“Ya, bisnis ini kan milik-ku! Jadi sudah tentu harus ada aku!” kata santai Lucas.“Eum…!” imbuh Grace sambil sedikit memiringkan kepalanya.Enggan berdebat, dia pun hanya bisa menghela napas panjang. “Dasar Bayi Besar, sulit sekali membuat dia tenang!”Grace mulai terbiasa dengan pekerjaannya sebagai sekretaris. Alex juga memuji kemampuan adpatasinya. Pada saat ini, di ruang kerja Lucas, keduanya sedang melakukan rapat internal bertiga saja.Sebuah pesan masuk ke ponsel Grace, Tiba-tiba saja dia menoleh kepada Alex, “Kalian sudah membeli rumah baru?”Alex langsung terbatuk kecil, sambil menatap ke Lucas, dia mengangguk pelan, tanda menjawab pertanyaan, Grace langsung berdiri dan bertelak pinggang, “Ada hal sebesar ini dah kau tidak memberitahuku?”Lucas mulai terlihat kesal, “Memangnya kau ibunya Kah, mengapa dia harus memberitahumu!”“Hah! Jelas dia harusnya memberitahku. Karena aku dan Vivian telah berjanji. Jika kami sudah menikah, maka rumah kami harus bersebelahan, lalu jika kami
Garce teringat dengan set hadiah teh melati yang Paman Henry berikan. Dari pada Lucas murka karena perkara telat lima menit, jadi dia putuskan untuk memberikan set hadiah itu untuk Lucas."Tunggu sebentar, aku akan mengambilnya!"Lucas menatap pintu ruangan kerjanya, merasa penasaran dengan apa yang akan Grace berikan. Di luar ruangan Grace sedang menatap sayang kepada kotak set teh yang terlihat indah itu."Ah sudahlah, nanti bisa minta lagi!" pikirnya seraya masuk kembali ke ruangan Lucas.Grace memasang senyuman manis. "Ini aku tadi mengambil ini untukmu! Ini baik untuk kesehatan!"Perlahan Grace meletakan set kotak hadiah yang memesona itu di atas meja kayu jati yang mengkilap, seolah dirancang khusus untuk menghidupkan kembali romantisme masa lalu.Lucas membuka hadiahnya. Di sudut kotak, ada selembar kartu kecil bergaya vintage dengan tulisan."Untuk setiap tegukan yang membawa tenang, biarlah aroma melati mengingatkanmu akan keindahan sederhana yang tak pernah pudar oleh waktu
Grace berbaring di ranjang, mencoba menenangkan hatinya. Memejamkan mata. Ada keenggan di hatinya yang berkata, “Tunggu kau siap, barulah membaca surat-surat itu!”Grace menghela napas, sambil mengangguk-angguk, “OK begitu saja!” katanya dalam hati.Di pagi hari, Grace mencoba bersikap seolah semalam tidak terjadi apa-apa. Dia tidak pernah pergi ke gudang, tidak pernah menemukan kotak berisi surat dan buku, Meski sudah berusaha biasa, namun nyawanya seperti sudah setengah tersedot ikut masuk ke dalam kotak yang dia temukan semalam.Wajah Grace sedikit terlihat lesu pagi ini. Di ruang makan, Lucas memperhatikan hal ini. Lalu dia berpikir, “Apa dia semalam marah, karena harus lembur!”Lucas memperhatikan Grace yang sedari tadi terus memberi telur mata sapi yang ada di piringnya dengan banyak lada. “Jika kau sangat suka dengan lada putih, Sarapan khusus untukmu, semangkuk bubuk lada saja bagaimana?”Grace tersadar, lalu melihat ke piringnya, “Oh astaga!”Wajah Grace memerah seraya berkat
Makan siang pun selesai, Namun jejak pedas masih terlihat nyata di bibir Lucas yang memerah. Grace mati-matian menahan tawa, karena pada saat ini Lucas malah terlihat seperti baru saja memakai lipstik. “Seharusnya dia ikut kompetesi Idol!” pikir Grace sedikit tertawa kecil.Perut telah terisi penuh, terlihat Lucas sedang sibuk menulis pesan. “Hapus mi goreng pedas dari menu makan siang di kantin karyawan!”Lucas lalu menoleh kepada Grace, senyuman licik terulas di wajahnya. “Malam ini kau lembur!”“Hah! Apa dia sedang balas dendam!” pikir Grace.Sementara itu, Ibu Seri saat ini sedang menemui seseorang. “Apa ini akan benar-benar berhasil!”“Tentu saja, tidak berbau, tidak berasa, Ini adalah obat yang pas untuk menghasilkan kekayaan!” kata orang misterius itu.Ibu Seri meletakan satu amplop tebal berisi uang. “Jika aku membutuhkan bantuanmu, maka aku akan menghubungimu lagi!”Ibu Seri baru saja membeli obat perangsang, tujuannya hanya satu ingin menjebak Lucas agar segera menikahi Sien
Lucas berjalan pelan menyusuri, meninggalkan pemandangan yang tak akan mudah hilang dari benaknya. Tapi langkah kakinya terasa berat, seolah hatinya tertinggal di kamar mandi bersama Grace dan Alric.Sementara itu, di balik pintu yang kini tertutup, Grace masih dalam dunia kecilnya yang hangat. DIa duduk di atas karpet tebal sambil menggendong Alric yang kini sudah dibungkus handuk lembut berbentuk kelinci. Wajah mungil bayi itu menempel di dada Grace, mendengarkan detak jantungnya, seperti menemukan rasa aman yang dia butuhkan.Grace mengayun perlahan tubuh Alric, menatap matanya yang mulai lelah. Jemarinya menyusuri rambut halus di kepala bayi itu, membisikkan doa-doa kecil yang dia simpan jauh di dalam hati.“Alric... kalau suatu hari kamu bisa bicara, dan kamu bertanya siapa aku, mungkin kamu akan bingung. Tapi aku janji, aku akan selalu jadi tempat pulangmu,” bisiknya pelan.Tepat saat itu, Alric tertidur dalam pelukan. Nafasnya tenang, senyumnya samar, dan tubuhnya yang mungil t
Nama sudah didapat, mereka semua pun berkumpul di ruang keluarga. Sienna menggendong bayinya, berpura-pura senang dengan nama pemberian dari Grace. Meski dalam hati membencinya. Namun, demi bisa menarik perhatian Lucas, dia pun memilih menerima nama itu.“Apa kau tidak mau menggendongnya?” tanya Sienna kepada Lucas.Lucas mengulurkan kedua tangannya, Sienna pun meletakan Alric di pelukan Lucas. Baru beberapa detik digendong, bayi itu sudah menangis kencang. Tubuh Lucas pun langsung kaku. Ini adalah pertama kalinya dia menggendong bayi.Sienna juga merasa bingung, karena biasanya pelayan lah yang lebih banyak menggendong Alric. Nyonya Tom juga sudah lama sekali tidak mengendong bayi. Jadi dia pun meragu ingin menggendong Alric.“Oh ya ampun… kalian ini apa bisa disebut sebagai orang tua!” kata Grace seraya mengambil Alric dari pelukan Luca.Grace menggendong bayi itu, sembari menepuk tepuknya dengan lembut. Dan, ajaibanya bayi itu langsung terdiam. Lucas menaikan satu alisnya, “Seperti