Share

Bab 5 - Ketahuan

Penulis: Farsheed Mo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 23:05:39

Elena kemudian memilih untuk duduk di sofa sambil membaca majalah di atas meja. Terbiasa melayani Vincent dan melakukan semua pekerjaan sendiri, membuatnya merasa bosan.

“Ini teh untuk anda,” kata seorang pelan yang datang menyodorkan secangkir teh.

Mendengar itu, Elena pun mengangguk mengerti dan berterima kasih.

“Tuan Alvaro belum pernah sama sekali membawa wanita ke rumah ini. Anda tentu wanita spesial untuk Tuan.”

Elena menatap pelayan itu bingung. Kata ‘spesial’ mungkin kurang tepat untuk menggambarkan kondisinya saat ini.

Karena dirinya di rumah ini hanyalah seorang tawanan Alvaro yang dipersiapkan untuk menjadi pemuas hasrat pria itu.

Namun, belum sempat Elena menjawab, seorang pelayan lain tiba-tiba datang dari belakang dan melapor dengan wajah pucat.

“Ada masalah di belakang.”

“Coba selesaikan sendiri, karena aku harus mengirim teh ini ke ruang kerja Tuan Alvaro.”

Jawab pelayan yang berada di depan Elena dengan bingung. Tatapannya lantas tertuju pada nampan dan dapur secara bergantian.

Melihat itu, Elena berinisiatif untuk membantu. “Kamu urus saja masalahnya. Masalah teh, biar saya yang mengantarkannya.”

Perkataan Elena membuat pelayan itu terkejut. “Jangan, Nyonya! Tuan Alvaro pasti akan sangat marah jika kami membiarkan Nyonya bekerja.”

“Tidak apa-apa. Saya akan mengantar teh ini dulu sebelum membantu hal yang lain.” lanjut pelayan itu lagi.

“Tidak masalah! Sungguh. Ini bukan bekerja, tapi membantu. Lagipula, masalahnya terlihat mendesak.” jawab Elena lagi, berusaha untuk meyakinkan.

“Jika terjadi apa-apa, biar saya yang menjelaskannya pada Tuan Alvaro.”

Mendengar itu, kedua pelayan itu saling berpandangan sebelum kemudian menyerahkan nampan berisi teh dan teko itu ke tangan Elena.

“Terima kasih, Nyonya. Ruang kerja Tuan ada di lorong sebelah kiri kamar Anda.”

Elena mengangguk sambil mengambil nampan dari pelayan itu dan mulai melangkah pergi ke arah yang dituju.

Elena berjalan dengan hati-hati dan memastikan kalau dia tak salah masuk ruangan. Sebab, dia tak mau membuat Alvaro marah lagi.

Elena menghela napas lega begitu melihat pintu yang dikatakan oleh pelayan tadi.

Namun, belum sempat tangannya mengetuk pintu, suara kemarahan Alvaro telah membuatnya berhenti bergerak.

“Bunuh saja pembohong itu!”

Nampan di tangan Elena bergetar seketika, rasa takut membuatnya mundur dua langkah. Hingga membuat keseimbangannya tak terjaga.

PYAR!

“Akh!!

Kaki Elena bergetar kesakitan saat teko berisi teh panas mendidih itu pecah dan mengenai kakinya.

Tubuh Elena semakin bergetar karena tak lama kemudian, dia melihat Alvaro keluar dari ruang kerja dengan wajah dingin dan emosi yang terlihat jelas di wajahnya.

Mata elang pria itu langsung membidik tajam ke Elena. “Apa yang kamu lakukan di sini?!”

“T-tuan, saya ingin mengantar teh..”

Mata Alvaro semakin menajam dan sedetik kemudian, suara bariton pria itu menggema di seluruh ruangan. Memanggil seluruh pelayan yang ada di rumah itu.

Kurang dari satu menit, semua pelayan langsung datang dan berbaris di depan mereka sambil menunduk.

Di sisi lain, Elena yang melihat adegan itu merasa sangat ketakutan. Apalagi ditambah dengan rasa sakit di kakinya.

“Siapa yang membiarkan Elena membawa nampan teh? Apa kalian sudah bosan hidup?!” Alvaro berteriak marah.

Melihat itu, tak ada seorang pelayan pun yang menjawab. Alih-alih bersuara, mereka menunduk dalam dengan wajah pucat.

Setelah beberapa detik, salah seorang pelayan maju ke depan dan berlutut sambil berkata dengan suara gemetar.

“Saya, Tuan! Tolong ampuni saya karena telah bersikap lalai!”

Mendengar itu, wajah Alvaro semakin menggelap. Tanpa menunggu waktu lama, dia berteriak memanggil nama seseorang yang pernah Elena dengar.

“Jose!”

Segera setelah itu, seorang pria bertubuh tinggi datang dengan eskpresi tenang. Elena menebaknya sebagai tangan kanan Alvaro, karena hanya pria itu yang berani memandang wajah Alvaro tanpa perlu menunduk ketakutan.

“Ada apa, Tuan?” Jose bertanya. Apalagi setelah melihat semua pelayan berbaris rapi dan sosok Elena yang berbaring di atas sofa.

“Pecat mereka semua!”

Elena merasa terkejut setengah mati. Sebab, dia sama sekali tak menyangka kalau Alvaro akan memecat mereka hanya karena ia menumpahkan seteko teh.

Setelah perintah itu diturunkan, hampir semua pelayan di hadapan Alvaro menunjukkan ekspresi tercengang.

Beberapa bahkan sudah jatuh terduduk dengan wajah berurai air mata, termasuk pelayan yang membiarkan Elena membawa nampan. Wanita itu sudah duduk lemas dengan mata membelalak.

“Tolong jangan pecat mereka, Tuan!” Tanpa sadar, Elena bangun dan menggenggam tangan Alvaro untuk memohon.

“Saya lah yang akh–! Menawarkan diri untuk membantu. Pelayan itu sama sekali tak bersalah!”

Ringisan itu, Alvaro memicingkan matanya dan kembali melihat ke arah kaki Elena.

Sedetik kemudian, di hadapan semua orang tubuh Elena sudah lebih dulu diangkat ala bridal style oleh Alvaro.

Pria itu dengan kuat membopongnya ke kasur kamar pria itu dan membaringkannya di sana. Tatapan Alvaro mengeras saat melihat beberapa bagian dari kaki Elena memerah dan mulai melepuh.

“Tunggu di sini dan jangan melakukan apa pun!”

Pria itu lantas keluar dari ruangan dan kembali dengan sebuah kotak P3K. Kemudian, dengan hati-hati pria itu mengangkat kaki Elena dan melihat lebih rinci bagian-bagian mana saja yang melepuh.

“Tahan rasa sakitnya.”

Elena mengangguk dan mencengkram bantal sofa lebih kencang. Sebab, sedetik kemudian, Alvaro telah mengoleskan salep khusus luka bakar di kakinya.

Seolah sudah biasa, pria itu mengoles dengan lembut dan dalam arah yang sama. Bahkan, mata Alvaro sama sekali tak lepas dari luka-luka Elena hingga membuat wanita itu terpaku.

Perilaku ini sangat mengejutkan, terutama bagi Elena yang kenyang mendengar berita tentang betapa kejamnya Alvaro di dunia hitam.

Bagaimana bisa, pria yang terkenal bertangan dingin, kejam dan tak kenal ampun itu bersimpuh di depannya untuk mengoles obat untuknya?

Tanpa sadar, Elena membandingkan perilaku Alvaro dengan Vincent yang jauh berbeda.

Jangankan merawat luka Elena yang terkena air panas, saat tangannya patah pun Vincent tak sekali pun memberi perhatian.

Pria itu malah sibuk mengurus bisnis investasinya yang berujung merugi dan menjualnya ke pria lain.

Daripada mengobati, selama ini Vincent lebih sering memberi Elena luka, tanpa peduli bagaimana rasa sakitnya, apalagi mengobati luka itu. Sesaat, Elena menatap pria itu dengan perasaan tersentuh.

Setelah semua area yang terluka telah diberikan salep, Alvaro kembali meletakkan kaki Elena.

Namun, gerakan itu malah menyingkap luka lain yang tercetak di paha Elena.

“Luka apa ini?”

“Ah! Bukan apa-apa, Tuan.” Elena buru-buru menarik turun gaunnya dan menutupi luka itu kembali. “Terima kasih sudah merawat saya.”

Alvaro menatap Elena lama, tetapi kali ini tatapan itu terlihat berbeda. “Lain kali berhati-hatilah.”

Melihat Elena mengangguk, Alvaro berdiri dan hendak pergi. Namun, sebelum pria itu benar-benar berdiri, Elena menahan tangan pria itu dan menatap kedua matanya intens.

“Tuan..”

“Ada apa?” Alvaro menjawab.

“Tolong maafkan para pelayan itu. Sayalah yang bersikeras membantu. Jadi, Anda bisa menghukum saya dan saya akan menerimanya,” kata Elena.

Tatapan mata penuh tekad itu membuat Alvaro kembali membuat wajahnya sejajar dengan Elena.

Lalu, tiba-tiba saja sebuah seringai tersungging di bibir pria itu hingga membuat Elena menyesali perkataannya pada Alvaro.

“Apa pun itu?” kata Alvaro dengan penuh penekanan.

Alvaro mendekat tanpa memberikan kesempatan Elena untuk menghindar. Dengan cepat tangannya memegang wajahnya, memaksa Elena menatapnya.

Sebelum sempat berkata apa-apa, bibir Alvaro menyentuh bibirnya dengan paksa.

Ciuman itu sungguh mengejutkan.

Elena mencoba melawan dengan mendorong dada Alvaro, tapi pelukan pria itu begitu kuat.

Sentuhan itu perlahan berubah, dari kaku menjadi sangat lembut, tetapi tetap mendominasi. Bibir Alvaro bergerak penuh dan memabukkan, membuat Elena kehilangan kendali.

Tangannya yang tadi melawan, perlahan terkulai lemas, pasrah. Membuat Alvaro memperdalam ciuman itu, menarik Elena lebih dekat.

Hisapan dan tautan dari Alvaro membuat Elena terbuai hingga tanpa sadar berbalik mencengkeram rambut pria itu, menarik kepala Alvaro lebih rendah ke arahnya.

Tindakan itu tanpa sadar membangkitkan singa tidur dalam diri Alvaro dan membuat pria itu menggeram.

“Kamu yang memancingku, Elena.”

Perkataan Alvaro membuat Elena tersentak dan tersadar kalau apa yang dia lakukan salah.

Namun, sudah terlambat karena pria itu lebih dulu mengunci pergelangan tangannya dan menindihnya di atas ranjang pria itu.

“Tu-tuan!” Elena berteriak dengan panik. Bagaimana bisa dia terbuai dan malah menyerahkan dirinya pada Alvaro?!

“Sa-saya tidak bisa melakukannya sekarang! Sedang datang bulan..”

“Sebenarnya aku curiga..” Desisan Alvaro membuat tubuh Elena menegang.

Belum sempat Elena bertanya lebih lanjut, tubuhnya menggelinjang hebat kala Alvaro telah lebih dulu memegang bokongnya dan menekan bagian intinya.

“Kenapa tidak ada yang mengganjal di area ini?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TAWANAN HASRAT SANG MAFIA   Bab 87 - Banyak Juga Boleh

    Awan mendung menggantung rendah di atas area pemakaman. Rintik hujan tipis turun seolah turut merasakan duka yang membekap hati Elena. Di sisi liang lahat, Elena berdiri kaku, mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya pucat, matanya sembab, namun kali ini ia tak lagi menangis.Di sebelahnya, Alvaro menggenggam tangannya erat, tak melepaskan sedetik pun. Ia menjadi satu-satunya penopang Elena sekarang.Elena menatap nisan baru itu, bibirnya bergetar pelan. "Istirahatlah dengan tenang, Bu… Aku akan hidup lebih baik meski tanpamu."Setelah upacara selesai, Alvaro membawa Elena pulang. Sepanjang perjalanan, Elena bersandar di pundaknya dan terlihat hanya diam. Sesampainya di rumah, Alvaro mengajak Elena duduk di ruang tamu. Ia merogoh saku jas dalamnya, mengeluarkan sebuah kotak kecil beludru biru tua.“Ini…” ujarnya pelan, lalu menyerahkan kotak itu ke Elena.Dengan tangan gemetar, Elena membuka kotak tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah cincin emas putih sederhana dengan satu mata ber

  • TAWANAN HASRAT SANG MAFIA   Bab 86 - Aku Janji

    Elena masih memberontak di pelukan Alvaro, tangisnya tak kunjung reda. Namun sesaat kemudian, pintu kamar terbuka cepat. Seorang dokter bersama dua perawat masuk dengan langkah tergesa.“Pak, kami harus memberinya penenang,” ucap dokter itu tegas.Alvaro mengangguk cepat dan menyingkir perlahan, meski tangannya masih menggenggam tangan Elena erat-erat.Perawat segera memegangi tubuh Elena. “Tolong tenang, Bu Elena.”Dokter lalu menyuntikkan obat penenang ke lengan Elena. Tubuhnya masih sempat menegang, bibirnya mengucap lirih, “Aku mau Ibu… Aku mau Ibu aku…”Namun perlahan, efek obat itu mulai bekerja. Tubuh Elena melemas, tangisnya melemah menjadi isakan, dan akhirnya matanya tertutup. Hening.Alvaro berdiri terpaku, menatap wajah pucat Elena yang kini terbaring tenang di ranjang. Perasaannya hancur, namun ia berjanji akan menemani Elena melewati masa-masa sulitnya ini. Alvaro pernah merasakan sakitnya kehilangan saat dia ditinggal ibunya. Tetapi mungkin, rasa sakit itu tak seberapa

  • TAWANAN HASRAT SANG MAFIA   Bab 85 - Jika Kamu Mati

    Telepon di tangan Elena hampir terjatuh. Wajahnya seketika pucat pasi, tubuhnya limbung.Melihat perubahan drastis di wajah Elena, Alvaro dengan sigap memegang kedua bahunya. "Apa yang terjadi?"Elena menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Suaranya bergetar saat menjawab, "Ibuku... kritis. Aku harus ke rumah sakit sekarang."Tanpa banyak bertanya lagi, Alvaro langsung meraih kunci mobil dari saku jasnya. "Ayo. Aku antar kamu."Elena mengangguk cepat, cemas. Alvaro menggenggam tangan Elena erat-erat, memberikan kekuatan tanpa berkata apa-apa, lalu mereka berdua bergegas keluar dari ruangan.Di lorong, Jose yang baru saja lewat, melihat mereka dengan heran. Tapi saat menangkap ekspresi panik atasannya, dia segera tahu bahwa ada yang tidak beres. Karena itu, dia hanya menunduk tanpa berkata apa-apa, membiarkan mereka melewatinya begitu saja.Di dalam mobil, sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Elena hanya bisa menggenggam erat sabuk pengaman, bibirnya terus-menerus bergumam dalam hati,

  • TAWANAN HASRAT SANG MAFIA   Bab 84 - Gila Karena Kamu

    Elena diam di tempat. Matanya menatap Alvaro tanpa ekspresi. Alvaro yang tidak sabar, berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Elena. Tanpa aba-aba, pria itu langsung mengangkat tubuh Elena di pundaknya bak sebuah karung beras. “Lepaskan, Al. Kita sedang di kantor.” “Tidak peduli,” seru Alvaro. Teriakan Elena tak cukup untuk membuat pria itu menghentikan aksinya. Dari semalam dia sudah menahan diri, sekarang saat masalah sudah selesai. Elena masih bersikap dingin padanya. Itu membuatnya sangat marah. Elena meronta di atas pundak Alvaro, tangannya memukul punggung pria itu dengan sia-sia. "Alvaro! Turunkan aku sekarang juga!" Tapi Alvaro tetap berjalan dengan langkah besar. Para karyawan yang kebetulan lewat di lorong terkejut tapi tak bisa berbuat apa-apa. Beberapa orang buru-buru menunduk, pura-pura tak melihat. Dengan wajah datar nan tegas, Alvaro membuka pintu lift dan masuk sambil tetap menggendong Elena di pundaknya. Begitu pintu lift menutup, suasana semakin panas. Al

  • TAWANAN HASRAT SANG MAFIA   Bab 83 - Pengunduran Diri

    Keesokan harinya, di dalam ruangan rapat direksi.Suasana ruang rapat terasa begitu menegangkan. Para petinggi duduk berderet dengan wajah penuh tanya. Sebagian berbisik pelan, sebagian lagi hanya sibuk melirik jam.Pukul delapan tepat, Alvaro masuk dengan langkah tegap, wajahnya terlihat serius. Di belakangnya, Jose membawa laptop dan map. Suasana hening seketika.Alvaro langsung memberikan isyarat kepada Jose. Jose pun mengangguk dan mulai berbicara. “Terima kasih sudah hadir dalam rapat hari ini,” suara Jose tegas. Ia berdiri di depan meja rapat, sedang Alvaro duduk dengan tatapan tak lepas ke arah Elena yang duduk di kursi paling ujung.“Menindaklanjuti kasus Elena kemarin, ada satu hal penting yang harus kalian lihat.” Jose bergerak cepat. Ia menyalakan proyektor dan menghubungkan laptopnya. Tak butuh waktu lama, layar besar di depan ruangan menampilkan serangkaian bukti.“Beberapa minggu terakhir, akun milik Elena digunakan untuk mengakses sistem keuangan perusahaan dari peran

  • TAWANAN HASRAT SANG MAFIA   Bab 82 - Mencari Bukti

    Alvaro menatap layar ponselnya lama. Pesan singkat dari Elena membuatnya semakin gelisah.“Shit!”Ia menghubungi Jose lagi. "Percepat penyelidikannya!”"Saya mendapat sesuatu Tuan. Ada satu ha yang menurut saya sangatl mencurigakan. Saya sudah mengecek log IT minggu lalu. dan saya menemukan ada aktivitas login dari perangkat berbeda, menggunakan VPN, ke akun Elena. Di luar jam kerja."“Siapa?”Wajah Alvaro menegang. “Masih kami telusuri. Tapi… ada satu nama yang muncul beberapa kali di sistem audit internal. Asisten Delisa—Rani. Aku rasa dia tahu sesuatu.”“Cari dia! buat bicara!”“Baik.”Alvaro mematikan panggilan. Dia menatap lurus ke depan dengan tajam. Tangannya menggenggam setir kemudi dengan erat.***Di salah satu ruangan kecil yang biasa digunakan untuk istirahat staf, Rani duduk gelisah. Ia memainkan flashdisk kecil di tangannya. Berkali-kali ia menoleh ke pintu. Wajahnya cemas.Sejak kejadian siang tadi, ia tak bisa berhenti merasa bersalah. Ia memang tidak tahu apa-apa d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status