Roman Adara Galasena adalah terapis muda berbakat dan paling mahal di panti pijat terkenal Ibu Kota. Semua orang ingin mendapat pelayanannya, termasuk Silvia. Wanita itu bahkan memaksanya untuk dijadikan simpanan dengan memutuskan kontrak perbudakan milik Roman dan panti pijat tempatnya bekerja. Meski awalnya terpaksa, Roman perlahan melabuhkan hatinya pada janda kaya penuh pesona itu. Sayangnya, itu tak semudah yang ia kira. Selain perbedaan umur, ada perbedaan status yang jelas. Lantas, akankah Roman berhasil?
View More“Kau masih muda, dan bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dari ini, kenapa kau malah lebih memilih bekerja di tempat pijat seperti ini?”
Roman terkejut mendengar ucapan pengusaha yang saat ini dipijatnya.Pasalnya, baru pertama kali ada klien yang mengatakan hal seperti ini padanya. Kebanyakan klien yang ditemuinya pun tidak berkata apa-apa dan langsung dipijatnya. Roman sedikit bingung pada perempuan penyewa jasanya ini.“Berapa umurmu?” tanyanya lagi.Roman menunduk malu. "Du--dua puluh satu tahun Tante..,"Roman memang masih muda tapi dia memiliki keahlian dalam memijat, melayani customernya. Sehingga tiap para tamu yang datang, berlomba ingin mendapatkan pijatan darinya.Awalnya, ia memang tidak ingin bekerja seperti ini. Namun, dia harus bertahan hidup di tengah kota yang kejam.Tentunya, tidak pernah terbesit di dalam benaknya untuk menjadi seorang pekerja di panti pijat.“Silakan berbalik sambil tengkurap,” pinta Roman sambil menekan remot kursi agar kursi itu terbaring.“Baiklah.” Tante Silvia lantas menuruti permintaan Roman. Ia pun tengkurap bersiap merasakan sensasi dari pijat relaksasi itu.Setelahnya, Roman langsung memijat punggung mulus perempuan beda usia dengannya itu.“Oh, iya. Saya lupa. Jadi, siapa namamu?” Silvia bertanya dengan posisi tengkurap.“Roman, Tante.”“Pijatanmu sangat enak, boleh kapan-kapan saya datang lagi kemari, dan hanya kamu yang memijat saya?”Roman terdiam. Bahkan, ia sampai berhenti memijat Tante Silvia.“Hei, lanjutkan pekerjaanmu. Kenapa kau berhenti?!” kesal Silvia karena tidak ditanggapi.“Em—iya Tante ... maafkan saya,” Roman merasa gugup, dan kembali memijat dengan sensual punggung itu.Hampir saja jantungnya copot, dan nyawanya terbang melayang saat mendapat pujian akan kenikmatan pijatannya. Bahkan, saat Silvia menyentaknya dengan lantang saat ia berhenti melakukan pijatan.“Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Kenapa kau memilih bekerja di tempat ini?” Silvia berbalik mengekspos bagian tubuhnya. Bahkan, sambil meraup kedua lengan pria pemijat itu dengan kedua tangannya.“Sebagai lelaki, apa kau tidak punya kepintaran selain mengolah tubuh para Wanita yang haus belaian seperti ini?!”Lagi-lagi Roman tidak menjawab. Pria itu sejujurnya merasa tersinggung. Dia sontak menatap Silvia dengan tatapan marah. “Apa Nyonya tidak menyukai pijatan saya, atau Anda ingin ganti terapisnya saja?”
Wanita itu sontak mendengus kesal. “Bodoh! Kau kenapa marah padaku? Apa kau tersinggung? Bukankah, pekerjaanmu ini memang hanya untuk memuaskan Wanita yang haus belaian, kan?”Lagi-lagi pertanyaan itu sukses membuat Roman merengut kesal dengan wajah terlihat semakin memerah. Ia tak menyangka mendapatkan customer secerewet ini.“Saya tidak marah hanya saja saya tersinggung, jujur saya pun tidak ingin bekerja di tempat ini. Tapi, ada alasan kuat saya bekerja di sini. Karena hanya tempat ini yang memberi saya tunjangan uang yang cukup setiap bulannya!” desis Roman sembari memijat.“Lantas, apa alasanmu tetap bekerja di sini?”“Tidak semua Orang harus tahu masalah hidup saya, termasuk Anda!” Roman bersikap sinis.Silvia tidak melanjutkan pertanyaannya, dan memilih diam hingga Roman menyelesaikan pijatannya.Namun, tiba-tiba saja terbesit dalam benaknya akan ketertarikannya pada wajah pria pemijat dirinya ini.Wanita itu lantas menggenggam tangan Roman, dan membawa tangan itu menyentuh dua puncak kenikmatan miliknya. “Sekarang puaskan aku!” perintahnya dengan tegas.“Tapi—”“Saya tidak suka ditolak. Lakukanlah, sesuai apa yang saya inginkan!” potong Silvia, "atau saya akan membuatmu dipecat dari sini."Dengan menahan geram, Roman perlahan pun melakukannya. “Apa kau tidak berniat melepas pakaianmu Hem?” goda Silvia sembari mencengkeram kerah baju Roman. Tindakannya itu sukses melepaskan baju pria itu dari tubuhnya.Mata Silvia membulat. Tubuh Roman sangat menawan dengan delapan roti sobek di tubuhnya. Untuk sesaat dia kagum pada tubuh bak roti sobek milik terapis pria itu. Tetapi terlintas di benaknya jika pria ini sangat murahan, dan merasa jijik ketika ia berpikir Roman menyentuh semua wanita yang datang ke tempat itu."Tapi, ini sayang bila dilewatkan," batinnya. Apalagi, Silvia telah membayar jasa pria ini di kasir sebelum masuk ke dalam ruangan pijat itu.Tanpa basa-basi Silvia meminta penyatuan dengan Roman.Meski nikmat, Roman tak bisa menikmati itu semua. Terlebih, kala mendengar Silvia berbicara, “Ternyata kau memang pandai dalam memuaskan para pelanggan, pantas saja hargamu sangat mahal.”
Roman memilih diam. Pujian itu seolah merendahkannya.Jadi, Roman langsung bangkit, setelahnya untuk membersihkan diri seusai bekerja.
Namun, saat Roman telah tenggelam ke dalam pintu kamar mandi.Silvia masih memandanginya.Ia mulai membayangkan kenikmatan setiap permainan yang Roman persembahkan untuknya, dan Silvia mulai tidak rela jika Roman harus dimiliki semua wanita yang menjadi customer di panti pijat itu.
“Apa dia memiliki Pacar, atau dia masih sendiri. Jika dia memiliki Pacar aku harus merebutnya, enak saja dia harus membagi kenikmatan dengan Wanita lain,” gumam Silvia tidak rela.
Beberapa menit kemudian, Roman keluar dari kamar mandi dengan tubuh terekspos dan handuk dililitkan ke pinggangnya menutup bagian spesial itu.“Apa kau akan langsung pergi dari sini?” tanya Silvia.Roman pun mengangguk. “Tentu saja, satu jam kita telah berlalu. Dan saya sudah selesai melakukan pekerjaan saya.”
Ia bergegas memakai kembali pakaiannya.“Tapi, masih ada waktu sekitar 15 menit lagi, kata siapa sudah selesai?!”Hanya saja, Roman tetap pergi tanpa memedulikan Silvia. Baginya, tugas memuaskan perempuan itu telah selesai.*****
Silvia begitu marah.Setelah menenangkan diri dan memakai pakaiannya kembali, ia segera bersiap pergi dari ruangan pijat itu, dan memarahi kasir di depan tempat pijat itu.
"Terapis macam apa yang kau berikan padaku, dia bersikap sombong dan tidak ada senyum-senyumnya saat memijatku. Panggilkan dia untukku, sekarang!"Silvia membentaknya dengan sorot mata menajam, "Cepat lakukan!" perintahnya berseru.Petugas kasir itu ketar-ketir. Ia pun langsung menuju ruangan karyawan di mana saat ini Roman sedang melepas lelah--setelah melakukan pekerjaannya."Roman!" panggil salah seorang kasir menatap pada Roman dengan terengah-engah.Roman bangkit, "Ada apa?""Cepat ke depan, ada Customer mengamuk karena ulah kamu! Memangnya apa yang kamu lakukan padanya sehingga dia murka?""Aku hanya melakukan sesuai pekerjaanku, tidak lebih. Memang apa masalahnya?""Sudah pokoknya kamu ke depan, dan minta maaf padanya. Atau kau akan dipecat dari pekerjaan ini!"DEG.Tangan Roman mengepal. Ia sudah dilecehkan dan sekarang ingin dipecat. Yang benar saja? Dengan menahan marah, pria itu pun bangkit."Tapi... restu Kakek adalah segalanya bagiku," suara Roman bergetar, menahan emosi. "Aku ingin membangun keluarga dengan keyakinan bahwa aku tidak mengkhianati harapan Kakek. Silvia... dia mungkin belum sempurna di mata Kakek, tapi aku percaya, bersama aku, dia akan menjadi lebih baik." Rezenzo menghela napas panjang. Matanya menatap dalam ke arah cucunya, mencoba membaca ketulusan di balik sorot mata Roman. Rezenzo menunduk sejenak. Hening menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam tua yang terdengar samar. Perlahan, ia mengangkat pandangannya, menatap wajah cucunya yang penuh harap. "Aku... tidak buta terhadap perasaanmu, Roman," ucapnya pelan. "Dan aku tahu, jika kau sudah berbicara sejauh ini, itu berarti kau benar-benar serius." Ia mengalihkan pandangannya ke jendela, melihat hujan gerimis yang mulai turun. "Aku hanya takut kau akan terluka. Tapi mungkin... mungkin aku juga harus belajar percaya. Percaya bahwa kau bisa membuat keputusan yang benar." Roman hampir tak p
"Kalian akan menerima balasannya, aku tidak akan pernah bisa menerima semua ini!" Fred mengumpat. Roman beralih menatap wajah pesaingnya, "Oh ya? Kalau begitu aku tunggu!" dengan nada mencemooh. Fred kesal dan berusaha memukul, tapi di cegah oleh anak buah Roman. "Jangan sentuh Tuan kami, ayo cepat pergi!" salah seorang anak buah Roman mengusir paksa Fred keluar dari gedung perusahaannya sendiri. "Brengsek!" Fred berjalan dengan diseret oleh sekuriti dan anak buah Roman, sementara Shania hanya bisa mengikuti papanya dari belakang. Shania tidak banyak bertingkah, saat ini ia berusaha mencari aman supaya Roman tidak bertambah membencinya. "Pergi kalian jangan pernah menginjakan kaki di perusahaan ini lagi!" seorang pria yang bertugas mendampingi Roman berkata dengan angkuh terhadap Fred dan Shania. Dian kini merasa bahagia, akhirnya perusahaan yang di bangun oleh kedua orangtuanya kini kembali ke tangannya, Dian tersenyum dan berkata dalam hati. 'Ibu... aku telah membalas
"Daddy akan secepatnya mengabulkan permintaanmu Nak, tenang saja," Fred merangkul putrinya berusaha menenangkan Sania agar tidak menangis lagi. Dalam hati Sania berbicara, "Yes semoga kali ini Daddy benar-benar mengabulkannya," Lalu ia mengusap air mata kepura-puraannya, "Baiklah Dad's terima kasih, kalau begitu aku pergi dulu ya," pintanya. "Ya sayang..." Sejak pertama kedua ayah dan anak itu sedang berbicara, Dian diam-diam mengamati percakapan mereka ia tahu apa yang harus ia lakukan kali ini. "Nona kau sedang apa di sini?" tanya Antonio yang tiba-tiba saja muncul tanpa ia sadari. "Astaga Pak Anton, kamu membuatku kaget saja. Ada apa Pak?" Antonio gugup pada saat itu, lantaran jarak wajahnya dengan wajah perempuan di depannya terasa sangat dekat sekali. "A-aku..." "Baiklah kalau kau tidak mau bicara, aku pergi!" dengan cepat Dian pergi demi menghindari Antonio. "Nona Dian aku..." ucapan pria itu kembali terpotong, ia hanya berdiri di depan Dian. Dian menggelen
Langkah Silvia terhenti ketika mendengar suara lantang dari pria yang tidak lagi muda, dan tidak mengharapkan kedatangannya. "Kakek, aku datang..." "Diam Roman! Bawa pergi Wanita ini, aku tidak mau ditemui kau dengan dia!" Rezenzo memotong ucapan Roman. Mata Silvia terlihat berkaca-kaca, ia merasa sedih karena kehadirannya tidak di harapkan. Ia berniat kembali tapi dihentikan oleh Roman. "Tidak Silvia, kau jangan pergi!" larang pria itu. "Tapi aku tidak di harapkan di sini Rom, untuk apa aku berada di sini," lirihnya. "Ya bagus kau tahu diri," Rezenzo mengumpat. Akan tetapi Roman tetap memegang erat tangan perempuan yang ia cintai dan tidak membiarkannya pergi. "Roman aku," "Sstt sudahlah! Jangan bicara lagi, tetaplah di sini bersamaku," Meski dengan enggan Silvia menuruti permintaan kekasihnya, walaupun Rezenzo tidak menyukai keberadaan dirinya di sana. "Kalian pergi! Aku tidak ingin melihat kalian di sini!" usir pria yang tidak lagi muda itu. Namun, kali ini Sil
Sorot mata Silvia semakin tajam ketika melihat Fred dan Selena bertengkar di hadapannya, pasalnya ia meminta bertemu dengan Fred bukan ingin melihat pertengkaran mereka tapi ingin menuntut Fred mengakui di hadapan publik kalau sebenarnya mereka telah bercerai jauh sebelum ia mengenal cucu pengusaha terkenal kaya raya itu. "Hentikan!!!" Silvia berteriak demi menghentikan pertengkaran di antara mereka. "Kedatanganku kemari bukan untuk melihat perkelahian kalian, aku hanya minta kau klarifikasi di depan publik!" tukasnya geram. Namun, permohonan Silvia mendapatkan penolakan. Karena Fred bersikukuh masih ingin Silvia kembali seperti dulu. "Klarifikasi? Tidak akan ada Silvia! Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu!" Silvia mengepalkan tangannya ia merasa frustasi. "Kita tidak akan pernah bisa Fred, kau mengerti? Seandainya dulu kau tidak melakukan hal bodoh, mungkin aku masih mau bertahan denganmu tapi kau berkhianat dengan jalang ini!" "Aku bukan jalang, Kau yang tidak
"Tuan, saya mohon berikan saya kesempatan," Dian memohon tatkala ia dipecat oleh Rezenzo "Tuan..." Tok! Tok! Tok! Perempuan itu terus mengetuk pintu supaya si pemilik rumah itu mau membukakan pintu untuknya, namun usahanya itu nihil. Malah yang keluar menemuinya bukanlah Rezenzo tetapi dua orang ajudan yang bersiap mengusirnya secara paksa. "Tolong pergi Dian! Kau sudah diperingatkan sejak awal bukan? Tapi, kenapa kau malah melanggarnya?" salah seorang dari dua orang itu menatap Dian, ia merasa kasihan namun tidak mungkin menolong perempuan itu. "Saya tahu saya salah, tapi..." "Pergilah, kami mohon jangan persulit pekerjaan kami!" usir pria itu dengan suara baritonnya. Dian menunduk pasrah, ia pun segera pergi meninggalkan rumah itu, bahkan dia di larang untuk memberi tahu Roman soal pemecatan ini. Sementara ketika dia pergi, Roman masih dalam perjalanan pulang, Pemuda itu sangat bahagia sekali setelah sekian lama ia bertemu kembali kekasihnya. "Aku bersumpah... kali
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments