang menyadari keberadaanya. Dan yang jadi masalahnya sekarang adalah, bagaimana cara Kanisa keluar dari mansion terkutuk ini? Mana mungkin juga dirinya bisa memanjat tembok besar dan tinggi dihadapannya itu. 

“Bagaimana ini. Aku harus segera pergi dari sini, tapi tidak ada jalan keluar satu pun di sini,” eluhnya merasa kesal, kenapa juga Tendero harus membangun tembok beton yang begitu tinggi coba, menyusahkan saja. 

Bolak-balik Kanisa mencari jalan keluar, namun dia tidak kunjung menemukannya juga. Hingga dua penjaga tiba-tiba menghampirinya membuat Kanisa merasa terkejut. Dengan gugup Kanisa menghadap kedua penjaga itu. 

“Apa yang kau lakukan disini nona?” tanya salah satu dari mereka. 

“Aku, aku hanya jalan-jalan saja,” jawab Kanisa, tersenyum canggung. 

Kedua penjaga itu saling melirik. Kanisa buru-buru pergi dari sana, tidak menghiraukan tatapan curiga yang dilayangkan kedua penjaga itu padanya. 

Dari dalam mansion terlihat Netra berlari menghampirinya. 

“Nona dari mana saja, kami semua sejak tadi mencari anda,” ucap Netra terlihat cemas. 

“Aku tidak kemana-mana, aku hanya jalan-jalan disekitaran sini saja,” jawab Kanisa dengan raut wajah kesal, dia merasa kesal karena rencananya untuk melarikan diri gagal sudah.

“Lain kali nona jangan pergi terlalu jauh, tuan bisa marah jika tahu.”

“Kenapa dia harus marah, dia tidak berhak melarangku kemana pun aku pergi,” ketus Kanisa berlalu dari hadapan Netra yang bungkam sebelum akhirnya dia mengekori majikannya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status