Share

Bab 2

Adelia

"Ma...Mama nggak kenapa? Kok kayaknya kaget banget gitu?" tanya Fika tiba-tiba.

Memang, saat melihat foto tersebut, aku langsung shock, hingga terduduk di kursi yang berada di dapur.

"Nggak kok, Fik. Mama cuma kasihan saja melihatnya," ucapku sembari menetralkan perasaan, "mayat ini tadi ditemukan di mana?"

"Di halaman sebuah rumah kosong, Ma. Yang menemukan pertama kali, adalah seorang tukang becak," jawab Fika lugas.

Aku masih amat syok, sekitar tiga jam yang lalu, wanita ini masih menangis di hadapanku, dan dia juga menyerahkan anaknya. Apa mungkin ini motivasinya menyerahkan bayinya, untuk kujaga?

Padahal, dia punya banyak hutang penjelasan padaku. Bahkan, aku tadi masih berharap bisa bertemu lagi dengannya.

"Apa dia meninggal karena bunuh diri atau dibunuh, Fik?"

"Belum tahu, Ma. Pas tadi aku di sana, polisi belum datang," jawab Fika singkat.

Oekk Oekk Oekk

Tiba-tiba, Lio memangis dengan kerasnya, dan tentu saja hal itu membuat kager Fika.

"Ma...suara bayi siapa itu?! Kok kayaknya dari kamar Mama, sih?"

Tanpa menjawab pertanyaan Fika itu, aku pun langsung bergegas ke kamar, dan diikuti oleh putriku itu.

"Sstt...sstt...sstt...jangan nangis ya, Sayang," segera kutepuk pelan paha bayi mungil itu, sembari memberikan susu yang baru saja kubuat.

Apa mungkin, dia merasa bahwa Mamanya telah pergi untuk selamanya? Hingga dia tadi menangis sekencang itu.

"Ma...ini bayi siapa?" tanya Fika sambil intens menatap Lio.

"Bayi ini, adalah anak dari wanita muda yang ditemukan meninggal di Wonorejo itu, Fik," ucapku tanpa menoleh.

"Apa? Jadi, Mama kenal dengan wanita itu? Dan kenapa dia menyerahkan bayi ini pada Mama?" Fika semakin penasaran.

"Tidak, mama tak mengenalnya, dan mama juga nggak tahu, kenapa dia menyerahkan bayi ini, dan meminta untuk merawatnya."

"Kok bisa sih, Ma?"

Fika terus saja meminta penjelasan, wajar, karena jika berada di posisinya  pun, aku akan terus bertanya, hingga mendapatkan penjelasan. Lalu, aku pun menceritakan semuanya padanya.

"Ya ampun...jadi, Mama benar-benar bertemu dengan wanita itu. Tapi,  bagaiamana dia tahu nama Mama?" ucap Fika, setelah aku menceritakan semuanya.

"Itulah yang masih membuat mama bingung, dan karena itulah, masih berharap bertemu dengan wanita itu, untuk meminta kejelasan dari teka-teki ini.

Namun, ternyata dia sudah meninggal, jadi semua rasa penasaran ini, tak bisa terobati," ucapku lirih.

"Kalau begitu, kita serahkan saja bayi ini pada pihak berwajib. Apa Mama nggak takut, jika ternyata wanita tadi jahat, dan nantinya menyeret mama, karena bayi ini. Bisa saja 'kan, bayi ini adalah anak hasil curian, karena takut  jadi dia serahkan pada Mama."

"Tidak, Fik. Mama sudah berjanji, akan merawat bayi ini sebaik mungkin. Apalagi, dia kini kan sudah meninggal, jadi bayi ini sekarang menjadi tanggungan Mama," jawabku tegas.

"Trus, kalau nanti tetangga pada tanya gimana, Ma?"

"Gampang, tinggal bilang saja, ini anak saudara jauh yang minta kita adopsi, cukup."

Ada benarnya juga apa yang diucakan Fika, namun, saat ini aku tak ingin berpisah dengan Lio, apalagi kini ibunya lmeninggal.

"Ma...apa Mama sudah periksa isi tas itu?" tanya Fika.

Tas itu memang masih kubiarkan dengan isinya, hanya tadi aku mengambil kaleng susu dan botolnya saja.

"Belum, Fik. Coba sekarang kamu buka, mama juga jadi penasaran," ucapku.

Fika kemudian membuka tas itu, mengeluarkan bebrapa potong pakaian bayi, lengkap dengan sepatu dan topinya.

Ada juga tas kecil yang berisi perlengkapan mandi.

"Apa ini, Ma?" tanya Fika, sembari mengeluarkan sebuah amplop putih besar.

"Coba kamu buka, apa isinya, Fik. Siapa tahu ada petunjuk dari sini," ucapku yang kini memangku Lio, karena dia nampak gelisah.

Amplop itu, berisi selembar kertas, berisi tulisan tangan dengan tinta warna biru.

"Ini sebuah surat, mungkin surat ini ditujukan untuk Mama. Aku baca saja ya?" tanya Fika yang kujawab dengan anggukan.

'Mbak Dewi yang terhormat.

Tolong rawat dengan baik, Lio. Karena, dia juga berhak merasakan kasih sayang dari Papanya, Mas Hasan.

Mungkin Mbak Dewi bertanya-tanya, mengapa aku bisa berkata seperti itu?

Ya...aku dan Mas Hasan sudah menjalin hubungan selama tiga tahun belakangan, bisa dibilang dia adalah sugar daddy-ku.

Namun, delapan bulan terakhir ini, dia mulai mengabaikank dan tak pernah menemuiku. Sejak aku hamil dan dia memintaku untuk menggugurkannya, dan tentu saja aku tak mau.

Selama ini, aku terus mencari keberadaan Mbak Dewi, karena tahu, pasti Mbak orang baik, yang akan merawat anakku ini.

Maafkan aku, Mbak. Karena aku sudah berhubungan dengan suamimu. Tapi ketahuilah, Mas Hasan itu, bermain api tidak hanya denganku, tapi dia punya banyak sekali wanita simpanan di luar sana.

Sekali lagi, tolong rawat dengan baik Lio, Mbak. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan Mbak Dewi.

Salam hangat.

Adelia.'

Pyarr!

Hancur rasanya hati ini, mendengar Fika membaca isi surat dari perempuan muda itu. Benarkah suamiku yang baik itu, di luar sering menduakanku?

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
suami gendeng
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Hasan seorang flayer d luaran sana .semoga kmu sadar Dewi suami seorang penzina ulung dia keluar kota cuma alasan doang .karena kmu terlalu lugu dn penurut jadi mudah d bohongin Hasan ..
goodnovel comment avatar
Endah Spy
ya ampun kasihan bgt mbak dewi selama ini di bohongin suaminya ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status