Share

Konotasi Makan Tanda Kutip

Kubuka tutup toples cookies agar memudahkan Gavrielle kalau mau mengambil. Tapi dugaanku ternyata salah, ternyata ia justru mengambil Nuget Tuna dengan tissue. Ia menggigitnya lalu mengunyah camilan itu dan menelannya. Setelah itu ia membersihkan bibirnya hingga bersih dengan tissue.

”Tolong ambilkan cookies itu, Ren.”

Aku mengambil satu cookies lalu menyuapkan ke mulutnya. Ternyata ia menarik tubuhku membuatku berpindah ke sampingnya. Ia memegang kepalaku lalu mengunci tubuhku dengan kedua tangannya.

“Buka mulutmu!”

Aku menurutinya. Akhirnya ia memindahkan separuh cookies yang belum di telannya ke mulutku. Astaga, tak terpikirkan olehku. Gavrielle benar-benar membuat jantungku mau copot. Aku menggigit cookies itu supaya tidak jatuh. Gavrielle pasti akan marah kalau cookies itu jatuh. Mungkin ia akan tersinggung. Sisa cookies itu ku kunyah lalu kutelan.

”Ini variasi cara makan terbaru.” Katanya sambil mengusap kepalaku. Rasanya benar-benar nano-nano. Kadang aku sangsi kalau Gavrielle menikahiku hanya demi kepentingan pribadinya semata. Sampai saat ini, masih belum ku temukan apa alasan sebenarnya ia menikahiku.

“Kamu ingin makan apa lagi? Aku belikan Vriel.” Tanyaku dengan gugup. Bagaimana tidak, suamiku benar-benar absurd.

“Ini sudah malam, Ren. Tidurlah saja,” Perintahnya.

Aku bergeser dari sampingnya. Berdiri di sampingnya sejenak, rasanya kakiku masih kuat. Ku ulurkan kedua tanganku untuk memijat keningnya. Ia benar-benar menikmati pijatan tanganku. Dari dahi, tanganku yang sebenarnya agak pegal bergeser ke punggung. Sampai di punggung aku tidak memijit punggung apalagi pundak Gavrielle. Aku mengepalkan tanganku lalu memukulkan pelan ke pundak lalu turun ke punggung.

“Ren, aku ingin…” Ia tiba-tiba menggantung ucapannya.

“Kenapa nggak di lanjutin, lapar? Kamu mau makan?” Tanyaku. Aku tidak tau kapan pastinya jam terakhir Gavrielle makan, yang pasti malam ini kami belum makan malam. ”Vriel? Aku masak sebentar.” Tubuhku hendak beranjak darinya. Tapi Gavrielle menarik tanganku.

“Makan kamu aja, gimana?”

Aku pun melongo. Suamiku ini benar-benar. Beuh. Aku bingung bagaimana menjawabnya. Belum tiga jam ia meminta haknya. Ia tiba-tiba minta begitu. Aku berjalan meninggalkan sofa. Ternyata ia mencekalku.

”Vriel, belum tiga jam, eee…..eee. Badanku masih lelah.” Alasanku tidak di gubrisnya.

Ia menarik kimonoku, tapi ku tahan. Ia membuang wajah sebal.

”Ada CCTV di sini.” Ku tarik lengannya, ia pun menurut.

“Aku mau ngomong sesuatu, tapi kamu marah pasti.”

“Apa?”

“Aku yang lapar Vriel. Belikan makanan di depan, mau nggak?Please!“ Krucuk, krucuk. Baru saja aku menutup mulut. Perutku berbunyi. Dan kami pun berdua terbahak.

“Kira-kira kalau aku keluar dari rumah ini, Pak Rt bakalan ngegerebek kita nggak?” Godanya tanpa rasa canggung. Padahal rumahku berada di depan jalan raya persis. Bisa-bisanya ia menakutiku seperti itu. Gardu ronda warga ada di dalam komplek dan daerah pemukiman luar seperti rumahku sebenarnya paling jarang ada yang ronda karena di ujung jalan raya ada pos satpam yang siaga 24 jam.

“Bilang aja males, kenapa? Asal kamu tahu. Aku sudah lapor ke Pak Rt bawa buku nikah, ada KTP mu juga. Masalah KK aku belum ngumpulin, cuma KK dari keluarga kita berdua saja. Belum KK terbaru.”

Ia mencolek hidungku. ”Manja.” Setelahnya ia benar-benar keluar dari pintu rumah.  Dua jam kemudian, ia datang dengan dua tentengan kantong plastik. Gavrielle membuka kantong itu. Ia mengambil bungkusan itu dan membukanya. Martabak dan nasi goreng. Ia berjalan ke dapur dan mengambil dua piring. Aku benar-benar lapar. Akhirnya kami makan dengan lahap. Televisi di depan kami rasanya menganggur, sebab nyatanya kami justru asyik sendiri. Setelah makanan kami habis. Gavrielle menghabiskan teh yang tadinya ku tuangkan. Sangat menyebalkan, Gavrielle bersendawa keras.

“Gavrielle, nyebelin.” Kupukul lengannya pelan. Suamiku benar-benar nggak kira-kira. Urat malunya benar-benar sudah putus di depanku. Ia terbahak lalu mengacak rambutku.

“Dasar edan!” Ejekku. Kami asyik menonton film, akhirnya Gavrielle mengganti channel Tv. Dasar memang dia suka membuat perkara. Kenapa justru film horror yang ia lihat. Aku berulang kali menjerit. Akhirnya kuambil remote, dan kutekan tombol off.

Dia mengejarku ke kamar. Sudah tau aku sangat benci film horror, ia malah sengaja melihat film horror.

“Ren.” Ia mencolek tubuhku. ”Renata.” Ia kembali mencolek lenganku. Aku benar-benar membelakanginya. "Dasar edan! Sableng!" Rasanya aku pengen mengumpat  lebih kasar di depannya, tapi suami. "Akh, sebel."

Mataku masih sulit terpejam. Ia memelukku dari belakang dan mengusap rambutku. ”Ren, lanjutin lagi ya. Satu ronde lagi saja. Besok pagi kita nggak usah ngantor. Kita langsung pindah ke rumah, mau ya?” Ia benar-benar merajuk.

“Sudah tau aku takut film horror, kenapa jail." Sudah ku tahan-tahan agar tidak menangis akhirnya aku tetap menangis juga. Sialnya, kenapa aku justru memeluk tubuhnya dan menangis di atas dadanya melampiaskan rasa kesal bercampur takut.

“Kamu itu cuek, kalau nggak di pancing. Maaf, bukan maksudku menakutimu. Kalau kamu takut pasti bakal nempel-nempel gini. Ini sudah kutunggu.” Benar-benar minta di tabok suamiku itu.

“Re-nata, sakit. Kukumu panjang, sakit sekali cubitanmu.”

“Masa bodoh.”

Meski begitu, aku tetap bergelung di dadanya. Selama enam bulan ini kami sibuk bekerja, Gavrielle terpaksa handle proyek ini dan itu keluar Jawa. Akhirnya, kami belum sempat menghabiskan waktu bersama. Sebenarnya banyak waktu untuk kami, hanya saja saat Gavrielle di luar kota selalu saja memintaku untuk menginap di hotel yang sama dengannya dengan alasan tugas darinya.  Sedangkan aku, tidak bisa menurutinya karena aku selalu diberi tugas penting oleh Pak Syaron, mertuaku. Aku tidak pernah menolak tugas dari papa mertuaku. Akhirnya amarah Gavrielle pun meledak di kantor.

Slow but sure. Gavrielle membangun lagi suasana setelah tiga jam berlalu. Ia berulang kali mencium bibirku. Mood ku masih agak swing, meski begitu. Aku ingat tugasku sebagai isteri, bukan takut dosa kalau menolak, tapi sejujurnya aku sangat mencintai pria tampan ini. Kalau boleh jujur, aku pun menunggu momen ini. Hanya saja suasananya tidak pas. Kupikir bisa berlibur bersama Gavrille di lokasi, ternyata nggak ada acara liputan ke Jogja. Yang ada justru kegemparan bersamanya diatas kasur empukku.

Gavrielle benar-benar tak terkontrol. Kami kelelahan. Badanku luar biasa lemas. Aku mengambil kimonoku lalu membersihkan diriku ke kamar mandi lalu merangsek naik ke ranjang dan memejamkan mata. Sedangkan suamiku sudah tidur pulas.

Alarm ponselku berbunyi. Astaga, aku terbangun jam 8.00 pagi. Seumur-umur belum pernah aku bangun sesiang ini. Saking paniknya, aku sampai salah berjalan ke arah pintu keluar kamar bukan pintu toilet. Menyebalkannya, suamiku justru terbahak keras. Ia sudah rapi dengan setelan kemeja juga celana panjang senada, atasan biru dan bawahan biru tua.

Pagi yang tidak mengenakkan bagiku, tapi membahagiakan bagi suamiku. Buktinya, aku kesiangan. Setelah mandi keramas, aku pun mengerjakan sholat Subuh. Meskipun terlambat, akhirnya ku putuskan untuk mengambil setelan santai di walk in clothes-ku. Kemeja warna putih panjang, celana jeans warna biru, tak lupa aku mengambil scarf untuk menutupi leherku.

Setelah enam bulan, aku baru melihat senyum sumringah dari suamiku. Apakah effek semalam, atau ia benar-benar sedang bahagia karena hal lainnya. Yang pasti, aku bersyukur kalau suamiku pagi ini mood-nya membaik. Kemarin kami perang dingin sampai terjadi drama, dan pagi ini, dia justru tak henti-hentinya tersenyum.

Aku memulaskan lipstick warna nude ke bibirku. Sungguh menyebalkan, setelahnya, justru Gavrielle mencuri ciuman dari bibirku. Benar-benar suamiku rese sekali. Ia membersihkan lipstikku yang belepotan dengan sapu tangan. Lalu ia menggandengku keluar kamar.

“Maaf, Ren. Ada mama sama papa di depan!”

Mataku membulat. Apa aku nggak salah dengar? Bagaimana bisa Pak Syaron datang bersama Bu Larasati  Aku di jebak atau memang ini suatu kebetulan saja. Yang paling parah, kenapa suamiku terlihat sangat santai, tanpa rasa nervouse. Berbanding keadaannya denganku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status