Share

bab 2. : Terjebak Dalam Drama Cina

Suara iqamat kembali terdengar sayup dari Masjid tak jauh dari jembatan tempatnya berdiri. Arumi tersadar dan kaget melihat dirinya berdiri di tepian pagar. Gelagapan mencari pijakan kokoh dan berpegangan.

"Hei .... "

Arumi mendongak, seorang pria berdiri menatap dari balik pagar tempatnya berpijak. Cahaya temaram membuat wajahnya tak terlihat jelas, tapi terasa familiar.

"Kai?" tanyanya ragu. Kenapa dia bisa ada di sini?

"Kau mengenalku? Bagus sekali. Ambillah." Dia melemparkan sesuatu, secara refleks Arumi menangkapnya, ternyata sebuah pedang yang sangat berat.

"Heii!"

Arumi limbung, tubuhnya meluncur jatuh ke sungai.

Sebelum tubuhnya menyentuh air, sepasang tangan merengkuh dan membawanya jatuh lebih dalam.

***

Arumi mengerjap, Sinar matahari yang masuk melalui jendela cukup mengganggu matanya yang terpejam.

Dia membuka mata lebar-lebar. Aneh. Ruangan ini terlihat sangat asing. Perlahan dia menggerakkan lehernya ke samping dan memindai ruangan berdinding kayu itu.

Aroma kayu dan rempah tercium samar, terdapat rak obat yang seperti sudah lama tidak digunakan, lemari kayu tua dan meja yang dipenuhi tumpukan kertas panjang.

AAH!

Tubuhnya terasa kaku, mencoba menggerakkan jemari tangan dan kakinya, semua terasa normal. Ternyata kaku yang dia rasakan bukan karena sakit di anggota tubuhnya, melainkan dari ranjang kayu tempatnya berbaring, sangat keras dan tidak nyaman.

Berbeda dengan kasur di kamarnya yang empuk dan hangat. Seingatnya dia terjatuh , tapi anehnya tubuhnya sama sekali tidak terasa sakit.

"Kau sudah sadar?"

Seraut wajah muncul, rambutnya di cepol dua dengan poni tipis, matanya berpendar penuh semangat.

Badannya mungil, memakai atasan lengan pendek berwarna merah muda dan rok pendek berwarna hijau. Tampak pula celana berwarna senada menutupi lututnya.

"Kau sudah berbaring selama 3 hari. Aku kira kau tidak selamat," ujarnya sembari memperbaiki poni yang sebenarnya baik-baik saja.

"Li-lien Hua?"

"Ya! Kau mengenalku?" Wajah imut itu mendekat sambil memamerkan senyum.

Arumi kebingungan. Kok, dia bisa bersama Lien Hua?

"Bagaimana keadaannya?" Sesosok tua tergopoh-gopoh mendekat. Arumi semakin ketakutan.

Gadis dan pria tua yang biasa hanya bisa dia lihat di layar TV tengah memandanginga saat ini. Dia bergegas bangkit dan bersembunyi di pojok ranjang.

"Sudah ku bilang. Jangan di ganggu." Pria tua itu menoyor kepala Lien Hua.

"Aku tidak mengganggunya. Dia ketakutan melihat Yeye," sergah Lien Hua tak terima, toh gadis itu baik-baik saja saat melihatnya, dia tampak sangat terkejut saat melihat kemunculannya Yeye.

"Tenang, Kau aman di sini, Nona. Duduklah dengan nyaman. Kami tidak akan menyakitimu." ujarnya sambil tersenyum lembut, sehingga membuat Arumi tanpa sadar segera berdiri dan kembali duduk di ranjangnya.

Sebagai penonton setia drama Pendekar Awan, tentu dia sangat kenal dengan Yeye. Pria tua ahli ramuan dan pengobatan di kota Wangliang. Dia dikenal sangat baik dan suka menolong sesama.

Dia tinggal di Balai pengobatan dengan seorang asisten dan Lien Hua, gadis kecil yang sudah dianggapnya sebagai cucu sendiri.

Tidak ada keraguan tentang kemurnian hati pria tua itu, yang membuatnya takut adalah kenyataan bahwa dia bersama mereka di sini.

"I-ini di mana?"

"Tentu saja di Wangliang, " jawab Lien Hua sambil menatapnya heran.

Apa? Bukannya Wangliang adalah setting drama pendekar Awan? Arumi membelalakkan mata.

Lien Hua dan Yeye juga merupakan tokoh di drama itu. Kenapa aku bisa ada di sini?

Kepalanya mulai pening memikirkan apa yang tengah terjadi. Dimulai dari kegagalannya menonton drama Pendekar Awan, kejadian di Butik, perselingkuhan Ryan, hingga terceburnya dia ke sungai.

"Lien Hua, coba kau pukul aku." Pintanya pada Lien Huan sambil berbisik, dia harus memastikan bahwa dia hanya bermimpi.

"Baik." Dengan senang hati Lien Hua memukul kepalanya.

"Aww."

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Yeye khawatir. "Hei, bocah nakal, apa yang kau lakukan?!"

"Dia yang menyuruhku."

Arumi memegang kepalanya yang sakit. Ini nyata, dia tidak bermimpi. Masih dalam keadaan bingung dia mencubit pipi dan tangannya, lalu menoleh Yeye dan Lien Hua yang masih beradu mulut.

Semua benar-benar nyata. Tidak ada layar pipih yang membatasi mereka, atau remote TV yang tak pernah lepas dari genggamannya saat menikmati alur demi alur drama Pendekar Awan.

Rambut putih panjang milik Yeye yang bisa dia sentuh, terasa halus dan tipis. Jubah putih yang dikenakannya terbuat dari kain dengan serat yang rapat dan bertekstur seperti rami.

Aroma cengkeh yang kuat juga menguar dari tubuh Yeye. Seakan menegaskan bahwa pria itu baru saja meracik beberapa ramuan obat.

"Aduuh. Ada apa ini ribut-ribut?" Seorang pria paruh baya muncul dengan wajah tegang. Dia mengenakan pakaian berwarna coklat tanah.

"Suara kalian bahkan terdengar sampai ke dapur," ujarnya sambil menelisik wajah Yeye yang tampak merah padam. "Lien Hua, kau mengacau lagi?" tuduhnya.

"Tidak paman Li. Sungguh."

"Beraninya kau mengelak. Sini, Kamu harus di hukum." Yeye serta merta menarik telinga Lien Hua meninggalkan ruangan itu.

Paman Li menggelengkan kepalanya, dua manusia itu memang tidak pernah akur. Yeye yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu dan Lien Hua yang selalu membuat onar.

"Hah." Pria itu menghela nafas panjang. "Sudah lama tidak pernah kurasakan hari-hari yang damai. Apa karena aku semakin tua," gumamnya sambil mengeluh.

"Astaga!" teriaknya kaget mendapati Arumi yang berdiri tepat di depan sambil menarik jubahnya.

"Kau mengejutkanku. Kenapa kau menarik pakaianku, Nona. Apa kau membutuhkan sesuatu?"

Gelengan kepala Arumi membuatnya bernafas lega. Hampir saja jantungnya luruh melihat wajah Arumi yang tiba-tiba muncul di depannya.

"Beristirahat,lah Nona, akan kupastikan bocah nakal itu dihukum dengan benar." Paman Li mengangguk lalu ikut mengejar Yeye.

Sepeninggal mereka, Arumi kembali bengong, bagaimana bisa dia berada di situ.

Kenapa dia masuk dalam drama Pangeran Awan.

Kenapa???

***

Lien Hua menghampiri ranjang sambil berjingkat, bibir dan hidungnya berkerut menahan sakit, bukannya kasihan, Arumi malah ingin tertawa melihat tingkahnya.

Saat menonton drama pun dia sering terpingkal-pingkal melihat kelakuan gadis itu, ada-ada saja kelakuannya yang membuat Yeye naik darah.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya iba melihat jalannya yang terbungkuk.

"Bukan masalah. Ini hanya hal kecil." Dia hendak meletakkan bokongnya di ranjang, namun dahinya mengernyit saat merasakan nyeri ketika menyentuh kasur. Alhasil dia kembali mengangkat bokongnya dan bersandar pada dinding.

"Tua renta itu keterlaluan, dia bahkan tidak mau mendengarkan penjelasanku, " keluhnya memasang wajah cemberut.

"Memang aku yang menemukanmu di kolam belakang, tapi bukan aku yang menindasmu. Dia malah tidak percaya."

"Jadi benar kalau aku terjatuh di air, tapi bukankah seharusnya aku jatuh di sungai Kapuas, kenapa aku malah berada di sini," batin Arumi merasa bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status