'Halo ... untuk apa kau menghubungiku di saat seperti ini?!'
NIT!Silvia mematikan ponselnya, dia sangat emosi ketika menerima ponsel dari mantan suaminya. Kemudian, Silvia mendekati ruangan rawat itu, sambil meracau mengkhawatirkan Roman."Roman, sebenarnya apa yang terjadi padamu. Kenapa kamu bisa menjadi seperti ini?" Silvia menatap nanar pada sang kekasih yang terbaring lemah di dalam ruangan rawat itu.Wajahnya terlihat begitu mengkhawatirkan pria yang terbujur kaku, mempertaruhkan hidup matinya bergelut dengan mesin medis yang entah bisa menyelamatkan hidupnya, atau tidak.Saat itu Silvia hanya bisa berharap keajaiban datang menyelamatkan kekasihnya.Drtttt...Terdengar ponsel bergetar mengalihkan perhatian Silvia, lagi-lagi si pembuat suasana hatinya berubah itu datang menelepon lagi.Suara di seberang sana terdengar menggema, dan sangat ingin mengetahui keberadaan Silvia.'Kenapa kau sangat susah di hubungi, di mana kamu sekarang?' suara itu terdengar begitu tegas dari seberang sana.Pun dengan Silvia, ia sama kesalnya berbicara pada Fred. 'Sudah kubilang jangan hubungi aku lagi, kau dan aku bukan siapa-siapa lagi Fred. Jadi, aku minta berhentilah menghubungiku, jika bukan untuk urusan Anak!'Namun, Fred tetap memaksa ingin mengetahui keberadaan Silvia.'Kamu di mana sekarang, apa kau sedang bermain dengan Simpananmu itu?''Sama sekali bukan urusanmu! Mau di mana pun aku, atau pergi dengan siapa pun itu bukan urusanmu lagi...,'Merasa tidak nyaman dengan interaksi ini, Silvia mematikan saluran panggilan dengan sebelah pihak.'Bye Fred! Jangan pernah hubungi aku lagi!' tukasnya, geram.KLIK.Di seberang sana Fred menduga jika saat ini Silvia tengah bersama Roman, ia sangat panik dan takut kalau Roman akan memberitahu Silvia tentang perbuatannya."Aku harus mencari keberadaan Roman, jika tidak aku akan celaka, Silvia tidak akan mau kembali padaku," gumamnya lantas bergegas pergi."Dad's," suara familiar itu tiba-tiba membuatnya berhenti melangkah.Fred menoleh pada Selina putrinya, "Ada apa kau memanggil Daddy 'Selina?""Daddy mau pergi ke mana lagi?" tanya Selina memerhatikan raut wajah sang papa."Daddy ada keperluan mendadak di kantor, Daddy harus pergi sekarang," izinnya pada Selina, padahal ia berbohong pada putrinya. Lantaran, dia tidak mungkin menceritakan tentang kejahatannya."Bisakah Selina ikut Dad's?""Tidak, kamu tidak bisa ikut!" tolak Fred dengan tegas.Setelah mendapatkan penolakan itu, Selina terdiam dia tidak mengerti dengan sikap Daddy Fred padanya saat ini."Kenapa aku tidak bisa ikut Dad's? Bukankah selama ini Daddy selalu ingin mengenalkan aku pada Orang-orang di kantor Daddy kan? Tapi, kenapa sekarang Daddy tidak mau?" Selina merengut kesal."Tidak, bukan seperti itu sayang ... kali ini Daddy benar-benar sibuk, kamu tidak usah ikut 'yah?"Fred terus mencegah Selina agar tidak ikut dengannya."Iya, tapi kenapa hanya karena alasan itu Daddy tidak mau mengajakku, aku bisa tunggu Daddy di ruangan Daddy kan?" Selina masih bersikukuh ingin ikut dengan Fred."Lain kali ya Nak, saat ini Daddy benar-benar tidak bisa!" Fred kembali bergegas menuju mobil di garasi, dan di ikuti Selina.Sesampainya di garasi, Selina di hadapkan dengan pemandangan mobil milik Daddynya yang rusak, sehingga menimbulkan sebuah tanda tanya besar dibenaknya."Loh, itu mobil Daddy kok rusak parah, memangnya Daddy habis ngapain, mobilnya sampai rusak seperti ini?" Selina mendekat ke mobil yang terlihat rusak dengan pintu yang nyaris terlepas dari body mobil yang selalu di kendarai Daddynya."Sudah, ini bukan urusanmu. Kamu tidak perlu tahu penyebab rusaknya mobil Daddy." ucap Fred masuk ke mobil yang lainnya."Dad's." Selina kembali memanggil Fred. Tapi, di abaikan oleh sang Daddy."Uhhh... Daddy." Selina menggerutu dengan kesal. Lantaran, tidak di ajak oleh Fred.Selina memasang wajah kesal, dan kembali menuju kamarnya. Lalu menghubungi ibunya untuk mengetahui keberadaan sang ibu pada saat ini.Di seberang sana Silvia masih menunggu Roman siuman, akan tetapi harapannya masih belum terkabul ia terduduk di kursi tunggu. Tiba-tiba saja ponselnya berdering, ia langsung meraih ponsel dan menerima panggilan tersebut.'Halo, Selina ... ada apa Nak?' tanya Silvia pada sang putri yang berada di tempat berbeda.'Mommy di mana, bolehkah aku menyusulmu?''Ada apa Hem? Kedengarannya kau sedih seperti ini, ayo cerita sama Mommy, ada apa?''Selin lagi kesal sama Daddy, 'Mom.''Kesal? Memangnya Daddy kamu kenapa lagi?''Daddy pergi dari Rumah, katanya mau ke kantor. Tapi, pas aku mau ikut Daddy menolak!''Daddy kamu paling mau ketemu sama selingkuhannya, mungkin saja dia jenuh di Rumah terus.''Enggak Mom, Daddy baru pulang enggak di Rumah terus. Tapi, dia sudah pergi lagi!''Ya, sudah. Kalau begitu kamu ke tempat Mommy saja ya. Tapi, Mommy masih di Rumah Sakit,''Di Rumah Sakit? Siapa yang sakit Mom?' wajah Selina terlihat tegang setelah mendengar kabar itu.'Roman, Teman Mommy itu Nak. Kalau kamu mau ke Rumah Sakit saja ya,' ujar Silvia pada akhirnya meminta Selina ke rumah sakit untuk menyusul.'Baik, kalau begitu Selina akan ke sana Sekarang.''Ya, sudah. Kamu hati-hati di jalan, Mommy matiin teleponnya ya,'Selina menganggukkan kepalanya, saat Silvia mematikan ponselnya. Ia segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit, Selina begitu khawatir setelah mendengar kalau yang di rawat di Rumah sakit saat ini adalah Roman.***Jalanan siang itu terlihat senggang, hanya ada beberapa pengguna jalan yang berlalu lalang kala itu. Sehingga Selina sangat gampang menerobos masuk jalanan dengan cepat.Hanya butuh waktu tiga puluh menit, ia telah sampai di sebuah rumah sakit di mana di rumah sakit tersebut Roman di rawat."Suster!" panggil Selina menghampiri seorang suster yang bertugas di bagian resepsionis."Ada apa Nona? Ada yang bisa saya bantu?""Saya ingin tahu di mana kamar Pasien bernama Roman, tolong beritahu saya?""Tunggu sebentar, ya!"Seorang perawat itu mencari data pasien lewat buku daftar pasien hari itu."Nona, beliau masih di Ruang IGD di sebelah sana ya," sang suster menunjukkan jalan pada Selina.Dia berjalan dengan cepat, dan menghampiri ibunya yang pada saat ini tengah duduk sambil menatap pada jendela kaca ruangan rawat kekasihnya."Mom!" Selina memanggil Silvia,Silvia lantas segera menoleh. "Syukurlah kau datang Sayang,"Selina menghampiri dan memeluk ibunya. "Apa yang terjadi dengan Teman Mommy itu?""Entahlah, Mommy belum mengetahui penyebabnya Nak.""Lantas, siapa yang membawanya ke Rumah Sakit jika bukan Mommy?"DEG.Silvia memutar otak, baru terpikirkan olehnya siapa yang membawa Roman ke rumah sakit."Iya juga ya, siapa yang membawa Roman ke Rumah Sakit? Jangan-jangan ada yang ingin membunuh Roman, tapi tak berhasil?" gumamnya bertanya-tanya.Dari seberang sana terlihat seorang datang memanggil Silvia, dan Selina."Selina, Silvia ... ternyata kalian di sini, sedang apa kalian di sini?"Silvia lantas menoleh pada sumber suara yang sangat familier baginya, raut wajahnya tiba-tiba saja berubah saat melihat orang yang tidak dia harapkan datang."Kamu? Ngapain kamu datang kemari, dan tahu dari mana kalau aku berada di sini?"Fred berjalan mendekat, berusaha merangkul tangan Silvia. "Tentu saja aku tahu kau berada di sini, karena aku mengikuti Selina--Putri kita,""Dad's ... bukannya kamu bilang akan pergi ke kantor, ya? Tapi kenapa malah menyusul Selin?""Daddy mengkhawatirkan kamu Nak, terlebih lagi Daddy ingin bertemu dengan Mommymu. Daddy sangat merindukan kebersamaan kita yang dulu," ucapnya seraya menatap Silvia, "Apa kau tidak merindukan kebersamaan kita Silvia?""Tidak sama sekali!" jawabnya ketus.Ceklek!!!Mereka mengalihkan perhatian saat seorang dokter keluar dari ruangan IGD. Terutama Silvia langsung melempar pertanyaan soal kondisi Roman, brondong kesayangannya."Bagaimana dengan keadaannya sekarang, 'Dok?"Selina ikut bertanya, "Apa dia baik-baik saja Dok?"
Mendengar Roman bersikukuh ingin bertemu dengan perempuan yang menolongnya, Silvia naik pitam dia sangat murka pada Roman."Ya, sudah kalau kau tetap ingin bertemu dengan Perempuan itu. Aku yakin sampai kapanpun tidak akan pernah bertemu!" tukas Silvia kesal.Lalu pergi meninggalkan Roman dengan kecewa, "Sial! Kupikir hanya aku yang menyelamatkannya. Ternyata ada Orang lain, tapi siapa sebenarnya yang membawa Roman ke Rumah Sakit, apa Perempuan itu suruhan Fred?" gumam Silvia beranjak pergi.Silvia berjalan di koridor rumah sakit, saat itu datang dua pria berbadan kekar menghampirinya."Nyonya Silvia," panggil salah seorang dari dua pria itu.Silvia menghentikan langkahnya. "Ya, siapa kalian?" sambil menatap dari ujung kaki hingga ujung kepala dua pria itu."Perkenalkan saya Daniel, dan ini rekan saya," pria bernama Daniel itu menunjuk pada rekan kerjanya yang berdiri di sampingnya."Saya Zevin, Nyonya," sambung pria itu.Silvia berusaha mengingat-ingat, tiba-tiba saja ia teringat pad
BYUR!!!Roman membuka matanya saat seseorang menyiram wajahnya dengan seember air."Kenapa Tuan, ada masalah apa denganku?" tanya Roman lemah, sambil merasakan perihnya luka di wajah yang tersiram air.Pria itu tersenyum menyeringai meraup dagu pemuda malang ini."Masalahnya kau meninggalkan panti Roman, coba saja kau tidak bermain dengan Perempuan itu. Mungkin saja panti pijat saya tidak sesepi sekarang," "Lalu kenapa kau menyalahkan aku? Bukankah kau yang telah menjualku pada Tante Silvia?"BUGH!Pria itu memukul perut Roman, hingga kesakitan. "Beraninya kau menyalahkan aku?!" tukas pria pemilik panti pijat itu, "Mulai sekarang kau akan bekerja padaku, wahai budak murahan."Pria berperawakan tinggi itu mendorong Roman hingga ambruk, lalu pria itu pergi dengan ditemani dua orang ajudannya."Ayo tinggalkan dia, jangan kasih dia makanan apapun!" pria itu pergi meninggalkan Roman yang dibiarkan terkurung
Sebuah kaki jenjang di hiasi sepatu heels merah melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan pijat, di mana di sana sang terapis sudah menunggunya. "Kau boleh pergi!" perintah Silvia pada seorang yang mengantarnya. Perlahan ia berjalan mendekati Roman yang terus menundukkan kepalanya."Kenapa kau, tidak berani menatapku? Takut padaku Hem?" sinis Silvia marah pada Roman yang tanpa ada penjelasan pergi darinya.Roman masih diam saja, tidak berani menatap perempuan yang dicintainya itu.Merasa kesal pada Roman, Silvia pun langsung meraih dagu Roman, hingga membuat wajahnya mendongak. "Jawab aku Roman, kenapa kau pergi begitu saja?""Tan-tante ... aku takut dekat denganmu, sebab begitu banyak Orang yang menentang hubungan kita." lirihnya dengan bibir bergetar.Silvia mengerutkan kening, pasalnya selama ini ia tidak tahu apa-apa yang di hadapi kekasih berondongnya ini."Kenapa kau musti takut, apa ada Orang yang mengancam kamu?"
BRUG!!!Silvia terlonjak kaget saat sebuah mobil menabrak bemper belakang mobil yang di tumpanginya, bahkan ponselnya hingga jatuh. Padahal saat ini dia sedang berbicara dengan putrinya, Selina."Sial!" umpatnya kesal.Roman sama kagetnya dengan Silvia, mereka segera turun dari mobil, untuk melihat bagian belakang mobil. Namun, tidak terduga dua pria berbadan kekar keluar dari mobil yang menabrak bagian belakang mobil itu."Kenapa dengan mobilnya, 'Nyonya?" salah seorang pria itu bertanya pada Silvia."Tidakkah kalian lihat, kalian masih punya mata kan?" sinis Silvia kesal.Tapi, dua pria itu hanya menatapnya-sambil tersenyum."Kau ikut dengan kami kembali," ucap dua pria yang sangat familiar bagi Roman."Tidak! Saya tidak akan ikut lagi dengan kalian, bilang sama Tuan Jackson aku bukan lagi Anak buahnya."Roman menolak dua pria itu yang memintanya kembali ke panti pijat. Silvia pun marah pada mereka terutama pada Jackson, lantaran dia telah menebus Roman dari pria mucikari itu."Apa-a
'Aku membutuhkan Teman curhat, apa kau mau mendengarkan curhatan aku Roman?'Kalimat pesan itu masih dibaca olehnya, setelahnya ia bangkit mengetik pesan balasan.'Tentu saja bisa, apa kau inginkan aku menemuimu?'Roman bertukar pesan dengan Selina, calon anak tirinya itu.TING. Pesan balasan dari Selina kembali datang padanya.'Ya, jika kau bisa aku ingin bertemu,'Roman lantas segera membalasnya lagi, 'Kalau begitu kita akan bertemu di Cafetaria dekat tempat tinggalmu,' 'Baiklah,' balas Selina dari seberang sana.Setelah mendapat balasan Roman lantas bersiap pergi, mengganti pakaian layaknya akan bertemu kekasih. Kendati demikian cintanya hanya Silvia bukan yang lain."Tan," Roman mencari Silvia, tidak lupa ia meminta izin darinya. Tapi, Silvia tidak ditemukan di mana pun sehingga ia pergi tanpa sepengetahuan Silvia.Sementara di seberang sana, tepatnya di sebuah Cafetaria yang di
Roman menelan salivanya, dan segera membukakan pintu mobil pura-pura tidak melihat ke arah perempuan yang saat ini menatapnya dari kejauhan."Ayo Selina," sambil membuka pintu."Terima kasih Roman," Selina menapakkan kaki jenjangnya, keluar dengan elegan dari mobil dibantu oleh Roman."Kalau begitu aku langsung pamit ya," ucapnya, "Eh, iya ini kunci mobil kamu." Roman menyerahkan kunci mobil, dan segera berpamitan dari hadapan Selina. Namun, Selina kembali menghentikannya. "Tunggu Roman," cegah Selina.Roman kembali berhenti dan menatap Selina lagi, "Ada apa Sel?""Apa kau tidak ingin menjenguk Daddy? Ayolah Rom," pinta Selina agar Roman mau menemaninya ke tempat Fred dirawat.Roman mencari cara untuk menolak, tapi saat itu juga Silvia datang menghampiri mereka berdua."EKHEM!" Silvia berdeham menatap pada Roman, dan Selina putrinya. "Kalian dari mana saja, Selina maafkan Mommy ya ... sebenarnya Mommy
"Kau salah paham Silvia! Mana mungkin aku mencintainya? Sementara kau saja bisa membuatku nyaman," Roman berusaha meyakinkan Silvia yang di selimuti rasa cemburunya."Kau bohong!" tukas Silvia masih tidak percaya pada Roman."Terserah kau saja, jika masih tak percaya padaku. Yang jelas aku tidak ada perasaan apapun padanya, mana mungkin aku mencintai Putrimu!" tegas Roman memperjelas pengakuannya.Silvia masih marah padanya, dia tidak gampang percaya pada seseorang semenjak pernikahannya dengan Fred berantakan, "Semua lelaki ternyata sama saja, kupikir kau berbeda dengan yang lainnya. Tapi, kau bahkan jauh lebih buruk dari Fred!"Silvia melengos pergi dari hadapan Roman, "Aku sadar aku ini sudah Tua, mana mungkin kau mencintaiku sepenuhnya." Roman sudah kehabisan kata-kata untuk meyakinkan Silvia, hingga memilih pasrah dengan hubungannya ini.Malam itu adalah malam pelik bagi Roman, lantaran Silvia tidak kunjung percaya pada perkataannya yang sudah jelas berbicara apa adanya tentang