Jangan Terpuruk
"Ma...ini ada satu lagi, Fika temukan di saku samping. Sebuah tanda pengenal sepertinya," ucap Fika sembari menunjukkan sebuah benda, yang mirip KTP.Saat kami teliti, ternyata itu adalah karti tanda mahasiswa, disebuah universitas swasta di kota sebelah. Adelia Putri Cahyani, nama yang cantik secantik orangnya, dan usianya pun masih amat belia, masih 20 tahun, hanya beda bulan saja dengan putriku."Dia ternyata masih muda sekali, Ma. Dia seumuranku," ucap Fika lirih, sambil menghela nafas.Terlihat sekali kemarahan dan juga gurat kekecewaan di mata putriku itu. Papanya menjalin hubungan gelap dengan seorang gadis sepantarannya, dan kini meninggalkan seorang anak, sungguh aku dapat merasakan hancurnya hati putriku itu.Air mata tak terasa membasahi pipiku ini, bagaimana tidak, suami yang sudah kutemani dari titik nol sejak dua puluh satu tahun yang lalu, kini malah ketahuan sering bermain api dengan gadis muda. Hati istri mana yang tak sakit, hati istri mana yang tak terluka?"Ma...jangan menangis dong. Mama yang sabar. Aku juga tak menyangka, jika papa bisa berbuat sehina ini!" Fika mulai menunjukkan emosinya."Ternyata, papamu memang pintar menyembunyikan semua ini, Fik. Kita harus kuat, karena ini semua sudah terjadi," ucapku sembari menghapus air mata, karena tak ingin Fika ikut menangis."Iya, Ma. Aku sungguh sangat kecewa padanya, sangat kecewa. Aku akan membalas semua perbuatan Papa ini, Ma," ucap Fika sembari memelukku dari samping."Entahlah, Fik. Mama masih belum bisa berfikir jernih saat ini," ucapku."Sebenarnya, dulu pernah bilang, bahwa Papa itu, suka cari-cari gadis muda yang mata duitan gitu, Ma. Tapi, aku tak percaya, malah hingga kini, aku tak berteman dengannya, karena kupikir dia hanya mencemarkan nama baik kita saja."Oekkk oekkk oekkkTiba-tiba bayi Lio menangis dengan keras, dan tentu membuat aku dan Fika langsung bertindak."Fik, susunya habis, sudah sana buatin susu dulu, biar nggak nangis lagi. Kasihan!"Fika pun dengan sigap membuatkan sebotol susu untuk bayi mungil ini. Dan tentu saja setelah diberi susu, dia pun diam.Sebotol susu itu pun habis, tapi Lio tak juga mau tidur. Malah dia senyam-senyum pada kami, sesekali menunjukkan lidahnya. Aku dan Fika pun tersenyum dan merasa terhibur. Dan sesaat, membuat kami lupa, jika dia adalah anak selingkuhan Mas Hasan."Ma...dia lucu ya, wajahnya mirip sekali dengan Papa," ucap Fika sembari mengelus lengan Lio."Iya, sangat lucu dan tampan. Mama gemas sekali!" ucapku sembari tersenyum."Lalu...apa rencana Mama dengab bayi Lio ini?""Maksudnya?" ucapku sembari menoleh pada Fika."Dia 'kan anak hasil hubungan gelap Papa dan Adelia. Apa Mama masih mau merawatnya? Apa hati Mama tak merasa sakit saat melihatnya?"Pertanyaan yang dilontarkan oleh Fika itu memang sangat pas untukku saat ini. Namun, jujur kali ini aku sangat bingung ingin menjawab seperti apa. Hati dan pikiranku saat ini amat berlawanan, saat menyangkut bayi tampan nan imut di depanku ini."Mama akan merawat Lio sampai kapanpun, karena mama pun, sudah berjanji dengan Adelia...jujur, tentu saja hati mama amat hancur, dengan perselingkuhan papamu itu. Tetapi semua ini tak ada hubungannya dengan Lio, dia tak bersalah dan suci. Yang salah adalah Adelia dan Papamu.Jadi, mama tetap akan merawatnya, seperti anak sendiri. Insyaallah, mama akan selalu bisa menyayanginya," ucapku.Fika kemudian kembali memelukku, air matanya yang jatuh, dapat kurasakan mengenai punggungku."Tadi katanya mama nggak boleh menangis? Kok sekarang ganti kamu yang nangis sih, Fik? Ayo kamu harus kuat, karena kini hanya kamu penyemangat mama, Fik," ucapku sembari mengelus pucuk rambutnya."Jujur, Fika salut sama Mama, mama hebat dan tegar, meski ada ujian seberat ini. Jangan khawatir, aku akan selalu ada bersama Mama, kita rawat berdua bayi Lio, dan kita balas semua kecurangan papa. Karena papa telah banyak membohongi kita," ucap Fika sambil tersenyum, setelah mengurai pelukanku."Terima kasih ya, Sayang. Kamu dan Lio kinilah semangat hidup Mama." Kukecup kedua pipi anak gadisku itu."Berbekal kartu mahasiswa ini, aku akan mencari informasi tentang Adelia, Ma. Letak kampusnya nggak begitu jauh kok, dari kost ku.Karena aku masih penasaran dengannya. Mengapa juga dia punya fikiran menyerahkan Lio pada Mama, kenapa tidak pada keluarganya? Lalu, kenapa tiba-tiba dia meninggal? Bunuh diri, atau ada yang menginginkan kematiannya?" ucap Fika sambil terus memandangi kartu mahasiswa itu."Iya, boleh. Mama juga masih penasaran dengan hal itu. Sebenarnya, kita juga harus berterima kasih pada Adelia, jika dia tak menyerahkan Lio, entah sampai kapan kita terus dibohongi oleh Papamu itu.""Iya, Ma benar. Tadi Adelia juga 'kan bilang jika papa punya banyak wanita muda di luar sana, dan pasti papa sangat royal pada mereka. Jadi, mulai sekarang, kita harus mengamankan hak kita, Ma. Dari pada uang itu masuk pada rekening wanita murahan, mending segera kita habiskan!" ucap Fika dengan penuh amarah."Ya, mama sependapat denganmu, Fik. Jika papamu bisa dengan mulus menutupi kebohongannya, maka kita pun harus pandai bersandiwara, dan membuatnya kapok karena telah berbuat curang!"Senyum jahat mengembang di wajah kami berdua, senyum seorang anak dan istri yang tersakiti.Part 5Anakku PendukungkuTiba-tiba handphone Fika berbunyi, dan dia pun langsung mengambilnya dari saku celana."Ma...ini Papa," bisik Fika di telingaku, sambil memberi isyarat agar aku tak bersuara.Aku pun paham, dan mengangguk, sembari tetap memangku Lio. Fika pun me-loudspeaker panggilan itu, agar aku juga bisa mendengarnya.Fika : "Assalamuaikum. Ada apa, Pa?" ucap Fika, memulai obrolan dengan Mas Hasan melalui sambungan telepon itu.Mas Hasan: "Waalaikum salam. Lagi dimana, Fik?" tanya Mas Hasan.Fika : "Ini lagi di kost."Mas Hasan : "Loh, katanya pulang? Kan hari ini kamu ulang tahun. Kasihan, Mamamu pasti sudah menunggu di rumah."Fika: "Iya...memang hari ini aku lagi ulang tahun, tapi malas aja pulang. Toh papa juga nggak pulang 'kan? Biarin aja Mama senndiri." Fika berucap, seolah dia sedang ngambek.Mas Hasan : "Kok kamu ngomong begitu? Papa nggak pulang, soalnya 'kan kerja. Sekarang cepat kamu pulang, kasihan Mama."Seperti biasa, Mas Hasan tetap perhatian dengan kami.F
Firasat Tentang Adelia"Tapi, Papa menaruh semua surat berhargadi rumah 'kan?"Fika terlihat makin semangat kali ini, dia pun sepertinya tak risih dengan kehadiran Lio, dan hal itu tentu saja membuatku merasa semakin bahagia.Jika saja tak ada Fika, entahlah...mungkin saat ini, aku sudah down dengan semua kejadian ini."Iya, ada. Papamu menaruh semua surat berharga di lemari, bersama dengan semua perhiasan mama. Ada apa memangnya?" tanyaku sembari membaringkan Lio di ranjang."Ih...Mama kok pakai nanya lagi, sih? Ya untuk diamankan dong....duh, Mama polos banget deh! Kalau Papa bisa mengakali kita selama bertahun-tahun, maka kita juga wajib membalasnya, kalau bisa sih lebih kejam!" ujar Fika sambil mengelus pipi Lio yang sedang tertidur.Sepertinya, putriku ini amat kecewa dengan Papanya, hingga terlihat kebencian mendalam di matanya. Padahal selama ini, dimanapun berada, dan kapanpun itu,dia selama ini selalu membanggakan papanya itu."Ya sudah, kamu ambil saja kuncinya ada di tas m
Aku Juga Bisa BerbohongAku pun langsung memberi isyarat pada Fika untuk tetap di ranjang itu bersama Lio, sedang aku menerima video call dari Mas Hasan itu di sofa , yang masih berada di kamar juga. Kuhapus sisa air mata yang berada di pipi. Sesuai rencana, tentu aku akan bersikap biasa saja, dan melihat bagaimana mimik wajah suamiku itu."Assalamualaikum...ada apa, Pa?" ucapku membuka obrolan melalui sambungan telepon itu.Nampak saat ini, Mas Hasan tengah duduk di sebuah kursi, tepatnya dalam sebuah ruangan. Dibelakangnya, nampak sebuah jendela yang tertutup korden warna putih, dengan atasanya ada LCD dan AC."Waalaikum salam. Lagi dimana, Ma?" tanyanya sembari menghisap r***knya.Saat ini, Mas Hasan memakai kaos putih polos kesukaannya. Dan itu adalah salah satu hadiah dariku, saat anniversary ke dua puluh pernikahanku tahun kemarin.Rambutnya nampak basah, namun kurasa itu bukan karena selesai mandi, karena wajahnya kelihatan berminyak. Menurutku seperti orang habis berolahraga,
Amankan Semuanya Sekarang"Omm...sshhh..." suara desahan dari seorang wanita terdengar amat lirih.Sontak Mas Hasan langsung menoleeh kearahku, dan tentu saja dia terlihat amat panik. Hemmm...ternyata suamiku ini sedang berada di kamar bersama dengan seorang wanita.Mungkin jika hal ini terjadi kemarin, pasti aku langsung saja aku akan emosi, dan menangis. Tapi setelah kejadian Adelia ini, aku pun jadi bisa lebih kuat, dan mencoba bersikap biasa saja. Aku juga bisa berakting sepertimu kok, Mas."Pa, kenapa wajahnya kok kelihatan panik gitu, sih?" ucapku berlagak bodoh.Mas Hasan kini membawa handhonenya keluar kamar, pastinya dia masih takut aku menanyakan suar wanita itu. Tapi tenang, Mas. Aku tak akan menanyakan hal itu, karena aku sudah tahu kebusukanmu."Ah, nggak apa-apa kok, Ma. Panas aja tadi rasanya di dalam, jadi sekarang aku pindah keluar. Habis ini, langsung di eksekusi itu berliannya, Ma. Jangan sampai diambil orang lain.Jika nanti sudah kita jual kembali, aku ingin jug
Kembalilah Ke Asalmu"Hemmm....boleh juga tuh, Ma. Aku sangat setuju sekali. Tahun ini, akan menjadi tahun paling bersejarah dalam hidupku. Karena tepat saat ulang tahunku, kedok Papa malah terbongkar, padahal hal itu mungkin telah ditutupinya selama bertahun-tahun," ucap Fika sembari tersenyum kecut."Maafin ya, Sayang. Kamu harus mendenagar ini semua tepat di hari kelahiranmu. Semoga saja, ini bisa menjadi pelajaran berharga untuk kita ke depannya. Dan membuat hidup kita jauh ñlebih baik lagi ke depannya.Mama yakin, dengan ini nanti kamu akan menjadi seorang wanita yang kuat, yang tak mudah menyerah."Aku pun kemudian memeluk kembali memeluk Fika, karena kutahu, meski terlihat tegar, pasti saat ini hatinya hancur."Aku pasti kuat, Ma. Dan kita akan bareng-bareng melewati ini semua. Dan memulai hidup baru bersama Lio," ucap Fika tersenyum sembari mengurai pelukanku.Di dunia ini, aku memang sudah tak punya siapa-siapa lagi. Karena ibu dan saudara kembarku sudah meninggal saat menga
Memang Buaya DaratTok tok tokk"Assalamualaikum, Nyonya..."Suara panggilan dari Bik Nur terdengar di depan. Dengan sigap, Fika pun langsung membukakan pintu."Yeay! Ma...lihat, aku dibawain oleh-oleh getuk pisang loh sama Bik Nur," ucap Fika girang sambil menunjukkan makanan kesukaanya itu, "makasih banyak ya, Bik!"Bik Nur, memang sudah sejak tiga hari yang lalu, pamit berkunjung ke rumah adiknya yang ada di Kediri. Karena adik satu-satunya itu, sedang menikahkan anaknya.Fika, memang sangat dekat dengan Bik Nur, karena Bik Nur ini sudah bekerja padaku sejak tujuh belas tahun yang lalu, tepatnya bersamaan dengan aku membeli rumah ini. Namun, dulu rumah yang kutempati ini, amat sederhana. Tapi, sepuluh tahun yang lalu, Mas Hasan telah membangunnya menjadi rumah yang mewah.Usia Bik Nur, tak jauh beda denganku, mungkin terpaut lima tahun saja. Karena dia juga amat baik dan penyabar, maka kami sudah mengaggapnya sebagi saudara sendiri."Wah...terima kasih, Bik. Sudah bawain banyak ole
Satu Langkah Terlewati"Ma...kok aku jadi makin benci deh sama Papa! Nggak nyangka aku, Papa punya kelakuan serendah itu! Benar-benar kecewa aku!" Fika terlihat amat marah."Sabar, Fik. Bertahun-tahun kita dibohingi, dan kini kita tahu semuanya, segala kebusukan Papa-mu. Bersyukurlah, jika sekarang kita tahu semua ini, sebelum terlambat," ucapku sambil mengelus pundaknya.Memang pantas sekali, jika Fika amat kecewa dan benci dengan Papanya. Karena dia memang bukan anak kecil lagi, yang bisa dibohongi. Entahlah, aku juga tak pernah menyangka, jika Mas Hasan punya kelakuan seburuk itu."Maafkan saya ya, Nyonya. Karena selama ini tak berani mengungkapkan semua. Sekarang Nyonya dan Non Fika harus sabar, insyaallah nanti dibelakang ada kebahagiaan yang lebih besar." Bik Nur pun memberi semangat pada kami."Pasti, Bik, aku percaya itu. Terima kasih ya, karena sudah selalu menjaga kepercayaanku. Sekarang, kami pergi dulu, titip Lio ya. Pintu depan kunci saja, jika ada yang datang, lihat dulu
Keterlaluan"Ma...bukannya itu si Papa?!"Ya benar sekali, di hadapan kami itu, adalah suamiku yang katanya sedang pamit ke luar kota sejak seminggu yang lalu. Dan pakaian yang digunakannya pun, sama persis saat dia meneleponku lewat Vc tadi pagi."Ya benar, tak salah lagi. Mungkin, selama ini, Papamu itu tak keluar kota, Fik. Tapi masih di sini-sini saja. Hanya saja kemarin-kemarin itu, kita tak pernah mengetahuinya," ucapku sembari mengabadikan apa yang kulihat di depan."Bisa jadi seperti itu sih, Ma. Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan terjatuh juga. Setelah membohongi mama lebih dari sepuluh tahun, kini waktunya semua kebusukan Papa terungkap!" ucap Fika emosi.Nampak pasangan beda usia itu kemudian memasuki mobil Mas Hasan, yang jaraknya tak terlalu jauh dari tempat kami."Fik, makannya nanti saja. Kita ikuti dulu kemana Papamu pergi, mama sangat penasaran ini!" perintahku pada Fika.Tanggung rasanya, bila hanya tahu kemesraan mereka sekilas. Aku harus bisa tahu lebih