Wajah Owen tersenyum melihat lampu gantung redup yang mengantung di atas pintu. “Kalian beruntung, malam ini, restorannya buka!”Grace dan Vivian dibuat semakin bingung. “Mana Restorannya.”Mereka bertiga pun masuk ke restoran tanpa nama, sekaligus diberi nama dengan beberapa sebutan. “Kalian pasti akan menyukai makanan di sini!” kata Owen.Seorang pelayan mendekati mereka. “Mau pesan rasa apa?”Owen tersenyum lalu berkata, “Rindu!”Pelayan itu mengangguk seraya mencatat, lalu menoleh kepada Grace dan Vivian yang benar-benar bingung dengan pertanyaan pelayan dan jawaban Owen. “Saat ini kalian sedang merasa seperti apa! kasih tahu ke pelayannya saja!” jelas pria itu.“Ah begitu ya!” pikir Grace, lalu menjawab, “Penasaran!”Vivian langsung berkata. “Eum… jatuh cinta!” katanya dengan suara pelan.Pelayan mencatat pesanan tiga orang itu. “Silakan ditunggu!” katanya.Grace berdehem, meminum air putih yang disajikan sejak awal mereka tiba. “Restoran ini unik dan sedikit aneh. Apa kau sering
Grace merasa malas berada di Villa semenjak ada Sienna. Dia elewatkan sarapan dan langsung pergi ke Grup Smith. Baru sampai lobi, dia langsung dirangkul oleh Vivian. “Hei! Hari ini temani aku ke butik gaun pengantin ya. Bantu aku pilih satu yang bagus!”Grace setengah tersenyum, “Eum…!”“Oh ayolah, calon ibu baptis!” bujuk Vivian lagi.“Apa pernikahannya benar-benar tidak bisa ditunda?” kata Grace setengah bercanda.Vivian mengernyitkan alisnya, “Kenapa? Katanya dengan nada sedikit curiga, “Apa kau menemukan sesuatu?” tanyanya sambil memegang bahu Grace dan sedikit mengguncangnya.“B-bukan begitu…!” jawab Grace sembari mencari jawaban yang tepat. “Ah itu! Hanya saja… eum, ya memang sayang dengan karir cemerlang yang mungkin sedang menantimu. Tapi, harus kau lepas!”“Eum… entahlah!” jawab Vivian yang mulai sedikit bimbang lagi.Di sore harinya, usai jam kerja. Grace dan Vivian sedikit terkejut melihat Owen Parker sudah berada di bawah lobi. “Nona Winter… Dan kau!” katanya menyapa lal
Di kamar utama yang remang dan sunyi, waktu seperti berhenti. Lucas menatap Grace lekat-lekat, seolah matanya sedang membaca setiap retakan kecil yang saat ini sedang mereka lalui bersama. Di antara keduanya, ada jarak yang tak kasat mata, bukan jarak ruang, tapi luka yang tertumpuk dan rindu yang tertahan. Tangannya menyentuh wajah Grace, perlahan, seperti menyentuh sesuatu yang rapuh dan tak boleh rusak."Aku hampir lupa seperti apa rasanya tubuhmu," bisik Lucas, suaranya nyaris tak terdengar, tenggelam dalam suara hujan di luar jendela.Grace tak menjawab. Dia hanya memejamkan mata sebentar, membiarkan sentuhan itu menyusup ke pori-porinya. Tangannya naik perlahan, menyentuh dada Lucas yang berdebar di balik kemeja setengah basahnya. Kehangatan itu nyata. Juga kekacauan dalam dirinya.Lucas menunduk, menyentuhkan dahinya ke kening Grace. Keduanya terdiam lama, seakan berbicara dalam diam, menukar isi hati lewat helaan napas dan detak jantung. Ketika bibir mereka akhirnya bersatu, t
Keesokan paginya, Grace bangun dengan kepala berat. Tidur malamnya tidak tenang, dipenuhi bayangan ruang bawah tanah rumah sakit dan wajah Owen yang tampak begitu lembut saat menyentuh tangan pasien misterius itu. Pagi itu, Vivian mengiriminya pesan soal meminta bantuannya untuk memilih undangan, pengaturan pemotretan prewedding. Tapi jari-jari Grace ragu saat hendak membalas."Apa aku tega merusak semuanya?" batinnya.Namun rasa curiga sudah terlanjur tumbuh seperti akar yang tak bisa dicabut begitu saja. Ketika bertemu di kantor. Grace bersikap biasa saja, memberikan masukan dan saran soal undangan dan detail pernikahan yang lainnya.Di sore harinya Grace memutuskan kembali ke rumah sakit St. Helena. Menjenguk ayahnya lagi sampai tengah malam. Tapi kali ini, tujuannya jelas, ingin menggali informasi.Dia menyapa perawat dengan ramah, melemparkan senyum sopan, dan mencari kesempatan untuk bertanya. Dia memulai dengan obrolan santai, mengeluhkan AC yang terlalu dingin, membahas sistem
Grup Smith…Grace melihat tanggal di kalender meja, Semenjak mengalami beberapa insiden, jadwal menjenguknya pun menjadi kacau. “ini!” kata Vivian.“Mobilmu sudah selesai diperbaiki!”“Kau membawa mobilku ke bengkel?” kata Grace sedikit tidak percaya.“Ya waktu aku pinjam, malah mogok di jalan! Jadi sekalian saja, aku meminta montirnya untuk memperbaiki semua yang rusak!” jelas ringan Vivian.“Oh ya ampun malaikat aku, kau baik sekali! puji Grace seraya memeluk Vivian.Begitu melihat mobilnya, Grace hampir-hampir saja berteriak, “Gila ini benaran gila… bahkan catnya pun baru!”Begitu Grace masuk ke dalam mobilnya, dia lebih tercengang lagi ketika melihat interior mobilnya juga sudah berganti dengan aksen yang terlihat mewah. Pembaruan di bagian interior benar-benar mengubah atmosfer mobil ini menjadi sesuatu yang layak disebut istana berjalan.Begitu pintu dibuka, aroma kulit premium langsung menyapa, lembut dan berkelas. Jok-joknya dilapisi kulit Napa berwarna cokelat gelap. Kulit Na
Grace menghampiri Vivian, “Ayo kita makan siang, aku lapar sekali!” katanya seakaan energinya sudah habihs terhisap oleh semesta.Sesampainya di Kantin, mereka berdua suasana kantin saat ini sedikit berbeda. Terlihat ada satu meja makan yang dikerubuni banyak orang. “Hei ada apa di sana!” tanya Vivian.“Kalian belum tahu, calon istri Tuan Lucas datang!” jawabnya sambil berlalu pergi.“Calon istri, oh Tuan Smith sudah punya tunangan ya. Wah banyak yang akan patah hati nih!” kata Vivian sembari mengambil kotak bento makan siang mereka.Wajah Grace terlihat masam, ingin keluar dari kantin tapi perutnya terasa sudah sangat lapar. Merke berdua memilih meja yang berada agak lebih jauh dari meja Tante Gyna dan Sienna. “Wah ternyata ini alasannya Tuan Smith mengganti menu makanan di kantin!”Tante Gyna tersenyum seraya berkata, “Memangnya kenapa?”“ Tentu saja, karena Nona Sienn hamil, harus makan dengan makanan bergizi tinggi bukan. Tuan Smiht ini ternyata perhatian sekali. Jaga-jaga kalau N