Share

TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN
TERJEBAK DALAM DRAMA PENDEKAR AWAN
Penulis: Re_

bab. 1 : Gagal Menikah

WHUZZZ!

Sekelebat bayangan tiba-tiba muncul. Tangannya menggengam sebilah tombak bermata besi dengan ornamen tengkorak.

Awan menarik tubuh She Xian dan menyembunyikan di balik tubuhnya.

"Siapa kau? Apa tujuanmu ke sini?" hardiknya.

"Membunuhmu." Tombak itu menghujam. Belum sempat menangkis serangan, Awan berbalik saat merasakan tusukan di pinggangnya.

"Maafkan aku ...," lirih She Xian gemetar.

"Dasar bodoh. Saatnya kau ke Neraka!" Tombak melesat menyerang Awan yang terpana.

BLEEPP!!

"Maaa!" Arumi histeris melihat layar TV yang tiba-tiba gelap.

"Apa?"

"Ini lagi seru-serunya. Pendekar Awan mau terbunuh. Cepat nyalakan tvnya," rengekny lagi.

"Bukannya kamu mau pergi ke Butik?"

"Masih ada waktu, Ma. Please ...."

"Kebanyakan drama kamu. Cepat. ini sudah mau jam empat."

"Kasihan pendekar Awan, dihianati kekasih, hampir terbunuh lagi,"gerutunya pelan.

"Ooh ... mau ada pembunuhan juga di sini!" delik Mama menggesekkan remot TV ke lehernya. Arumi meringis lalu beringsut menuju kamar mandi.

Tepat pukul setengah lima sore, Arumi sampai di depan Asoka Butiqe. Seorang gadis berambut pendek menyambutnya sambil tersenyum. Dia memperkenalkan diri sebagai Sinta.

"Silahkan duduk, Kak. Kami akan menyiapkan pakaiannya."

Sambil menunggu, Arumi mengambil ponsel dan mencari kontak Ryan.

Ryan adalah tunangan Arumi, mereka berteman sejak duduk di bangku SMA. Sifat Ryan yang playboy membuat Arumi sama sekali tidak meliriknya saat itu. Namun tiba-tiba saja Ryan berubah.

Ketika Arumi mengalami cedera yang mengakibatkan karier atletnya terhenti, dia bak hero yang selalu ada untuk Arumi. Perhatiannya yang tulus perlahan membuat hati Arumi luluh.

"Silahkan dicoba gaunnya, Kak." Suara Sinta menyadarkan lamunannya.

"Nanti, Riri yang akan membantu." Gadis lain datang membawa gaun pilihan Arumi.

"Cantik sekali," bisiknya terpana setelah Arumi berganti pakaian. Tubuh langsing Arumi tentu padan memakai baju apa saja, leher jenjangnya semakin menonjol dengan kerah sabrina gaun yang dikenakannya.

Riri membantu merapikan rambut Arumi, menyusunnya membentuk sanggulan sederhana.

"Sayang sekali pengantin pria belum datang. Pasti dia akan terpesona melihat penampilan Kak Arumi saat ini. " celetuknya riang.

"Benar juga, kemana Ryan?" Arumi meraih ponsel di meja lalu menelponnya.

"Halo."

"Ryan, kamu di mana? Aku sudah di butik. Bukannya kita fitting baju pengantin hari ini?"

"Haloo ... Ryan?"

"Arumi ...."

"Kenapa?"

"Pernikahan ini batal. Maaf." Telpon dimatikan.

Arumi tercengang, bisa-bisanya Ryan bercanda di saat seperti ini. Dia kembali menelpon, namun ponsel Ryan tidak aktif.

"Pernikahan batal? Haha, Siapa yang mengemis mengajak menikah 6 bulan lalu. Ryan sialan."

Sinta dan Riri saling pandang mendengar umpatan Arumi. Lebih terkejut lagi saat tiba-tiba Arumi meninggalkan ruang itu tanpa bicara sepatah kata pun.

"Gawat. Dia membawa gaun itu," keluh Riri membayangkan jumlah potongan gaji yang harus diterimanya

"Tenang saja. Mereka kaya. Jangankan membeli gaun-gaun ini, membeli Kau pun sanggup," tukas Sinta cuek sambari membersihkan meja.

**

Kalap. Arumi melarikan mobilnya. Sudah beberapa tempat dia datangi untuk mencari keberadaan Ryan, namun batang hidung si brengsek itu belum ditemukan. Entah kemana dia bersembunyi.

Sebuah tempat terlintas dikepalanya, Arumi memutar haluan menuju rumah pernikahan mereka. Benar saja, dari jauh mobil Ryan sudah tampak terparkir di halaman.

Tunggu saja, Ryan. Aku akan memukulmu sampai kau berteriak minta ampun.

Pemandangan yang terhampar saat dia membuka pintu sontak membuatnya terbelalak, bagaimana tidak, di sofa yang mereka pilih bersama, terlihat jelas Ryan tengah menempelkan daun telinganya pada perut seorang wanita.

Sambil mengelus perut yang mulai membuncit, Ryan tersenyum sambil menggumamkan sesuatu. Seketika dada Arumi terasa di remas dan tertusuk berbarengan.

"Ryan .... "

Pria itu terkesiap, ditatapnya Arumi yang berdiri di depan pintu, langkahnya yang terhuyung dengan gaun pengantin itu tampak rapuh.

Rambutnya yang tersanggul tampak berantakan, beberapa rambut bahkan sudah tergerai dan menutupi pipinya.

Gaun yg dikenakannya terlihat sangat kotor, sudah terbayangkan Arumi menyeretnya kemana-mana.

"Siapa wanita itu?" tanyanya parau, "Kau menghamilinya?" lirihnya menatap mata pria yang telah membersamainya 3 tahun ini. Namun dia kecewa saat mata itu berpaling dengan bibir terkatup , memaksa Arumi mengalihkan pandangan pada wanita yang tertunduk di sebelahnya

"Apa kau tahu kalau kami akan menikah? Ka-"

"Aru. Tolong mengerti."

Deg. Sebuah batu seakan menghantamnya dengan keras

"Baik. Tolong jelaskan apa yang harus aku mengerti saat melihat kau menempelkan telingamu pada perut buncit seorang wanita."

Dia menatap tajam perempuan dengan daster merah bermotif kembang sepatu di atas lutut. Mengapa mudah baginya berbalut kain tipis di depan Ryan. Apa mereka tinggal bersama?

"Kau siapa? saudaranya? temannya? pacar gelapnya? Apa Kalian kumpul ke-"

"Stop! Jangan menyalahkan Aira!" Potong Ryan membuat Arumi ternganga, belum pernah Ryan membentaknya seperti ini. Ryan yang dikenalnya tidak pernah berkata keras apa lagi sampai membentak.

"Dia kekasihku." Ryan merangkul wanita yang mulai menangis, "Jangan sakiti dia. Dia mengandung anakku. Pergilah."

Deg. Batu besar itu kembali menghantamnya dengan kuat. Hingga membuatnya sesak dan sulit bernafas. Tubuhnya hampir limbung, namun dia tidak ingin kalah, mati-matian dia berusaha menahan diri dengan bersandar pada dinding.

"Aku menolak. Ini rumahku!" ujarnya menggeleng dengan kaki gemetar.

"Kau." Tunjuk Ryan dengan wajah merah. "Keluar dari sini!"

"Tidak." Tolak Arumi keras saat Ryan menyeret tubuhnya, pria berkacamata itu berdecak geram.

"Aku sebenarnya tidak ingin menyakitimu, tapi kau keras kepala." Ryan mendorongnya keluar lalu menutup pintu.

"Ryan! Ryan!!" Arumi mendobrak rumah mewah itu, namun tentu saja usahanya sia-sia.

"Bulan madu nanti, kamu mau ke mana, Sayang? Ayo kita pergi ke tempat yang kamu inginkan?" Sepasang mata teduh itu menatapnya lembut, sesekali jemarinya bergerak menyelipkan rambut Arumi yang tergerai ke balik telinga sambil menggodanya.

Gadis tertawa sambil menjauhkan diri karena garukan di belakang kupingnya. Dia merasa panas, geli sekaligus malu. Namun tangan kekar itu secepat kilat merengkuhnya. Mengungkungnya dengan erat.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Selamanya."

TIN.TIINN!!

Arumi tersentak. Suara klakson motor yang melintas membuatnya tersadar, dia tak tahu bagaimana dia berkendara karena saat ini dia sudah berada di jembatan Kapuas.

JELEGERR!!!

Langit tampak bergetar membiaskan warna kemerahan. Sayup terdengar suara adzan maghrib.

Air matanya terus mengalir, lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali dia menghapusnya, menekan kuat kelopak matanya agar berhenti membuat genangan air yang sudah tak bisa dibendung lagi.

Dia benci harus menangis meratapi laki-laki yang bahkan sudah meninggalkannya. Benci harus terlihat lemah. Benci karena telah dipermalukan.

Wajah itu kian muram, matanya kuyu dan meredup. Terseok dia melangkah menuju dinding jembatan. Entah apa yang merasukinya hingga memanjat pagar dan berdiri di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status