Share

Bab 5

Part 5

Anakku Pendukungku

Tiba-tiba handphone Fika berbunyi, dan dia pun langsung mengambilnya dari saku celana.

"Ma...ini Papa," bisik Fika di telingaku, sambil memberi isyarat agar aku tak bersuara.

Aku pun paham, dan mengangguk, sembari tetap memangku Lio. Fika pun me-loudspeaker panggilan itu, agar aku juga bisa mendengarnya.

Fika : "Assalamuaikum. Ada apa, Pa?" ucap Fika, memulai obrolan dengan Mas Hasan melalui sambungan telepon itu.

Mas Hasan: "Waalaikum salam. Lagi dimana, Fik?" tanya Mas Hasan.

Fika : "Ini lagi di kost."

Mas Hasan : "Loh, katanya pulang? Kan hari ini kamu ulang tahun. Kasihan, Mamamu pasti sudah menunggu di rumah."

Fika: "Iya...memang hari ini aku lagi ulang tahun, tapi malas aja pulang. Toh papa juga nggak pulang 'kan? Biarin aja Mama senndiri." Fika berucap, seolah dia sedang ngambek.

Mas Hasan : "Kok kamu ngomong begitu? Papa nggak pulang, soalnya 'kan kerja. Sekarang cepat kamu pulang, kasihan Mama."

Seperti biasa, Mas Hasan tetap perhatian dengan kami.

Fika : "Malas ah...lagi nggak mood!"

Mas Hasan : "Kenapa sih, anak papa ini kok kayaknya lagi ngambek? Di hari ulang tahun itu, nggak boleh ngambek, apalagi marah. Ayo bilang sama Papa, kenapa mood-nya jelek."

Selama ini, Mas Hasan dan Fika memang sangat dekat. Dia pun sangat royal sebenarnya pada putrinya itu, namun sayang, selama ini Fika itu terlalu sederhana, sama sepertiku.

Fika : "Teman kuliah Fika, baru aja beli Iphone tipe terbaru, Pa. Sudah gitu, dia pakai ngledek handphone Fika, katanya jadul gitu. Resek 'kan!"

Fika tersenyum sambil mengerlingkan matanya padaku, dan tentu saja aku mengerti, jika saat ini dia sedang berakting.

Mas Hasan : "Jadi intinya saat ini, putri papa yang cantik ini minta Iphone keluaran terbaru? Boleh dong! Sangat boleh...apalagi saat ini 'kan sedang ulang tahun, minta apapun boleh. Losss.....pokoknya nggak boleh cemberut!" Suara Mas Hasan pun terdengar  seperti biasanya, seperti tak terjadi apa-apa.

Fika :."Beneran nih?! Yang 13 pro loh, Pa. Biar aku bisa pamer gitu ke teman-teman kampus. Masak iya, anak seorang kontraktor handphonenya jadul mulu. Hehehe."

Mas Hasan : "salah sendiri, dari dulu papa kan sudah sering nawarin barang mewah, tapi kamu nggak mau 'kan? Jadi jangan salahkan papa dong. Setelah ini papa kirim uangnya ya."

Fika : "kok di transfer? Emangnya papa nggak pulang? Aku kan ingin ngerayain ulang tahun sama Papa dan Mama. Ih...Papa nggak seru deh!"

Mas Hasan: "papa hari ini nggak bisa pualng Sayang, paling tiga hari kedepan, baru bisa pulang. Sekarang, kamu mau uang berapa, biar papa transfer. Jangan lupa pulang, ajak Mamamu jalan-jalan. "

Fika : "oke deh, Papa nggak datang nggak masalah, aku juga akan pulang dan ngajak Mama jalan-jalan. Tapi, aku minta uangnya lima puluh juta rupiah loh...hehehehe bolehkan? Sekalian besok mau nraktir teman-teman. Bolehkan Pa?"

Mas Hasan : "tentu saja boleh. Ya sudah matikan dulu panggilannya, biar papa transfer sekarang. Jangan cemberut lagi pokoknya, dan ajak jalan-jalan Mama. Papa sayang sekali sama kamu. Selamat ulang tahun ya, Nak. Semoga semua kebaikan selalu bersamamu. Assalamualaikum."

Fika: " oke deh, Pa. Ditunggu secepatnya, biar aku bisa cepet action. Aku juga sayang, Papa. Tapi ingat jangan macam-macam loh diluar sana, kasihan Mama! Kalau sampai Papa macam-macam, maka aku yang akan maju!"

Mas Hasan : " hahaha...sudah besar ternyata anak papa ini ya, mau jadi pahlawan, hahaha. Tenang, Sayang...papa ini bukan orang jahat, dan bukan penghianat...kesetiaan papa tak perlu diragukan lagi. Assalamualaikum!"

Fika: "oke. Kupegang ucapan Papa. Waalaikumsalam."

Fika pun kemudian mematikan panggilan itu, wajahnya kelihatan bahagia. Beberapa saat kemudian sambil melihat handphonenya, dia terlihat makin bahagia.

"Lihat nih, Ma. Jarahan pertama berhasil! Mulai saat ini, mama juga harus mengambil apa yang bisa diambil dari Papa, sembari aku terus mencari info tentang Adelia," ucap Fika sambil menunjukkan hasil transferan lima puluh juta rupiah dari Papanya.

Benar apa yang di katakan, Fika. Kenapa aku harus terpuruk  dan meratapi nasib, hanya untuk seorang penghianat seperti Mas Hasan itu, lebih baik aku segera mengamankan semua yang kubisa, sebelum dihabiskan oleh para simpanan suamiku itu.

"Ma...apa rumah ini atas nama Mama? Dan juga aset-aset lain itu, atas nama siapa?" tanya Fika lagi tiba-tiba.

"Semua aset atas nama Papamu, Fik. Karena mama selama ini memang sangat percaya pada Papamu," ucapku lirih.

Sungguh aku amat menyesal, karena selama ini teralalu polos dan bucin, hingga ternyata kini, aku hanya tertipu olehnya. Tertipu dengan topeng palsunya.

"Jangan sedih, Ma. Jangan khawatir. Aku akan cari cara, agar semua itu berubah menjadi nama Mama, atau paling tidak jadi namaku, agar Papa tak bisa aneh-aneh lagi!" ucap Fika berapi-api.

Ternyata   Fika memang bisa diandalkan, jika tak memiliki dia ,mungkin saat ini aku sudah down. Tapi, tetap ada satu yang mengganjal di pikiranku. Jika Mas Hasan di luar, sering gonta-ganti pasangan, bisa jadi dia terkena penyakit kelamin. Dan bukan tidak mungkin aku pun tertular penyakit itu. Segera aku harus memeriksakan diri, agar tak menjadi khawatir seperti ini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
iye cpt b Dewi kmu periksakan kesehatan kmu dn rahim mu juga takut nya ke jangkit penyakit kelamin karena sering nya gonta ganti perempuan ..Fika cpt kmu ganti aset2 papa mu atas nama kmu aja biar aman karena kmu anak nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status