Share

Bab 11 - Perjalanan

Author: Justmty
last update Last Updated: 2025-09-28 20:43:48

Kereta api yang ditumpangi Siska akhirnya bergerak pelan meninggalkan Stasiun Gambir. Dari tadi, ia sudah gelisah. Ponselnya penuh dengan catatan: daftar material, jadwal survei lapangan, nama-nama klien yang harus ditemui. Semua sudah tersusun rapi. Siska memang begitu—perempuan yang kalau ditanya “kapan mau liburan?” bisa keluar file Excel berisi itinerary per jam.

Dan di sampingnya, duduklah Bara.

Dengan kaos longgar, jaket denim yang sudah pudar, rambut setengah basah karena buru-buru mandi, dan… ransel besar penuh cat warna.

“Bar, aku mau ke Bandung untuk kerja. Kerja. Bukan study tour.” Siska mendesis, mencoba meredam emosinya.

Bara nyengir lebar, memperlihatkan giginya yang putih tidak rata. “Ya aku tahu, Sis. Tapi kan kerjaan arsitek itu tentang bangunan, tentang bentuk… seni lah. Dan aku seniman. Jadi kehadiranku relevan banget dong.”

Siska menutup mata sebentar. “Kamu bawa cat minyak segala. Kita naik kereta, bukan pindahan studio.”

“Eh, siapa tahu ada pemandangan yang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • TANPA BA BI BU HEY NIKAH YU!!!   Bab 36 - Kembali berjarak

    Hari-hari di Jakarta kembali berjalan seperti dulu — atau setidaknya, begitulah yang Siska coba yakini.Ia bangun pagi, membuat kopi tanpa gula, menyalakan laptop, lalu menatap layar dengan mata setengah kosong. Rutinitasnya masih sama, tapi entah kenapa, semuanya terasa lebih hampa.Seolah ada sesuatu yang tertinggal di Bandung.Sesuatu bernama Bara.Pagi itu di kantor, suasananya lebih ramai dari biasanya. Proyek baru diluncurkan, dan tim desain tempat Siska bekerja harus menyiapkan materi promosi secepat mungkin. Lula, rekan sekantornya, melambai dari kubikel sebelah.“Eh, Sis! Kamu kayaknya glowing deh belakangan ini. Bandung effect, ya?”Siska tersenyum kecil. “Glowing capek mungkin. Di sana dingin, tapi kerjaan tetap kejar-kejaran deadline.”Lula menatapnya curiga. “Atau glowing karena seseorang?”“Apaan sih?” Siska meneguk kopi, pura-pura fokus pada layar.Lula hanya tertawa kecil, tapi tidak memaksa. Ia tahu Siska bukan tipe yang mudah cerita — terutama kalau soal hati.Namun

  • TANPA BA BI BU HEY NIKAH YU!!!   Bab 35 - Kembali dan Pergi

    Pagi di Bandung selalu punya cara membuat orang ingin diam. Embun di jendela, aroma kopi, dan suara langkah kecil di dapur. Bara bangun lebih awal dari biasanya — bukan karena alarm, tapi karena bunyi panci dari arah dapur.Ia keluar dari kamar dan menemukan Siska sedang berdiri di sana. Rambutnya berantakan, kaosnya kebesaran, dan ia sedang menatap panci air mendidih dengan ekspresi bingung.“Airnya udah mendidih, tapi aku lupa mau bikin apa,” katanya tanpa menoleh.Bara tertawa kecil. “Klasik. Mau aku bantu?”Siska mengangguk, lalu menyerahkan sendok padanya. “Terserah deh. Asal jangan bikin kopi gosong lagi.”“Aku tersinggung, tau,” jawab Bara pura-pura serius.Tapi dalam diam, hatinya hangat — seperti pagi itu menertawakan keanehan mereka berdua.Mereka sarapan mi rebus dan roti seadanya. Tidak banyak bicara, tapi nyaman. Kadang Siska tertawa kecil melihat ekspresi Bara yang terlalu serius menyiapkan telur, kadang Bara hanya memperhatikan caranya memutar sendok di cangkir — kebias

  • TANPA BA BI BU HEY NIKAH YU!!!   Bab 33 - Kangen pasti

    Pagi Bandung terasa berbeda sejak Bara menetap di sana. Tidak ada lagi suara sendok beradu dengan gelas yang biasa mengiringi pagi-pagi mereka di kontrakan Jakarta. Tidak ada juga keluhan Siska tentang roti gosong atau tumpukan cucian.Yang ada cuma suara kendaraan lewat dari jalan kecil depan rumah, bercampur dengan angin dingin dan aroma kopi instan yang Bara seduh asal-asalan.Ia duduk di meja kayu kecil yang sekarang jadi ruang kerjanya. Laptop terbuka, tapi pikirannya tidak di layar. Lukisan setengah jadi di dinding menatapnya balik — seperti menunggu sesuatu yang tak pernah selesai.Sejak seminggu terakhir, komunikasi dengan Siska mulai terasa... berbeda. Masih ada chat, masih ada telepon singkat, tapi tidak lagi sepanjang dulu. Kadang Siska sibuk rapat, kadang Bara pura-pura sibuk juga. Padahal, diam di antara mereka justru lebih berisik daripada percakapan apa pun.> Siska: “Hari ini hujan lagi di Jakarta.”Bara: “Sama di sini. Bandung juga lagi abu-abu.”Siska: “Cocok sama mo

  • TANPA BA BI BU HEY NIKAH YU!!!   Bab 32 - Bandung dan Kamu

    Sudah hampir dua bulan sejak Bara berangkat ke Bandung.Awalnya, Siska pikir ia akan terbiasa. Tapi ternyata tidak.Rumah itu makin lama makin terasa seperti ruang tunggu: dingin, rapi, tapi kosong.Setiap pagi, ia masih membuat dua gelas kopi — kebiasaan bodoh yang sulit ia hentikan.Satu untuknya, satu lagi tetap di meja. Dibiarkan dingin, lalu dibuang menjelang siang.Suatu pagi, Lula mengetuk pintu apartemennya tanpa aba-aba, membawa dua cup kopi dan ekspresi penasaran.“Gila, Sis. Kamu udah kayak zombie. Mata panda-nya parah banget,” katanya sambil masuk seenaknya.Siska mendengus. “Salah sendiri datang pagi-pagi.”“Pagi apanya, ini udah jam sembilan. Kamu belum ke kantor?”“Kerja remote, deadline minggu depan.”Lula duduk di sofa, menatap sekeliling. “Sejak Bara ke Bandung, rumah kamu kayak museum. Sepi banget.”“Emang dia ribut banget ya dulu?”“Enggak juga. Tapi tanpa dia, kayak ada suara yang hilang.”Siska menatap temannya lama. “Lu ngomongnya kayak orang yang ngalamin langs

  • TANPA BA BI BU HEY NIKAH YU!!!   Bab 31 - Jarak yang tak Terlihat

    Sudah hampir tiga minggu Bara di Bandung.Dan untuk pertama kalinya sejak mereka menikah — meski cuma kontrak — rumah terasa benar-benar sunyi buat Siska.Biasanya, pagi-pagi sudah terdengar suara Bara di dapur, bernyanyi sumbang sambil menumis telur. Sekarang yang terdengar hanya suara air dari keran dan notifikasi email yang terus berdenting.Siska menatap kursi makan di seberang. Masih kosong. Cangkir kopi pun tetap bersih karena tak ada yang meminumnya selain dia.Ia mendesah pelan, lalu membuka ponsel.Ada satu pesan dari Bara semalam.> “Hari ini aku ke luar kota sebentar, bantu set pameran. Jangan lupa makan ya.”Pesan itu dikirim pukul 23.17.Siska baru membacanya sekarang — pukul 07.42.“Telat banget aku balas,” gumamnya kecil sambil mengetik balasan cepat:> “Jangan kecapekan. Hati-hati di jalan.”Jari-jarinya sempat ragu sebelum menekan send.Aneh. Dulu mereka ngobrol tanpa mikir. Sekarang, setiap kata terasa harus dipertimbangkan.Siang harinya di kantor, Siska berusaha fo

  • TANPA BA BI BU HEY NIKAH YU!!!   Bab 30 - Hari Pembukaan

    Bandung, Sabtu pagi.Udara masih sejuk, tapi perut Bara terasa nggak tenang. Ia sudah bangun sejak subuh, muter-muter di apartemen kayak setrika rusak. Kaos putihnya sudah diganti tiga kali—bukan karena kotor, tapi karena tangannya nggak bisa diam.Di galeri, semua sudah siap. Lampu-lampu dipasang, lukisan digantung, lantai dibersihkan sampai kinclong. Semua karya yang ia buat selama dua bulan terakhir berjajar rapi: potret, sketsa, mural mini. Tapi satu dinding kosong di sisi kanan ruangan masih tanpa bingkai.Di situ seharusnya lukisan terakhirnya dipasang — yang berjudul “Ruang Tengah”.Masih terbungkus kain. Bara belum siap membukanya.Satu-satunya orang yang tahu isi lukisan itu cuma dia. Dan Siska… seharusnya.Ia menatap jam di pergelangan tangan. 10.17.Pembukaan dimulai jam sebelas.“Mas Bara, tamu undangan mulai datang, ya,” kata Rafi, panitia sekaligus teman lamanya, sambil menghampiri. “Lo tenang aja, semua beres. Bahkan media lokal juga udah standby.”Bara mengangguk. “Tha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status