Suasana pagi menjelang siang itu begitu hangat. Restoran rooftop yang menjadi tempat reuni angkatan SMA Cipta Nusantara di dekorasi dengan lampu-lampu gantung berwarna kuning keemasan, menciptakan nuansa romantis dan penuh nostalgia. Beberapa alumni terlihat berbincang hangat, tertawa lepas mengingat kenangan-kenangan lama. Di sudut ruangan, panggung kecil menampilkan beberapa alumni yang bernyanyi lagu-lagu cinta populer. Lantunan suara mereka menggema indah, yang menambah suasana melankolis bagi sebagian orang yang hadir.
Di pojok restoran, seorang gadis cantik bernama Zera Mirae memilih duduk sendirian. Dia memandang jauh ke arah cakrawala kota yang berkilauan, pikirannya melayang. Situasi hari ini mengingatkannya pada banyak hal yang dulu pernah dialami olehnya namun karena keadaan yang memaksa, semua harus tinggalkannya. Lagu cinta yang disenandungkan dari atas panggung membawa ingatannya kembali ke masa-masa SMA. Saat-saat penuh kenangan bersama orang-orang yang pernah mengisi hidupnya, termasuk seseorang yang sangat istimewa yang sungguh sulit dilupakan olehnya, dialah Farez Keil, kakak kelas sekaligus juga pacar masa remajanya. Tiba-tiba, suara bariton yang sangat familiar terdengar di telinganya, menghentikan alur pikirannya yang tadinya masih mengembara ke masa lalu. “Zera Mirae!” sapaan itu begitu jelas dan menggetarkan hatinya. Sang gadis cantik segera menoleh cepat ke arah sumber suara tersebut. Betapa terkejutnya Zera ketika melihat Farez sudah duduk di sampingnya dengan senyum hangat yang begitu dirinya kenal. Seolah-olah waktu tidak pernah berlalu, senyum itu masih sama, membawa perasaan yang dulu pernah dia pendam. “Kak Farez?” jawab Zera, setengah berbisik. Matanya membesar karena terkejut sekaligus gugup. Farez tertawa kecil, mengangkat alis. “He-he-he. Akhirnya Zera! Setelah sekian lama aku mencarimu, ternyata aku menemukanmu di acara reuni ini.” Suaranya tenang, tapi ada nada haru di dalamnya. Zera tersenyum kaku, mencoba menenangkan detak jantungnya yang mendadak berpacu cepat. “Kak Farez, ternyata kamu datang juga ke acara reuni ini. Aku pikir kamu tidak akan datang.” “Tentu saja aku datang,” jawab Farez mantap. “Tujuan utamaku ke acara reuni ini untuk bertemu denganmu. Dan ternyata feelingku benar, kamu hadir di acara reuni ini,” ucap Farez dengan nada tegas. Pernyataan pria tampan itu sontak membuat Zera terdiam sejenak. Dia memalingkan wajahnya, berusaha menyembunyikan rona merah yang mulai muncul di pipinya. “Zera,” Farez memecah keheningan, yang sejenak terjadi diantara mereka. “Bolehkah kita bicara di tempat yang lebih tenang?” ucap Farez kepada gadis kesayangannya tersebut. Zera mengangguk pelan. Tanpa berkata banyak, dia membiarkan Farez menuntunnya ke sebuah sudut restoran yang lebih sepi, jauh dari keramaian pesta reuni. Di sana, hanya ada mereka berdua, dengan pemandangan Kota Jakarta yang luas terbentang di depan mata. Farez memulai pembicaraan dengan nada serius. “Kemana saja kamu selama ini, Zera? Kenapa baru muncul sekarang? Aku benar-benar mencarimu selama bertahun-tahun.” Zera menundukkan kepalanya, merasa bersalah. “Aku minta maaf, Kak. Setelah lulus SMA, semuanya terjadi begitu cepat. Papi memutuskan untuk mengirimku melanjutkan studi di Belanda. Aku bahkan tidak sempat berpamitan dengan banyak orang, termasuk kamu.” “Belanda?” ulang Farez, matanya memperhatikan Zera dengan tajam. “Kenapa kamu tidak memberitahuku? Aku bisa mengerti, Zera, asal kamu tidak pergi begitu saja.” Zera menghela napas panjang, mencoba menjelaskan. “Saat itu aku juga tidak punya pilihan, Kak. Papiku terlalu mendesakku, dan semuanya terasa mendadak. Aku sampai tidak bisa berpikir panjang lagi. Aku tahu aku salah karena pergi tanpa pamit. Aku benar-benar minta maaf, Kak.” Farez terdiam, mencoba mencerna penjelasan Zera. Dia pun menatap wajah perempuan di depannya, yang meskipun sudah lama tidak dilihat olehnya, tapi tetap sama cantiknya seperti dulu. “Aku akan mencoba memahami semuanya, Zera,” ucap Farez akhirnya. “Tapi yang ingin aku katakan sekarang, jika perasaanku kepadamu tidak pernah berubah. Dari dulu sampai sekarang, aku masih sangat mencintaimu, Zera Mirae.” Zera terkejut mendengar pengakuan itu. Dia lalu mengangkat wajahnya, menatap Farez dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Kak Farez ....” gumamnya pelan. “Zera,” Farez melanjutkan dengan nada penuh keyakinan, “Aku berharap kita bisa memulai kembali hubungan kita yang dulu sempat kandas. Aku tahu kita telah kehilangan banyak waktu, tapi aku percaya, kita masih punya kesempatan untuk memperbaikinya.” Zera terdiam. Di satu sisi, perasaannya kepada Farez memang tidak pernah hilang. Namun, ada rasa ragu yang menyelinap di hatinya. “Kak,” akhirnya Zera berkata, suaranya lirih, “Apa menurutmu mungkin bagi kita untuk memulai semuanya dari awal? Aku tidak tahu apakah aku masih pantas untukmu setelah semua ini,” ucap Zera dengan nada ragu. Farez menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tegas. “Jangan pernah berpikir seperti itu. Kamu selalu pantas, Zera. Tidak ada yang berubah. Bagiku, kamu tetap Zera yang dulu, yang selalu membuat hariku lebih bermakna.” Lalu Farez berkata lagi, dari ketulusan hatinya, “Zera Mirae, jujur aku sangat merindukanmu selama ini. Hidupku terasa hampa saat kamu tiba-tiba menghilang. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku demi untuk melupakan semua tentangmu. Tapi tetap tidak bisa. Hatiku selalu kembali padamu,” ujar Farez sambil menatap Zera dalam-dalam. Zera tidak bisa menahan air matanya lagi. Dia menghapus pipinya yang mulai basah sambil tersenyum kecil. “Aku juga sangat merindukanmu, Kak. Selama di Belanda, aku sering memikirkanmu. Tapi aku selalu merasa terlalu jauh untuk kembali.” “Kamu tidak pernah jauh, Zera,” potong Farez lembut. “Hati kita tetap dekat, itu yang penting. Aku di sini untukmu dan kamu pun sebaliknya. Aku tidak akan pergi ke mana-mana lagi.” Lalu Farez meraih kedua tangan gadis itu lalu berkata, “Zera Mirae, maukah kamu menjadi satu-satunya wanita di dalam hidupku?” Tanpa menunggu lama lagi, Zera berkata, “Iya, Kak. Aku mau,” ucap Zera dari kesungguhan hatinya Suasana siang itu terasa semakin romantis. Angin berhembus pelan, membawa harapan baru bagi keduanya. Hubungan Zera dan Farez akhirnya terpaut kembali. Keduanya mengingat masa-masa indah mereka di SMA, sekaligus membicarakan kemungkinan masa depan yang bisa mereka bangun bersama. Ketika waktu terus berjalan, Zera merasa lega dan bahagia. Perasaan yang selama ini dia pendam akhirnya menemukan tempatnya. Farez, dengan segala ketegasan dan ketulusannya, membuat Zera percaya jika hubungan mereka masih memiliki peluang untuk diperjuangkan. “Terima kasih, Kak, sudah datang ke reuni ini,” ucap Zera sebelum mereka kembali ke keramaian. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau aku tidak bertemu kamu hari ini.” Farez tersenyum, memegang tangan Zera dengan lembut. “Aku yang seharusnya berterima kasih, Zera. Karena kamu, aku merasa reuni ini lebih berarti dari sekedar pertemuan dengan teman-teman lama.” Mereka berdua kembali ke keramaian dengan perasaan yang berbeda. Acara reuni itu bukan hanya menjadi ajang nostalgia, akan tetapi juga awal dari sebuah cerita cinta yang sempat tertunda bertahun-tahun lamanya.Kami sudah memilih nama yang penuh makna. Putra pertama kami akan diberi nama Judeo Keil."Tepuk tangan kembali menggema di ballroom."Nama yang keren!" seru Brian."Bagus sekali namanya, apa artinya?" tanya Suci dengan penuh rasa ingin tahu.Zera yang kali ini menjawab, "Judeo berasal dari kata Judah yang berarti pujian. Dan Keil memiliki makna kekuatan Tuhan. Kami berharap anak kami nanti tumbuh menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan kuat dalam menjalani hidup."Semua orang mengangguk kagum mendengar penjelasan itu."Nama yang indah dan penuh makna," ujar Thalita dengan mata berbinar."Sekali lagi, selamat untuk kalian berdua," tambah Kezia.MC lalu kembali mengambil alih acara. "Wah, malam ini benar-benar penuh kebahagiaan! Sekarang, mari kita rayakan bersama dengan menikmati hidangan spesial yang telah disiapkan!"Pelayan hotel mulai menyajikan makanan ke setiap meja. Para tamu menikmati hidangan sambil berbincang, membahas betapa bahagianya Farez dan Zera malam ini.Di salah
Perayaan Tujuh Bulanan Zera,Ballroom mewah di sebuah hotel bintang lima telah dipersiapkan dengan sangat elegan. Dekorasi bernuansa putih dan emas mendominasi ruangan, dengan bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut. Di tengah ballroom, sebuah pelaminan kecil telah disiapkan khusus untuk Zera dan Farez, sang calon orang tua. Hari ini adalah momen spesial, genap tujuh bulan usia kandungan Zera, dan keluarga besar mereka menggelar acara Tujuh Bulanan sebagai ungkapan syukur.Para tamu mulai berdatangan, sebagian besar adalah keluarga besar Zera dan Farez, serta teman-teman mereka di SMA Cipta Nusantara. Joseph dan Mary tiba lebih dulu, diikuti oleh Arnold dan Marsha, kemudian Lena, Thalita, Kezia, Brian, Christian, Suci, dan teman-teman lainnya. Mereka semua tampak antusias dan bahagia melihat Zera yang kini tengah mengandung anak pertamanya.Di dekat pintu masuk ballroom, Marsha dan Mary saling berbisik sambil menatap ke arah Zera yang sedang duduk di pelaminan."Zera kelihatan makin
Beberapa bulan kemudian,Hari ini adalah hari yang sangat dinantikan oleh Farez dan Zera. Kandungan Zera sudah memasuki bulan keempat, dan keduanya akan melakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui jenis kelamin bayi mereka. Meskipun Farez adalah seorang CEO dengan jadwal kerja yang sangat padat, dia selalu berusaha meluangkan waktu untuk Zera, terutama saat kontrol kehamilan.Setelah sebulan kembali dari bulan madu mereka di Belgia, Zera mulai merasakan perubahan dalam tubuhnya. Setelah memeriksakan diri ke dokter, dia dan Farez menerima kabar bahagia jika Zera hamil. Keluarga besar mereka menyambut kabar ini dengan penuh suka cita. Atas saran suami dan para orang tua, Zera memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya untuk fokus pada kehamilan dan menjaga kesehatannya.Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor, Farez segera meninggalkan ruangannya dan berjalan cepat ke parkiran. Sopir pribadinya, Pak Rudi, sudah siap dengan mobilnya."Pak Rudi, kita langsung ke rumah
Sore harinya, Farez membawa Zera ke sebuah lapangan terbuka, tempat balon udara raksasa tengah dipersiapkan untuk lepas landas.Zera membelalakkan mata. "Kak … kita mau naik ini?"Farez tertawa. "Ha-ha-ha. Iya! Kamu siap, Sayang?"Zera menggigit bibirnya, antara gugup dan bersemangat. "Ini pertama kalinya aku naik balon udara, tapi aku percaya sama kamu, Kak!"Keduanya pun naik ke dalam keranjang balon udara, dan perlahan-lahan balon mulai terangkat ke udara.Zera menggenggam tangan Farez erat. "Kak, ini indah banget! Seru!"Dari ketinggian, mereka bisa melihat hamparan hijau Ardennes yang luas, sungai yang berkelok, serta desa-desa kecil yang tersebar di antara perbukitan.Farez menarik Zera ke dalam pelukannya. "Aku ingin kita selalu mengalami momen-momen seperti ini. Bersama, menikmati dunia."Zera tersenyum bahagia. "Aku juga, Kak. Ini adalah bulan madu yang sempurna."Menjelang malam, mereka menuju pondok kayu yang telah Farez pesan sebelumnya. Tempat itu terasa hangat dan
Pagi di Dinant terasa begitu damai. Sinar matahari menembus tirai kamar hotel, membangunkan Zera yang masih nyaman dalam pelukan suaminya. Dia mengerjap pelan, menikmati hangatnya dekapan Farez yang masih terlelap. Dengan senyum lembut, Zera mengecup pipi suaminya."Kak, bangun... kita harus bersiap-siap ke Durbuy," bisiknya.Farez menghela napas panjang sebelum membuka matanya. "Hmm… masih ngantuk," gumamnya, tapi dia tetap menarik Zera ke dalam pelukannya lagi.Zera tertawa pelan. "He-he-he. Kak, kalau kita kesiangan, nanti rencana kita bisa berantakan."Farez akhirnya membuka mata, tersenyum, dan mencubit lembut hidung istrinya. "Baiklah, baiklah. Aku nggak mau istriku kecewa."Mereka pun bangun dan bersiap-siap. Setelah sarapan di hotel, Farez dan Zera naik mobil menuju Durbuy, kota kecil nan romantis yang terkenal dengan suasana pedesaan yang tenang dan keindahannya yang khas.Sesampainya di Durbuy, mereka langsung menuju Topiary Park, taman unik yang dihiasi berbagai patung tan
Setelah menikmati keindahan Ghent, Farez dan Zera melanjutkan perjalanan bulan madu mereka ke Dinant, sebuah kota kecil yang indah di pinggir Sungai Meuse. Kota ini dikelilingi oleh tebing-tebing megah, memberikan nuansa yang romantis dan damai, jauh dari hiruk-pikuk kota besar. Saat mobil mereka memasuki Dinant, Zera menatap keluar jendela dengan kagum. "Kak, lihat! Kota ini cantik banget! Aku suka suasana tenangnya," ucapnya dengan penuh semangat. Farez tersenyum, lalu menggenggam tangan istrinya. "Aku tahu kamu pasti suka. Dinant memang tempat yang sempurna buat kita bersantai setelah perjalanan kita di Ghent." Zera mengangguk. "Dan lihat itu, Sungai Meuse. Airnya jernih banget, dan tebing-tebing di sekelilingnya bikin pemandangannya makin luar biasa." Farez lalu meminta sopir untuk memarkir mobil di dekat dermaga sebelum beralih menatap Zera. " Siap untuk naik kapal di Sungai Meuse, Sayangku?" Zera tersenyum lebar. "Tentu saja, Kak! Aku sudah nggak sabar!" Keduanya pu