Share

Bab 6

Firasat Tentang Adelia

"Tapi, Papa menaruh semua surat berharga

di rumah 'kan?"

Fika terlihat makin semangat kali ini, dia pun sepertinya tak risih dengan kehadiran Lio, dan hal itu tentu saja membuatku merasa semakin bahagia.

Jika saja tak ada Fika, entahlah...mungkin saat ini, aku sudah down dengan semua kejadian ini.

"Iya, ada. Papamu menaruh semua surat berharga di lemari, bersama dengan semua perhiasan mama. Ada apa memangnya?" tanyaku sembari membaringkan Lio di ranjang.

"Ih...Mama kok pakai nanya lagi, sih? Ya untuk diamankan dong....duh, Mama polos banget deh! Kalau Papa bisa mengakali kita selama bertahun-tahun, maka kita juga wajib membalasnya, kalau bisa sih lebih kejam!" ujar Fika sambil mengelus pipi Lio yang sedang tertidur.

Sepertinya, putriku ini amat kecewa dengan Papanya, hingga terlihat kebencian mendalam di matanya. Padahal selama ini, dimanapun berada, dan kapanpun itu,dia selama ini selalu membanggakan papanya itu.

"Ya sudah, kamu ambil saja kuncinya ada di tas mama yang warna merah. Pindahin ke kamar kamu saja dulu, Fik. Atau di mana gitu."

"Yang penting dipindah dulu dari sini, Ma. Urusan kelanjutannya gampang. Jaga-jaga aja sih, siapa tahu Papa tiba-tiba pulang, dan mengambil semuanya. Seperti pagi ini, kita dapat kejutan yang tak terduga," ucap Fika serius.

Dia pun kemudian mengambil kunci dan membuka lemari. Dalam lemari itu, ada dua sertifikat rumah, yang kutempati ini dan satunya yang tiap tahun kami kontrakkan. Ada dua BPKB mobil dan tiga motor, yang kesemuaanya atas nama Mas Hasan.

Dalam lemari itu juga, ada banyak perhiasaanku, yang diberikan oleh Mas Hasan sejak awal kami menikah dulu. Jumlahnya sudah amat banyak, dan jika dijual mungkin sudah bisa untuk membeli dua buah mobil.

Ada juga satu sertifikat tanah atas namaku, tapi itu bukan atas nama Mas Hasan, melainkan namaku. Karena tanah itu adalah warisan dari orang tuaku. Saat ini, tanah yang luasnya lebih dari empat hektare itu, sedang dikerjakan oleh Pak Amir.

"Fik, pikiran kamu sama dengan Mama nggak sih?" tanyaku.

"Mikirin apa dulu nih, Ma?" jawab Fika tanpa menoleh.

"Tentang kematian Adelia, kok kayaknya janggal gitu loh!"

"Janggal gimana, Ma? Menurutku sih, dia itu bunuh diri, Ma. Palingan habis pulang dari sini, dia langsing nenggak obat atau minuman apa gitu, dan akhirnya meninggal. Dari mulutnya kan keluar busa tuh, Ma, pasti dia semacam keracunan gitu, atau mencoba bunuh diri dengan obat atau apa gitu.

Logikanya kan gini, Ma. Papa kan sudah nggak mau ngurisin Adelia dan Lio, jadi akhirnya dia mencari mama untuk menitipkan Lio. Nah...setelah sudah menemukan mama dia pun langsung bunuh diri. Karena mungkin keluarganya tak ada yang sudi menerimanya lagi," ucap Fika panjang lebar.

Sebetulnya, aku pun berpikir seperti itu. Dia depresi lalu bunuh diri, setelah menyerahkan Lio padaku. Namun, rasanya firasatku mengatakan jika penyebab kematian Adelia tak sesimple itu.

Karena tadi pagi saat menyerahkan Lio, kulihat dia sepertinya juga sedang ketakutan. Dan firasatku juga, sepertinya dia amat berat melepaskan buah  hatinya itu.

"Apa mungkin sesimple itu, Fik? Mama rasa ini masih ada sedikit hubungannya dengan Papamu,"  ucapku lirih

"Kok Mama bisa bilang begitu?"

Kali ini, Fika pun duduk di sampingku, sambil memangku surat berharga dan juga perhiasanku yang ada di lemari tadi.

"Coba kamu pikir, hubungan Adeelia dan papamu kan semakin rumit. Bisa jadi 'kan, saat tadi pagi Adelia menyerahkan Lio, papamu telah tahu. Karena saking marahnya, akhirnya Papamu meracuni Adelia hingga meninggal.

Intinya sih satu, Papamu tak ingin mama tahu semua kebusukannya selama ini, hingga kemudian dia menghabisi Delia. Mungkin saja saat ini papamu sudah tahu dengan keberadaan bayi Lio di rumah kita ini," jelasku.

"Kayaknya nggak mungkin deh, Ma. Masak iya Papa setega itu, apalagi hingga menghilangakan nyawa seseorang. Iya sih papa di luar sering bermain api dengan banyak wanita muda. Tetapi untuk hal membunuh, kurasa tak mungkin deh, Ma.

Kayaknya itu murni bunuh diri, karena Adelia itu malu, dan merasa putus asa dalam menghadapi hidupnya. Mungkin saja, dia bingung memikirkan jika orang tuanya tahu, apa yang terjadi. Lagian, Ma, Papa 'kan ada di luar kota, mana mungkin sih dia tahu apa yang terjadi di sini, Ma."

Fika memang masih terus membela Papanya, tapi firasatku yang dari dulu selalu terbukti, mengatakan jika Adelia meninggal bukan karena bunuh diri.

"Entah ini hanya kebetulan atau hanya feeling mama saja, tapi menurut mama, papamu itu tahu dengan kedatangan Adelia ke rumah kita. Bukankah kemarin papamu bilang, akan sampai di rumah selepas tengah malam? Nah, pas banget 'kan saat itu dengan kedatangan Adelia dan bayi Lio tadi. Dan semua bisa dihubungkan loh, Fik!"

Tiba-tiba Mas Hasan meneleponku, dia menginginkan video call. Apa mungkin memang dia sudah tahu keberadaan Lio, dan kini ingin mengecek kebenarannya?

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
Semoga benar Hasan yang bunuh Adelia biar masuk PENJARA dan MEMBUSUK di sana kan membunuh hukumannya pasti lebih dari 25th tapi sebelumnya CERAIKAN dulu Bu Dewi
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
bener b Dewi.saya sepikuran sama b Dewi .pas pk Hasan dtngn k.Adelia .Adelia hbs menyrahkan k b Dewi pk Hasan marah langsung d cekik dn d suru minum racun serangga .tapi pk Hasan tau nya anak nya d kasi k orang g hilang d kasi k b Dewi ...
goodnovel comment avatar
Endah Spy
nahh kan dewi ngerasa ada yg janggal kali ini ... dengan kematian sii adelia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status