Share

TAMU SELEPAS SUBUH
TAMU SELEPAS SUBUH
Author: Anggrek Bulan

Bab 1

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2022-11-17 11:08:03

Tokk tokk tokk

Suara ketukan pintu depan, terdengar nyaring. Aku yang baru saja selesai melaksanakan salat subuh, langsung menuju ke depan, tanpa menyahut.

Tokk tokk tokk

"Mbak..."

Suara ketukan dan panggilan dari seorang wanita. Tanpa menyahut lagi, aku pun mengintip dari balik korden jendela, memastikan siapa yang mengetuk pintu rumahku di pagi buta seperti ini.

"Mbak, tolong bukakan pintunya!" ucap suara di depan lagi.

Seorang wanita muda dengan rambut dicepol, memakai hem kotak-kotak biru, dipadu dengan celana jeans hitam, tengah berdiri tepat di depan pintu rumahku.

Wanita cantik itu, menggendong seorang bayi, sambil membawa sebuah tas besar.

Tok tok tokk

"Mbak!"

Kali ini, segera kubuka pintu rumah, setelah yakin, jika yang mengetuk pintuku ini, adalah manusia tulen.

"Cari siapa ya, Mbak?" ucapku lembut, membuka obrolan, saat pintu telah kubuka.

Gerbang rumah, memang sengaja tak kukunci sejak semalam, karena suamiku bilang akan pulang. Tapi, sampai sekarang dia belum sampai juga.

"Ini Mbak Dewi, ya?!" tanyanya lirih.

Meski masing gelap, aku bisa melihat dari sorot lampu, jika gadis ini amat caantik, dengan rambut warna merah yang diponi.

Tampak bulir-bulir keringat, yang membuat poninya itu basah.

Kenapa  di pagi buta yang dingin ini, dia malah berkeringat? Apa mungkin dia tadi habis berlari-lari?

"Iya, benar, saya Dewi. Mbak ini siapa ya? Kok sepertinya, saya belum pernah bertemu sebelumnya," ucapku sambil tersenyum.

"Mbak Dewi nggak perlu tahu siapa aku...aku ke sini, hanya ingin menitipkan anakku ini, Mbak. Tolong rawat dia dengan baik, sayangi dia seperti anakmu sendiri. Demi Allah, tolong jaga dia baik-baik."

Wanita itu, kemudian menyerahkan bayi mungil dalam gendongannya padaku. Kudengar dia mulai menangis terisak.

"Tapi, Mbak, ini anak siapa? Aku nggak mau nanti ada polisi yang datang, dan menuduhku mengambil bayi ini," ucapku yang akan kembali menyerahkan bayi mungil ini.

"Tolong, Mbak...ini anakku sendiri kok. Usianya masih seminggu, Mbak. Aku tak punya banyak waktu. Jadi, untuk terakhir kalinya, aku mohon, jadilah ibu selamanya untuk putraku," ucapnya sembari makin menangis.

Melihat nya seperti itu, aku jadi tak tega. Sepertinya, dia sedang tidak berbohong. Dan aku bisa melihat, jika dia meminta dengan sungguh-sungguh.

"Memangnya kamu mau kemana, Mbak?"

"Ke suatu tempat, Mbak. Terima kasih, ini ada sedikit perlengkapan dan susu," ucapnya lagi, sambil menaruh tas bayi di samping kakiku.

Dia kemudian menciumi bayi mungil yang ada di gendonganku, sambil menangis dan berucap, "maafin mama ya, Nak. Mama nggak bisa jagain kamu untuk selamanya. Mama sayang Lio."

"Mbaknya ini sebenarnya siapa? Kok tahu rumahku, dan tahu namaku?!" Aku tentunya masih sangat penasaran dengannya.

"Suatu hari, pasti Mbak Dewi akan tahu semuanya. Terima kasih, Mbak...aku pamit dulu!"

Tanpa menunggu persetujuannku, dia langsung lari secepat mungkin, tanpa menoleh lagi. Sebenarnya, aku ingin berteriak menanyakan namanya dan agar dia tidak pergi , namun aku tak ingin membuat tetangga  terbangun.

Bayi mungil yang terbungkus selimut tebal itu, matanya terbuka. Tampan dan sempurna, namun raut wajahnya, mengingatkan pada seseorang, entah siapa itu.

Segera kubawa masuk, karena udara di luar amat dingin dan juga berangin. Kubawa masuk ke kamar bayi itu, dan menurunkannya di ranjang. Selimut yang melilit tubuhnya kubuka, sambil mengecek  popok sekali pakainnya.

Seketika, bayi mungil itu mengeliat, dan ya ampun, dia amat lucu sekali. Matanya menatapku, dan dia menghadiahi sebuah senyum. Sungguh teramat gemas aku dibuatnya. Saat kuteliti, ada sebuah tanda lahir di punggungnya.

Sebenarnya, sudah dari dulu, aku dan Mas Hasan, suamiku, ingin seorang anak laki-laki. Namun, itu adalah hal yang mustahil, karena rahimku sudah lama diangkat, setelah adanya banyak fibroid di rahimku. Jadi, pupus sudah harapan untuk memiliki seorang anak lagi.

Sebuah chat masuk ke handphoneku, yang kuletakkan di nakas. Segera kubaca pesan di wa tersebut.

[Ma, maaf ya, papa nggak jadi pulang semalam. Soalnya di lapangan ada kendala, dan harus segera diselesaikan. Jadi mungkin aku baru bisa pulang, tiga atau empat hari ke depan.]

Sebuah chat kuterima dari Mas Hasan, suamiku.

[Memangnya nggak biaa gitu Pa, pulang sebentar? Hari ini 'kan, ulang tahunnta Fika, dia juga akan pulang, harusnya Papa juga pulang sebentar.] Balasku.

[Aduh, nggak bisa ini. Lagi genting! Lagian Fika kan uda gede, Ma. Masak mau diulang tahunin terus? Biar nanti kutransfer uang saja padanya, sebagai hadiah.]

[Ya sudah, terserah kamu saja deh, Pa.]

Sebenarnya, ingin aku menceritakan  tentang bayi ini pada  Mas Hasan, tapi kuurungkan. Aku takut dia nanti malah marah.

Bayi kecil yang tadi dipanggil mamanya Lio itu, kini tiba-tiba menangis. Segera kuambil botol susu dari saku tas bayi, dan dia langsung diam saat sudah  minum susu.

"Jangan nangis lagi ya, Sayang. Mulai sekarang, aku mama kamu, ya, " ucapku sembari mengelus pipi halusnya.

Entah hanya perasaanku saja, atau memang benar adanya. Saat diamati, wajahnya jadi amat mirip sekali dengan Mas Hasan suamiku. Seketika pikiran buruk keluar, namun coba kutepis, karena tak mungkin suamiku itu macam-macam di luar.

***********

Jam di dinding dapur sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sambil menggendong Lio, aku memasak dari tadi dan kini sudah selesai. Masakan ini kubuat spesial untuk puteri semata wayangku, yang kini genap berusia dua puluh tahun.

Handphoneku tiba-tiba berbunyi, tanda panggilan masuk, ternyata itu dari Fika, anakku. Langsung kuangkat panggilan itu, siapa tahu ada yang penting.

"Assalamualaikum, ada apa, Fik?" ucapku membuka percakapan melalui sambungan telepon ini.

"Waalaikum salam. Ma, ada mayat ditemukan, di kampung Wonorejo. Ini aku mampir dulu untuk melihatnya," jawab Fika dari ujung sana.

"Innalillahi...Mayat? Laki-laki atau perempuan, Fik?" tanyaku penasaran.

"Perempuan, Ma. Masih muda dan cantik sekali, dari mulutnya keluar banyak busa, seperti habis keracunan gitu."

"Ya ampun kasihan sekali. Wonorejo itu 'kan, nggak jauh dari rumah kita, Fik...sudah kamu sekarang cepat pulang, Mama sudah masak kesukaanmu ini. Hati-hati. Assalamualaikum."

"Oke, baik Ma...waalaikumsalam."

Setelah mengakhiri panggilan itu, aku pun menuju ke kamar, untuk meletakkan Lio yang telah tidur. Karena, aku akan membersihkam diri, sebelum nanti sarapan berasama Fika.

Lima belas menit kemudian, Fika sudah sampai di rumah, saat aku sedang menata makanan di meja.

"Ma...iniloh foto wanita muda yang meninggal tadi, aku sempat memfotonya," ucap Fika sambil menunjukkan handphonenya padaku.

Deg!

Foto mayat yang diperlihatkan Fika itu, sama persis dengan wanita yang menyerahkan bayi Lio tadi. Memakai hem kotak-kotak warna biru, dan celana jeans hitam. Dan tentu saja, aku masih sangat mengenali wajah yang tadi menangis, saat menyerahkan anaknya itu.

Tapi, mengapa dia tiba-tiba meninggal dengan mulut berbusa? Padahal tadi kulihat dia baik-baik saja.ç

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Endah Spy
duhh lio kasihan bgt sii kamu nak .. penasaran sii sama wanita yg menyerahkan anaknya ke dewi
goodnovel comment avatar
Endah Spy
koq curiga ya kalo wanitabyg meninggal itu ada hubungannya sama mas hasan
goodnovel comment avatar
nando076077
mantap sekali
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TAMU SELEPAS SUBUH   Ending

    Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda

  • TAMU SELEPAS SUBUH   Bab 179

    Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t

  • TAMU SELEPAS SUBUH   BAB 178

    Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di

  • TAMU SELEPAS SUBUH   BAB 177

    Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi

  • TAMU SELEPAS SUBUH   Bab 176

    Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un

  • TAMU SELEPAS SUBUH   Bab 175

    Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status