Grace dulunya adalah putri keluarga Williams yang terpandang, tetapi semuanya hancur dalam semalam. Keluarganya bangkrut, aset mereka disita, dan yang lebih menyakitkan, ayahnya jatuh koma akibat tekanan yang begitu besar. Tanpa uang dan tanpa harapan, Anran hanya memiliki satu pilihan,mencari bantuan dari pria yang paling dibencinya, Lucas Smith . Lucas adalah pria dingin sekaligus musuh terbesar keluarga Williams. Demi membalas dendam, Pria itu tidak pernah melewatkan kesempatan untuk merendahkannya. Namun, saat Grace datang dengan air mata dan harga diri yang hancur, menawarkan dirinya sebagai "teman tidur" demi biaya pengobatan ayahnya, Lucas malah tertawa sinis. "Jadi sekarang kau rela melakukan apa pun untukku, Grace?" Tak punya pilihan, Grace menerima syarat Lucas . berada di sisinya, menjalani perannya sebagai "teman tidur" tanpa ikatan. Tapi semakin lama, Grace mulai melihat sisi lain Lucas sosok yang tersembunyi di balik dinginnya sikapnya. Sementara itu, Lucas yang awalnya hanya ingin membalas dendam perlahan mulai merasa bahwa Grace bukan sekadar alat pelampiasan dendam masa lalu. Apakah ini hanya permainan kekuasaan dan balas dendam, ataukah ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka?
View MoreHujan turun deras malam itu, seolah langit pun menangisi nasib Grace . Dia berdiri di depan pintu rumah mewah milik Lucas, tangannya gemetar saat hendak mengetuk. Dingin malam merasuk ke dalam tulangnya, membasahi pakaiannya yang tipis dan menambah rasa putus asa yang telah lama menggerogoti hatinya.
Dia tidak ingin berada di sini. Tidak ingin menghadapi pria yang paling membencinya. Tapi apa lagi yang bisa dia lakukan? Rumah keluarganya sudah disita, rekeningnya diblokir, dan yang lebih menyakitkan, ayahnya kini terbaring koma tanpa ada harapan pulih jika tidak segera mendapatkan perawatan intensif. Dengan napas tertahan, Grace akhirnya menekan bel pintu. Sekali. Dua kali. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan sosok pria tinggi dengan tatapan sedingin es. Lucas. Mata tajamnya menyapu tubuh Grace yang kuyup, tetapi tidak ada sedikit pun simpati dalam sorot matanya. Bibirnya melengkung dalam senyuman mengejek. "Grace Williams?" Grace menelan ludah, berusaha menahan guncangan dalam suaranya. "Aku ingin bicara denganmu." Lucas menyilangkan tangan di dadanya, matanya bersinar dengan rasa puas. "Sepertinya Nona Williams benar-benar sudah jatuh ke titik terendah kalau sampai datang mencariku." Grace menggigit bibirnya, menghindari tatapan menghina itu. "Aku butuh bantuanmu." Tawa rendah terdengar dari bibir Lucas. "Bantuan?" Dia melangkah ke samping, memberi isyarat agar Grace masuk. "Masuklah, lalu kita lihat bantuan seperti apa yang kau inginkan dariku." Ruangan itu hangat, kontras dengan tubuh Grace yang masih menggigil. Dia berdiri di tengah ruangan, tangan mengepal erat di sisi tubuhnya. Lucas berjalan mendekatinya, langkahnya penuh ketenangan yang menakutkan. "Jadi, apa yang bisa kulakukan untuk mantan putri kaya dari keluarga Williams?" Grace menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Aku butuh uang untuk biaya pengobatan ayah-ku." Lucas menatapnya tanpa ekspresi, lalu tersenyum sinis. "Jadi kau datang ke sini, meminta uang dariku!" Grace mengepalkan tangannya lebih erat. Dia tahu tentang konflik yang selama ini terjadi antara pria yang sedang berdiri di depannya ini, selalu bersinggungan dengan ayahnya. Lucas tidak akan melepaskan kesempatan untuk merendahkannya. "Jika kau mau, aku... bisa melakukan apa saja," kata Grace dengan suara bergetar. Lucas menaikan satu alisnya. "Apa saja?" Grace mengangguk, menahan air mata yang hampir tumpah. "Ya. Apa saja." Tawa Lucas terdengar lagi, kali ini lebih dingin. "Jadi sekarang kau rela melakukan apa pun untuk-ku, Grace Williams?" Dia berjalan mendekat, berdiri hanya beberapa inci darinya. "Kalau begitu, katakan padaku, apa yang bisa kau tawarkan?" Grace memejamkan mata sejenak sebelum membuka kembali. Dengan suara yang hampir tidak terdengar, dia berkata, "Diriku." Keheningan menyelimuti ruangan. Lucas menatapnya lama, lalu mengulurkan tangan, mengangkat dagu Grace agar dia bisa menatapnya langsung. "Kau menawarkan dirimu sebagai ‘teman tidur’ demi uang?" Wajah Grace memanas karena malu, tapi dia tidak bisa mundur sekarang. "Ya." Grace tersenyum kecil, tetapi senyum itu sama sekali tidak mengandung kehangatan. "Menarik." Dia melepas dagu Grace, lalu berjalan menuju sofa dan duduk dengan santai. "Kau tahu, aku bisa saja menolak dan membiarkanmu berjuang sendiri. Tapi melihatmu seperti ini… rasanya terlalu sayang untuk disia-siakan." Grace menahan napas. "Jadi… kau setuju?" Lucas mengetukkan jemarinya ke lengan sofa, berpikir sejenak sebelum berkata, "Aku setuju. Tapi ada syarat." Grace mengangkat wajahnya, berharap. "Apa syaratnya?" Lucas menyandarkan punggungnya, matanya bersinar penuh permainan. "Kau akan tinggal di sini. Menjadi milik-ku. Aku akan memberimu uang, tapi sebagai gantinya, kau harus selalu ada setiap kali aku membutuhkannya." Grace mengepalkan tangannya. Dia tahu ini akan sulit, tapi dia tidak punya pilihan lain. Jika ini satu-satunya cara agar ayahnya bisa mendapatkan pengobatan, maka dia akan melakukannya. "Aku setuju," katanya akhirnya. Lucas tersenyum puas. "Bagus." Dia bangkit dari sofa, berjalan mendekati Grace, lalu menyingkap sehelai rambut basah dari wajahnya. "Mulai hari ini, kau milik-ku, Grace Williams" Malam ini,, setelah kesepakatan dibuat, Grace merasa seperti mulai berjalan di atas tali tipis di antara kehancuran dan harapan. Lucas tidak berkata apa-apa lagi setelah menyatakan kepemilikannya atas dirinya. Dia hanya memanggil seorang pelayan dan memintanya mengantar gadis itu ke salah satu kamar di lantai atas. “Keringkan dirimu dan istirahatlah. Mulai besok, kau akan menjalani peranmu,” kata Lucas sebelum berbalik pergi, seakan urusan ini hanyalah transaksi bisnis baginya. Grace hanya bisa menunduk, menerima perintah itu tanpa protes. Kamar yang disediakan Lucas begitu luas dan mewah, kontras dengan perasaan hampa yang kini memenuhi hatinya. Dia berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang tampak pucat dan lelah. Bodoh, pikirnya sendiri. Aku benar-benar sudah menjual diri demi uang. Dia menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. Tidak ada gunanya menyesali keputusan ini. Dia harus bertahan. Ini semua demi ayahnya. Setelah berganti pakaian yang diberikan oleh pelayan, Grace berbaring di ranjang empuk itu. Namun, meskipun tubuhnya lelah, pikirannya terus bekerja. Wajah Lucas terlintas dalam benaknya tatapan dinginnya, senyuman sinisnya, dan kata-katanya yang penuh ejekan. Dia tahu, mulai sekarang, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Keesokan paginya, Grace terbangun lebih awal. Pagi di Kediaman keluarga Smith yang begitu sunyi, berbeda dengan rumahnya dulu yang selalu dipenuhi suara tawa keluarganya. Ketika dia turun ke ruang makan, Lucas sudah duduk di meja, membaca koran sambil menyeruput kopi hitam. Dia tampak begitu tenang, seolah tidak ada yang terjadi semalam. Grace ragu-ragu sebelum akhirnya berjalan mendekat. Lucas melirik sekilas ke arahnya sebelum melipat koran dan meletakkannya di atas meja. “Duduk.” Grace menurut, duduk di kursi di seberangnya.Seorang pelayan datang dan menyajikan sarapan. Namun, sebelum dia bisa menyentuh makanannya, Lucas berbicara. “Mulai hari ini, aku punya beberapa aturan untukmu.” Grace mengangkat wajahnya, bersiap mendengar apa pun syarat yang akan diberikan Lucas “Pertama, kau harus selalu ada kapan pun aku menginginkanmu.” Suaranya datar, tanpa emosi. “Kedua, kau tidak boleh mencampuri urusanku, tidak peduli apa pun yang kau dengar atau lihat di rumah ini.” Grace menelan ludah, mencoba mencerna kata-kata Lucas. “Ketiga…” Lucas menatapnya lama sebelum akhirnya berkata dengan nada lebih dingin, “Jangan pernah berharap lebih. Ini hanya transaksi. Tidak ada cinta, tidak ada perasaan.” Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk tepat ke hati Grace. Dia tahu sejak awal bahwa Lucas tidak akan pernah melihatnya sebagai lebih dari sekadar alat untuk memuaskan egonya. Tapi mendengar kata-kata itu langsung dari mulutnya… tetap saja menyakitkan. “Aku mengerti,” jawab Grace pelan. Lucas menyeringai, puas dengan jawabannya. “Bagus.” Dia lalu berdiri dan mengambil jasnya. “Aku ada urusan hari ini. Kau bisa melakukan apa pun, asal tetap berada di rumah ini.” Grace hanya mengangguk, tidak berani menatapnya terlalu lama. Saat Lucas melangkah pergi, Grace menghela napas panjang. Dia sudah membuat pilihan. Dan sekarang, dia harus menjalani konsekuensinya. Sepanjang hari, Grace menghabiskan waktunya di kamar. Dia mencoba mencari tahu perkembangan kondisi ayahnya melalui telepon, tetapi dokter hanya mengatakan bahwa tanpa dana tambahan, perawatan intensif tidak bisa dilanjutkan. Hatinya semakin berat. Menjelang malam, Lucas belum kembali, dan Grace mulai merasa gelisah. Dia berjalan ke balkon, menatap langit malam yang gelap. Apakah hidupnya akan selalu seperti ini? Terjebak dalam kesepakatan yang dingin tanpa jalan keluar? Tepat saat pikirannya dipenuhi pertanyaan, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. “Sedang memikirkan apa?” Suara Lucas membuat tubuh Grace menegang. Dia berbalik, melihat pria itu berdiri di depan pintu balkon dengan ekspresi sulit ditebak. Grace menggeleng pelan. “Tidak ada.” Lucas berjalan mendekat, dan tanpa peringatan, dia mengangkat dagu Grace, membuat gadis itu menatap langsung ke matanya. “Kau mulai menyesal?” tanyanya pelan, tetapi ada nada mengejek dalam suaranya. Grace menelan ludah, berusaha tetap tenang. “Aku tahu apa yang aku lakukan. Aku tidak menyesal.” Lucas menatapnya lama, lalu tersenyum tipis. “Bagus.” Dia lalu menarik Grace mendekat, membisikkan sesuatu di telinganya. “Karena mulai malam ini, peranmu benar-benar dimulai.” Jantung Grace berdebar kencang. Dia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.“Nasi yang ditumis ringan dengan bawang putih dan minyak wijen, dibungkus lembut oleh lapisan telur dadar tipis yang digulung rapi” jawab Vivian sambil menahan napas.Godaan yang datang dari tubuh Alex, sungguh benar-benar telah mengikat hatinya. Kaki Vivian terasa semakin lemas ketika suaminya itu mengecap bibirnya sampai dia kehilangan napas.Alex melepaskan ciumannya, lalu mengetik pesan ke Lucas. “Omurice!”Senyuman Lucas menjejak di wajah seraya berkatan kepada koki utama, “Omurice!”Panggilan ponsel ditutup, Vivian pun menuntut penjelasan dari Alex. Sementara itu, pesanan pun segera di masak, lucas memasang masker di wajah. Koki utama memasak dengan cepat. Meski hanya makanan sederhana namun jika yang menunggu bukan orang yang sederhana, tetap saja tekanan memasak jadi terasa lebih berat.Saat ini Grace sedang menerima telepon dari Stefan, “Ya sampaikan salamku pada nenek, aku juga sangat merindukannya!”“Apa kau sakit?” tanya Grace pada Stefan ketika mendengar suara batuk pria
Hati Lucas seketika langsung membara, ketika melihat beberapa pria tersandung jatuh sambil memandangi Grace. Lalu dia menoleh kepada Alex yang terlihat sedang memandangi Grace sampai tidak berkedip.Lucas berdehem lalu berkarta. “Apa yang sedang kau lakukan?”Alex pun tersadar, “Ah itu… itu, dia sangat mirip sekali dengan Nyonya!”Lucas sekali lagi menatap ke Grace yang semakin terlihat menjauh. Alex mengeluarkan ponselnya seraya bekata, “Ini fotonya?” katanya yang merasa saat ini Grace sangat mirip dengan Grace Williams.Lucas mengambil ponsel Alex, “Bahkan baju yang dipakai pun sama!” imbuh Lucas yang merasa benar-benar tidak ada perbedaan antara Grace Li dan Grace Williams.“Alex! Aku ingin kau selidiki masa lalu Tuan Williams, Detail jangan sampai ada yang terlewat. Melihat Situasi saat ini, Lucas merasa di masa lampau, pasti ada yang dia lewatkan.Pada saat ini, di kamar. Vivian baru saja terbangun. Dia meraba sisi tempat tidur, sudah terasa dingin. Dia membuka mata, “Eh, keman
Keesokan paginya, Lucas datang. Menarik napas sejenak lalu mengembuskannya, seakaan sedang mencari jejak harum yang telah lama dia rindukan. Villa Lucas diatur berdekatan dengan Villa Grace.Di dalam kamar, Lucas duduk di balkon Villa. Dia memegang buku diari yang dia temukan. Hatinya berdebar kencang mencoba memahami apa yang ibunya tulis. Membaca buku ini disaat dia hilang ingatan, sungguh membuat segalanya menjadi lebih sulit."Untuk yang tak pernah bisa aku miliki." Diari itu seolah menanti untuk dibuka, untuk menceritakan kisah yang terlalu lama dipendam, terlalu pilu untuk diucapkan lantang.Setiap lembarannya dipenuhi goresan tinta yang melukis perjalanan hati seseorang, tentang cinta yang hadir diam-diam, tumbuh perlahan, namun gagal untuk mekar. Dia bercerita tentang sosok yang selalu ada, namun tak pernah bisa digenggam. Tentang tawa yang dibagi bersama, tapi semua hilang menguap begitu saja. Tentang pertemuan-pertemuan kecil yang penuh harap, dan perpisahan-perpisahan tanp
Pada saat sedang memilih paket bulan madu, telepon Alex berdering. “Apa ada hal baru?”“Ok, aku mengerti!” kata Alex dengan binar mata berbinar.Sambungan telepon disudahi, dengan wajah tersenyum. Alex langsung berkata. “Grace Li akan pergi ke Aurelia Bay juga!:Lucas langsung mengeluarkan kartu hitamnya, meletakan di meja. “Pastikan di sana hanya ada kami dan Nona Grace Li!”Senyum Marketing Manajer tertahan, lalu pecah. Dia tertawa senang. “Tentu, tentu saja. Akan aku pastikan nanti setiap hari akan ada suasana romantis”Dia sangat senang, karena tidak perlu bersusah payah mengejar target. Kartu hitam Lucas sudah memenuhi semua itu. Kapasitas lima pelanggan lainnya, langsung diborong oleh Lucas.Beberapa hari kemudian, Stefan bertemu dengan Lucas di restoran di pusat kota itu. Restoran itu tampak tenang, mewah namun tidak mencolok, tempat ideal untuk pertemuan yang katanya profesional. Di balik kaca besar yang memantulkan cahaya senja, dua pria duduk berhadapan.Kemeja mereka rapi, s
“Sepertinya Nona Muda Kaya Manja, sedang merindukanmu!” kata Alex dengan nada sedikit menggoda.“Hish…!” imbuh Rei sambil memutar bola matanya.Keesokan harinya, Lucas telah menunggu Alex di ruangannya. Pada saat ini, dia benar-benar merindukan masa-masa ketika bebas masuk ke kediaman Smith, seperti dulu. Namun, dia paham sesuatu yang baik jika dikerjakan dengan gegabah, mala hasilnya bisa jadi tidak baik.Baru saja masuk, Lucas sudah menatap Alex dengan tatapan mematikan. “Apa kau sedang menyembunyikan sesuatu kepadaku?”Alex tertegun sambil berpikir, “Apa dia sudah mengingat semuanya!”Lucas seperti memahami apa yang ada di pikiran asistennya itu, “Aku belum mengingat semuanya, Tapi, aku tahu ada yang salah!”Alex pun tersenyum, dari dulu dia memang selalu mengaggumi insting Tuannya itu. Alex meletakan jari telunjukny di bibir, memberi tanda agar Tuannya itu tidak bicara lagi.Alex mengeluarkan ponselnya, “Kita bicara di roftoop!”“A-aku ingin meminta cuti, tidak ada yang aku sembu
Alex bergegas pergi meninggalkan Desa Aerva, tidak ingin membuang waktu. Kali ini yang datang menjemput adalah adik sepupunya. “Kak!”“Kau sudah besar, apa semakin pandai berkelahi!” kata Alex dengan sedikit bercanda. “Kak, aku datang spesial hanya untuk menjemputmu lho!” kata Rei.Mereka pun masuk ke dalam mobil. Rei pun melajukan. “Apa kau sudah bekerja?”“Terakhir menjaga putri bangsawan yang manja!” jawab santai Rei.Alex sedikit tertawa. “Mengapa berhenti?”“Nona muda itu terlalu manja, bahkan meminta aku memasak mie untuk sarapannya. Bukankah itu namanya pengawal rasa koki pribadi!”Tiba-tiba saja timbul ide cemerlang yang baru saja Alex pikirkan. “Karena kau sedang menganggur, maka kuberi pekerjaan!”“Wah, keren!” kata Rei bersemangat.“Jadi pengawal kakak iparmu!” kata Alex sambil sibuk dengan tabletnya. Dia langsung memberikan laporan singkat kepada Lucas.“Kakak ipar?” tanya Rei sedikit terkejut.“Ya aku sudah menikah!” kata Alex santai, “Apa kau iri!”“Wo ho ho… sepertin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments