Home / Romansa / TERGODA CINTA DUDA DINGIN / 03. Kemunculan Lelaki Tampan

Share

03. Kemunculan Lelaki Tampan

last update Last Updated: 2024-10-08 00:34:21

“Jes—” Naura memberikan kode pada Jessi, sekretaris Wisnu yang duduk di meja kerjanya tidak jauh dari ruangan kantor bosnya.”Kamu pahamkan yang aku bilang tadi?”

Jessi mengangguk,”Paham,Bu. Kalian lagi bertengkar ya,Bu Naura?”

“Ssstt—” Naura menggeleng. “Cuma salah paham aja.” Melirik sekilas pintu kantor Wisnu yang saat ini terutup karena dia sedang ada meeting dengan client.

“Hati-hati loh,Bu.” Naura mengeryit. “Salah pahamnya jangan kelamaan—” Jessi berbisik pelan. “Yang mau ngerebut pak Wisnu banyak.”

Naura melotot,”Ihh, awas aja! Kamu lihat dong cincin ini—” Naura menunjukkan cincin lamaran Wisnu.”Kami on the way menikah.”

“Ohh—” Jessi manggut-manggut sembari membenarkan rambutnya. “Selamat deh,Bu.”

Naura mengibaskan rambutnya, melirik sekilas Siska yang nampak tidak senang dengan Jessi yang sudah sibuk sendiri dengan riasannya. Rencananya, dia akan menyelinap ke kantor Wisnu saat kekasihnya itu keluar. Mereka harus mencoba berbicara dari hati ke hati.

Klek!

Naura menoleh ketika mendengar suara gagang pintu,menarik Siska sembunyi bersamanya di balik dinding yang tertutup tanaman tidak jauh dari pintu.

Wisnu terlihat keluar bersama seorang pria paruh baya,sibuk mengobrol hingga tidak menyadari keberadaannya dan berhenti di depan lift memberikan kesempatan pada Naura untuk menyelinap masuk. Meninggalkan Siska,sahabat yang dia seret menemaninya untuk menunggu sebentar di luar. Dia terpaksa melakukan ini agar Wisnu mau berbicara dengannya.

Sesampainya di dalam, Naura memilih duduk di kursi Wisnu seperti yang biasa dia lakukan kalau sedang berkunjung, menunggu Wisnu dengan harap-harap cemas.

Klek.

Naura menahan napas, mendengar suara pintu yang terbuka hingga tanpa sadar dalam hati menghitung langkah kaki Wisnu hingga menyadari keberadaannya.

“Naura.” Wisnu nampak kaget. “Ngapain kamu di sini?”

“Memangnya mau apa lagi selain menemuimu yang sama sekali tidak mau mengangkat teleponku.”

Wisnu berdecak, melipat lengannya di dada,”Jadi, apa keputusanmu?” tanyanya to the point.

Naura berdiri, menghampiri Wisnu dan berdiri berhadapan,”Kasih aku waktu tiga bulan.”

“Tiga bulan?”

“Ya, setelah tiga bulan, aku akan memberikan keputusanku. Kamu harus memberiku kesempatan untuk mempersiapkan diriku sendiri dengan apa yang menjadi ketakutanku selama ini.”

Wisnu nampak berpikir sesaat,”Memangnya apa yang akan kamu lakukan?”

Naura menggigit ujung kukunya yang runcing,”Aku sudah ada rencana yang mungkin bisa membuatku berubah pikiran nanti meskipun aku nggak yakin juga tapi tidak ada salahnya di coba."

Wisnu berdecak, melewatinya begitu saja dan duduk di kursinya.

“Kamu nggak percaya sama aku?” Naura mulai gusar. “Nunggu tiga bulan lagi tidak akan jadi masalahkan?”

“Entahlah. Mama menyuruhku untuk segera menikah dan memberinya cucu. Aku tidak tahu dia bisa menunggu tiga bulan lagi atau tidak!”

Suara Naura mulai meninggi,”Memangnya selain aku, kamu akan menikah dengan siapa lagi?!”

Wisnu berdiri,”Seharusnya kamu tidak keras kepala seperti ini dari awal. Tugas seorang istri itu ya memberikan keturunan. Kalau kamu nggak mau direpotkan dengan hal-hal seperti ini seharusnya kamu hidup sendiri aja!”

Naura ternganga mendengar semua hal yang dikatakan Wisnu. Memangnya salah jika dia memiliki pemikiran untuk menunda memiliki anak sampai dia merasa siap lahir dan batin.

Wisnu berjalan melewati Naura yang bergeming di tempatnya.

“Wisnu—” Naura balik badan.”Kita masih belum selesai bicara!”

Wisnu berhenti dan menoleh,”Memangnya apa lagi? Ya kita lihat saja tiga bulan lagi. Apakah kita bisa menikah atau tidak?!”

Wisnu meninggalkannya begitu saja bergeming di tempatnya berdiri. Dia merasa kalau Wisnu tidak mau mempertahankan hubungan mereka hanya karena masalah ini. Tapi Naura mencintainya.

“Ah,sialan!” decak Naura,kesal sendiri.”Punya laki kok kebelet kawin dan beranak pinak gitu sih.”

Naura keluar dari ruangan Wisnu sambil memikirkan jalan keluar untuk masalahnya karena Wisnu tidak mau mengalah dengannya sedikit saja.

***

"This's crazy!!"

Naura mengedarkan pandangan, mencoba menganalisis medan perang yang akan dia takhlukan beberapa bulan ke depan. Khas seperti bangunan sekolah yang memiliki beberapa sarana bermain, lapangan luas, ruangan serba guna yang berbentuk seperti pendopo, kantin yang terjamin kebersihannya dan bangunan lain yang tidak tahu apa fungsinya. Ibu-ibu yang menunggu anak-anaknya, duduk bergerombol sambil berceloteh di sudut lain bangunan yang sepertinya dikhususkan untuk menunggu.

Tanpa sadar, Naura menghela napasnya. Sanggupkah dia melakukannya tanpa mengibarkan bendera putih tanda menyerah lebih dulu?

Bapak yang diikutinya tiba-tiba berhenti di depan salah satu pintu coklat membuat Naura hampir saja menubruknya dari belakang dan saat si Bapak berbalik, Naura langsung mundur selangkah.

"Langsung masuk aja Mbak." Bapak itu tersenyum ramah.

"Makasih Pak—"

"Pak Kasep," ujarnya seraya tersenyum.

Naura menganguk lalu Bapak itu meninggalkannya berdiri sendiri di depan pintu kayu yang tertutup rapat.

"Selamat pagi."

Naura mengetuknya seraya memberikan salam dan pintu itu terbuka menampilkan seorang wanita gemuk yang mencepol rambutnya ke atas.

"Pagi."

Ibu kepala sekolah bernama Dahlia itu memperhatikan penampilannya dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan heran. Mungkin penasaran berapa kira-kira kisaran harga yang harus dikeluarkan untuk bisa tampil cetar sepertinya.

"Apa kamu benar yang bernama Naura yang direkomendasikan langsung sama Ibu Keke Pramudhani untuk mengajar seni di sini?"

Ah ya itu nama Tantenya temen Arbella.

"Iya benar."

Wajah si Ibu gak ada senyum-senyumnya sama sekali, terlihat judes dan menyebalkan.

"Kamu enggak salah kostum?" tanyanya tanpa aba-aba.

"Hah?" Naura cengok.

"Kamu itu di sini mau ngajar paud bukannya jadi sekretaris direktur lelaki berperut kotak-kotak. Yang kamu hadapin itu anak-anak bukannya lelaki dewasa yang bisa kamu goda."

Naura mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Ya sudah kalau begitu karena ini hari perkenalan saja jadi kamu saya kasih toleransi. Ayo masuk dulu."

Belum juga sempat menjawab eh si Ibu gendut sudah kembali ke mejanya meninggalkan Naura yang cengok selama beberapa saat kemudian tersadar dan buru-buru masuk ke dalam.

"Bukannya yang terpenting pakaian saya masih sopan Bu?" Naura berdiri di depan mejanya. "Tidak mengumbar aurat ke mana-mana."

"Tapi kostum sama dandananmu itu terlalu berlebihan. Duduk!" perintahnya tegas.

Naura duduk sambil merengut dan selama belasan menit berikutnya dia habiskan dengan mendengarkan semua peraturan yang ada di sekolah dengan kepala mengangguk, malas banget berdebat.

"Ayo kita keliling sekolah."

Akhirnya ocehannya selesai juga. Dalam hati Naura mendesah lega karena jengah dengan semua omongan si Ibu.

"Iya Bu."

Naura mengikuti Ibu Dahlia keluar dari ruangan, membawanya berkeliling memperlihatkan ruangan-ruangan yang sering mereka gunakan dan mengenalkannya pada orang-orang yang bekerja di tempat ini.

Sampai di depan pintu yang tertutup dan terdengar suara anak-anak menyanyi di dalam, Bu Dahlia berhenti dan menoleh ke arahnya.

"Mereka lagi belajar."

Naura langsung bergidik sembari mengintip sedikit ke dalam. Ruangannya luas, berdinding kaca dan ada sekitar lima belas anak berseragam yang umurnya sekitar tiga atau empat tahun berdiri bergerombol di depan.

Naura memperhatikan kegiatan mereka yang muter-muter gak jelas bahkan ada yang ngesot-ngesot di lantai entah maksudnya apa. Hanya Tuhan dan anak itu sendiri yang tahu dan Naura gak mau capek-capek memikirkannya.

“Sepertinya cukup sampai di sini dulu.”

Naura mengalihkan pandangannya ke ibu Dahlia yang kembali melanjutkan langkahnya dan dia mengekori di belakang sampai kembali ke dalam ruangannya.

“Sekarang kita bahas tentang kontraknya.”

Selama satu jam Naura berada di dalam mendengarkan ocehan Ibu Kepala Sekolah dan menandangani surat kontrak yang hanya memakan waktu sepuluh menit itu. Naura membuka pintu dan ternganga kaget saat mendapati seseorang berdiri menjulang menghalangi jalannya.

Reflek Naura langsung banting pintu hingga tertutup kembali dengan kerasnya membuat Ibu Dahlia jelas kaget.

“Pintu saya bisa ambruk kalau kamu tutup begitu, Naura.” Ibu Dahlia menghampiri. “Ada apa sih?”

“Jangan di buka,Bu. Ada setan.”

Telat. Ibu Dahlia sudah membukanya dan Naura menutup wajahnya dengan tangan karena takut dengan apa yang dia lihat tadi.

“Ada apa sih?”

Naura mencoba mengintip, lalu bingung saat melihat tidak ada siapa-siapa di sana seperti yang dilihatnya tadi. Naura berpikir mungkin dia berhalusinasi akibat dari ciuman menyebalkan laki-laki itu tapi sepertinya dia juga tidak salah lihat.

“Angin Bu.” Naura cegengesan membuat Ibu Kepala Sekolah mendelik. “Saya pulang dulu ya Bu.”

Tanpa menunggu jawaban, Naura langsung ngacir pergi ke tempat parkir di mana mobilnya berada dan masuk ke dalamnya.

Saat akan menyalakannya seseorang membuka pintu samping dan masuk begitu saja membuat Naura reflek menjerit.

“AAAKHH!” Naura terlonjak ke pojokan, kaget.

Laki-laki itu melipat lengan di dada dan tersenyum smirk,”Akhirnya, ketemu juga dengan orang yang tidak bertanggungjawab itu."

Naura menggerang, tidak lagi bisa berkutik tapi saat melihat ke spion, ada taksi yang sedang menurunkan penumpang tepat di belakang mobilnya, ide gilanya muncul.

“Sori, kita nggak ada urusan!”

Setelah mengatakannya, Naura melesat keluar membawa tasnya dan secepat kilat masuk ke dalam taksi mengabaikan teriakan seseorang.

“Terbang Pak, cepat!”

Bodo amat sama mobilnya yang dia tinggalkan begitu saja. Pokoknya dia harus melarikan diri dulu dari laki-laki yang membuat jantungnya rasanya mau copot.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   70. Bahagia Selamanya

    “Gak nyangka kalau Papa bisa melihat Naura seperti ini.” Arjuna yang sedang memeluk Alvaro yang namplok di dadanya menoleh ke samping, dimana Papa mertuanya Restu duduk, memandangi anak bungsunya yang saat ini sedang duduk di atas hamparan karpet di area kebun belakang rumah bersama para keponakannya. Minggu ini jadwalnya cucu-cucu keluarga Widjaja berkumpul untuk memeriahkan rumah yang biasanya hanya diisi oleh Papa Restu dan istrinya. Di sisi lain, kakak iparnya dan Mama mertuanya sedang memanggang daging juga ayam dan membiarkan Naura yang menjaga semua keponakannya. Arjuna yang duduk di kursi seraya meluruskan kakinya membiarkan Alvaro menarik-narik bajunya dengan mata yang mulai sipit kerena mengantuk sementara saudaranya masih asik bermain. Didekapnya erat pungung anaknya dan mengelusnya supaya anaknya itu bisa tidur. “Kalau bukan karena kamu, Papa speechless bisa melihat hal seperti ini mengingat begitu kerasnya Naura menghindari yang namanya anak-anak sampai dia be

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   69. Rencana Holiday

    Satu tahun kemudian,Rumah, menjadi tempat yang paling Arjuna rindukan saat berada jauh dari sana. Jadi, setelah semua urusannya di Vancouver beres, dia menolak ajakan kawan-kawannya bertahan sehari untuk mengelilingi kota sebelum kembali ke Indonesia. Dia hanya ingin cepat-cepat pulang dan berkumpul bersama keluarganya.Berada dua minggu di sana membuatnya tidak tenang, meskipun setiap ada kesempatan, Arjuna selalu melakukan panggilan video call untuk menyalurkan rindu pada keluarganya tercinta.Arjuna memandangi layar ponsel, di mana ada senyuman Naura juga si kembar di sana. Seketika perasaan rindu itu seperti tidak bisa dibendung lagi, berharap kalau saat dia sampai nanti, mereka semua masih terjaga untuk menyambutnya.Arjuna mencoba untuk melakukan panggilan ke istrinya tapi suara deringnya hanya berlalu begitu saja.“Apa dia sudah tidur?” gumamnya.Dilihatnya jam tangannya dan menghela napas panjang seraya menyandarkan punggung di kursi mobil taksi yang dinaikinya. Pantas s

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   68. Akhir Kisah

    Setelah mengalami proses hukum dan sidang yang panjang, Wisnu dijatuhi hukuman karena bersalah telah melakukan tindakan kriminal dan dijatuhi hukuman selama lima belas tahun penjara. Suaminya nampak belum puas tapi setidaknya dia sudah mendapatkan keadilan seperti yang dia inginkan.Minggu sore ini, mereka hanya berdua di rumah, duduk di sofa panjang menoton film Filipina romantis. Naura memeluk popcorn jagung di tangannya sementara Arjuna memeluknya dari belakang, melingkupi perutnya yang besar.“Fransisca sedang menjalani rehabilitasi akibat kecanduannya akan obat-obatan.”Naura menoleh, “Aku gak nyangka dia wanita yang seperti itu.”“Selama aku mengenalnya dulu, dia tidak pernah menunjukkan gejala pecandu obat jadi aku pikir, kalau dia baru-baru saja memakainya.” Naura mengangguk, sibuk memandangi wajah tampan James Reid di film This Time yang sudah dia tonton ratusan kali. “Aku harap dia dapat ganjarannya karena berniat menabrakmu hari itu.”“Dia mabuk.” Naura menoleh. “Dia s

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   67. Rasa Syukur Tak Terbendung

    Hal pertama yang dirasakannya saat dia sadar hanyalah kepalanya yang terasa sakit. Naura mengerjapkan mata, menatap langit-langit yang putih bersih, aroma rumah sakit kembali tercium. Merasa heran kenapa dia yang hanya pingsan malah kembali berakhir tergeletak di sini. Kalau dipikir-pikir, akhir-akhir ini dia sering sekali terbangun di rumah sakit. “Ini sebenarnya kenapa?” Samar-samar Naura mendengar suara suaminya di tempat yang agak jauh. “Aku yang dioperasi kenapa malah Naura yang gak sadar-sadar?” “Kami juga tidak tahu Pak Arjuna. Bu Naura tidak mengalami luka serius, kondisinya stabil dan kami hanya memberikan dia obat tidur dosis kecil untuk mengistirahatkan tubuhnya selama bapak di operasi.” “Tapi sudah tiga hari dia belum sadar? Apa dia koma?” “Tidak. Sepertinya ada sesuatu yang membuatnya belum bangun. Kami akan segera memeriksanya lagi.” “Sebaiknya begitu karena aku tidak mau dia kenapa-napa—“ Nada suara suaminya tegas. “Juga anak-anakku di sana.” N

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   66. Mengadopsi ?

    Makan malam keluarga kali ini lengkap dan ramai. Diadakan di salah satu restoran milik keluarganya di area outdoor dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi. Naura duduk memperhatikan keponakan-keponakannya yang bermain disekitarnya sambil mengaduk-aduk nasi di piring untuk mereka. Masih aja lebih suka minta disuapin terutama si kembar dan juga Keylan. “Tan-tan, kata Mama, kita mau jalan-jalan ke Disneyland nanti.” “Oh ya—“ Naura menyuapi para bocil yang dulu sering dia sebut troublemakers. “Asyik dong. Tante gak diajak?” “Tante kan sudah besar jadi gak boleh main ke tempat mainan anak kecil.” Naura pura-pura merengut, “Ih kalau gitu nanti Tante nangis aja deh.” “IHH JANGANNN—“ teriak si kembar bersamaan. “Nanti minta diajak sama Mama aja ya.” Lalu mereka berlari mendekati Arabella dan menariknya untuk mendekatinya dengan wajah mengeryit. “Apaan sih ini?” “Tan-Tan mau ikut kita ke Disneyland Ma,” ucap Kesha. “Ajak Tan-Tan ya biar dia gak nangis terus,” tambah Kaisar. N

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   65. Keinginan Seorang Istri

    Mungkin ini karma yang harus dia tanggung karena di awal-awal dulu, dia tidak mensyukuri berkah yang Tuhan berikan untuknya berupa kedatangan bayi kembar di dalam rahimnya. Terkesan tidak menginginkan meskipun pada akhirnya pelan-pelan, dia malah menikmati momen-momennya sebagai seorang calon Ibu.Tapi sekarang dia seperti merasakan kosong. Seminggu sejak keluar dari rumah sakit, Naura terus memegangi perutnya berharap kalau mereka masih ada di sana, bertumbuh dan menunggu momen untuk lahir ke dunia.Naura berusaha keras mencoba untuk mengikhlaskan tapi yang tertinggal hanyalah sebuah penyesalan yang tidak tahu kapan akan bisa dia lepaskan.Orang-orang disekelilingnya terutama keluarganya tidak lagi menyinggung tentang kehamilannya yang dulu, begitu juga dengan suaminya. Ada perbedaan yang begitu nyata dia rasakan, bahkan sikap suaminya yang terlihat begitu hati-hati saat berbicara dengannya.Satu hal yang tidak tertahankan harus dia lihat setiap hari hanyalah, tatapan suaminya ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status