Share

Gadis Cantik

Author: Ai Ueo
last update Last Updated: 2025-02-08 18:01:09

Di pikiranku saat ini sedang berputar-putar. Siapa sebenarnya yang ingin bertemu denganku? Seingatku selama ini aku tidak melakukan kesalahan, baik di rumah maupun di tempat kerja.

"Siapa sih yang mau bertemu dengan saya? Jangan main rahasia-rahasiaan deh, Pak," ucapku pada pak Yogi, kesal juga karena dari tadi beliau hanya diam.

"Nanti juga tau sendiri." Sudah, memang sudah itu saja jawaban pak Yogi.

Sebab sangat kesal, aku akhirnya memalingkan wajah ke kiri untuk melihat suasana sore di sepanjang perjalanan. Dulu pernah setiap hari lewat sini waktu aku tinggal bersama bu Najwa selama beberapa bulan, mendampingi beliau yang susah tidur setiap malam. Perjuangan berat kami lalui berdua, hingga bu Najwa memberi hadiah dengan merenovasi rumah Mama di kampung. Sebaik itu memang bu Najwa padaku.

"Turun! Jangan ngelamun terus," ucapan pak Yogi membawaku kembali ke alam sadar.

Mengenang masa lalu membuatku tidak sadar kalau kami sudah sampai di pekarangan rumah pak Yogi. Aku segera turun untuk mengikuti langkah lebar beliau.

Rumah ini masih sama, tidak banyak perubahan selain cat yang baru. Masuk ke ruang tamu, rumah tampak sepi, tidak ada tanda-tanda kalau ada orang lain selain kami.

"Duduk dulu, saya mau mandi, atau kamu mau ikut?"

Mulutnya, Pak, lemes banget. Jadi pengen nampol.

"Enggak, Pak, saya tunggu di sini aja."

Pak Yogi berlalu begitu saja, sedangkan aku duduk manis di sudut kursi. Terdiam sendiri tanpa tahu apa yang harus dikerjakan, celingak-celinguk ke sana ke mari tapi tetap saja tidak menemukan siapapun. Sekian lama menunggu tapi tetap saja tidak ada yang menemuiku, apa pak Yogi mengerjaiku?

"Ini minumnya." Pak Yogi meletakkan segelas jus yang aku yakini sebagai jeruk karena warnanya oranye.

"Makasih, Pak." Aku meneguk minuman dingin yang mampu meredam sedikit kejengkelan di hati. "Sebenarnya beneran ada atau nggak sih, orang yang mau ketemu saya?"

"Ada. Kamu pikir ngapain saya bawa kamu ke sini kalau nggak ada yang mau ketemu? Meski saya duda, tapi saya nggak murahan. Kalau mau bawa kamu pulang, pasti saya halalin dulu," ujarnya ketus. Aku hanya bertanya sedikit, tapi jawabannya sepanjang itu. Semoga nanti istrinya betah punya suami yang cerewet model begini.

"Kamu meledek saya?" tanyanya.

"Hah, kapan, Pak?"

"Itu, di dalam hati. Jangan terlalu sering jengkel sama saya, nanti kamu jatuh cinta."

Ih,pede banget nih pak duda. Semoga saja aku kuat iman untuk tidak jatuh cinta sama orang ini. Jujur kalau naksir dulu pernah, tapi sekarang sepertinya sudah enggak karena takut kalau jatuh cinta beneran entar malah diomelin setiap hari. Lagian mana mau pak Yogi sama cewek kayak aku?

"Jangan banyak bengong, kesambet baru tau rasa kamu."

Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan pak Yogi. Bingung mau bicara apa, nanti malah ujung-ujungnya diomelin lagi.

Beberapa saat pak Yogi sibuk dengan gawainya, sementara aku hanya diam karena gawaiku kehabisan baterai, jadi nggak bisa ikut sok sibuk. Mau ngitung cicak tapi nggak ada, bersihin debu di meja tapi sudah kinclong. Jadi aku cuma mandangin sepatu yang membalut kakiku, aneh, tapi memang sebingung itu mau ngapain.

Terdengar suara mobil dari depan, sesaat ada yang membuka gerbang lalu mobil masuk ke pekarangan rumah. Aku tidak tahu itu siapa, karena jendela tertutupi oleh gorden.

Suara riuh anak-anak mendominasi, seperti ada dua atau tiga anak. Langkah kaki berlari terdengar mendekat, hingga akhirnya wajah yang sudah lama aku rindukan mundul dari depan pintu yang terbuka.

"Mbak Linda...." suara gadis cantik memenuhi telingaku. Ia berlari dan memelukku erat setelah aku merentangkan tangan.

"Tasya apa kabar?" Aku membelai ramout panjang nan hitam milik gadis cantik ini.

"Baik, baik banget. Aku kangen sama mbak Linda, kangen yang banyak-banyak," ujarnya.

"Mbak Linda juga, kangen banget." Kucu bit pipi gembulnya dengan pelan. "Kamu kok tambah tembem?"

"Sekarang aku udah nggak mau jadi model, mbak, jadi nggak perlu diet lagi," jelas anak berumur tujuh tahun itu.

Tasya memang unik, sedari masih sekolah paud dia sudah bercita-cita menjadi model. Entah tahu dari mana, tapi sedari kecil dia memang pandai bergaya.

"Emang sekarang mau jadi apa?" tanyaku.

"Assalamualaikum," ucap seseorang dari luar yang menginterupsi obrolan kami.

"Waalaikumsalam. Bu Najwa, pak Dafa. Ya Allah, mimpi apa aku semalam, sekarang bisa ketemu Bu Najwa sama Tasya." Aku senang, sangat senang karena bisa bertemu dengan bidadari ini lagi.

Aku berdiri setelah melepas pelukan dari Tasya, menyalami bu Najwa lalu beliau membawaku dalam pelukan.

"Jangan panggil bu, dong. Aku sekarang kan bukan bos kamu, panggil mbak aja, biar keliatan lebih muda," ucap beliau, meski begitu lidahku tetap kelu untuk memanggilnya mbak.

"Bu Najwa, eh mbak Najwa apa kabar? Lama banget nggak ketemu," tanyaku.

"Alhamdulillah baik semua, sekarang fokus jadi ibu rumah tangga. Nggak pernah ke mana-mana kalau nggak bawa pasukan lengkap," ucap beliau seraya tertawa, derai tawa yang menular padaku.

"Mbak abis tambah anak, kok malah tambah cantik sih?"

Mbak Najwa yang sekarang memang tubuhnya lebih berisi, tapi tidak gemuk. Tambah cantik dan semakin terpancar aura keibuannya.

"Ngeledek ya kamu. Ini aja baju yang dulu udah nggak ada yang muat. Sekarang ngasih asi eksklusif, jadi ya makan juga harus banyak," jelasnya.

"Itu Davin?" tunjukku pada bocah tampan yang baru mulai berjalan. Sangat tampan dan menggemaskan.

"Iya. Baru belajar jalan, dia. Dikit-dikit jatuh, jadi harus di pantau terus."

Memang kini anak itu tengah di jaga oleh pengasuhnya, sementara pak Yogi dan pak Dafa tidak nampak di sekitar kamu. Aku juga tidak tahu sejak kapan pak Yogi pergi dari sini.

Aku mendekati Davin, berjongkok untuk menyeimbanginya. Davin berlari ke arahku lalu memelukku erat. Aku yang terkejut, hampir saja terjatuh, beruntung aku masih bisa menjaga keseimbangan.

"Tumben banget loh dia, biasanya dideketin orang yang belum pernah ketemu dia nggak mau," jelas bu Najwa.

"Masak sih, mbak? Ini kok dia yang deketin aku."

"Mungkin aura ibu udah tercium, tanda-tanda udah waktunya nikah. Sama yang dulu itu nggak mau nikah?"

"Enggak, mbak. Habis uangku diporotin sama dia," jelasku.

Waktu aku putus sama pacarku yang kedua, bu Najwa sudah pindah ikut pak Dafa. Yang bu Najwa tahu waktu aku putus sama Lian dulu.

"Masak sih? Kayaknya pendiem banget tuh anak, beda sama Lian. Kayak polos gitu mukanya."

"Polos tapi mata duitan, bersyukur segera disadarin sama Tuhan. Kalau enggak, mungkin sampek sekarang udah jadi gelandangan aku."

Mbak Najwa tertawa mendengar ucapanku.

"Mau aku cariin? Banyak temennya mas Dafa yang masih single," tawar bu Najwa.

"Kalau aku sih mau aja, tapi kalau nanti ada nggak cocoknya malah nggak enak sama pak Dafa," ucapku.

Kalau aku sudah pasti cocok, jelas teman pak Dafa itu pasti baik. Tapi kalau mereka yang nggak cocok sama aku?

"Coba aja dulu, kalau emang nggak cocok ya berarti nggak jodoh. Nanti aku ngomong sama mas Dafa," ujar bu Najwa dan aku hanya mengangguk.

"Nggak usah sok jodoh-jodohin anak orang. Dia udah gede, biar cari sendiri." Itu suara pak Yogi. Hanya lewat dan mengatakan hal itu tanpa menoleh.

"Sensi banget bos kamu itu," ucap bu Najwa dan aku mengangguk setuju. "Katanya dia lagi jatuh cinta, kamu tau siapa perempuan yang lagi dia sukai?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Trauma

    "Harusnya kamu lebih bisa mengontrol emosi, ini kehamilan pertama Linda. Bagaimana kalau Linda menjadi stres karena kamu marah-marah."Sayup-sayup aku mendengar suara mama mertua. Meski lirih, aku masih bisa mendengar suara mama.Aku membuka mata dengan perlahan, ternyata aku sudah terbaring di ranjang rumah sakit."Sayang, kamu sudah sadar?" Mama menghampiriku lalu mengusap tanganku yang tidak dipasangi selang infus."Memangnya Linda kenapa, Ma?""Kamu tadi hampir jatuh di kamar tamu," jelas mama."Anakku gimana, Ma?" Aku baru teringat kalau tadi aku sempat mengeluarkan darah.Raut mama berubah, aku takut terjadi apa-apa pada bayiku. Kalau sampai itu terjadi, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri."Ma, bayiku nggak apa-apa kan, Ma?""Alhamdulillah, bayinya nggak apa-apa. Cuma, sekarang kamu harus dirawat dulu beberapa hari. Kandungan kamu lemah, kamu nggak boleh banyak beraktifitas," ujar mama.Aku menoleh ke sofa yang ada di ruanganku, di sana mas Yogi terlihat menundukkan wajahny

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Tragedi

    "Kamu mau apa? Nanti aku bawain pas pulang kerja," tanya mas Yogi saat akan berangkat kerja."Aku pengen sambal kentang yang ada petenya, tapi yang dimasak sama mbak Rania. Mas mau ambilin ke kateringnya?" "Nanti aku telepon mas Damar dulu, takutnya istrinya lagi sibuk," ujar mas Yogi.Aku mengangguk."Aku berangkat dulu, nanti kabarin kalau ada apa-apa," pamit mas Yogi."Iya, hati-hati. Nggak usah ngebut," ucapku.Sekarang mas Yogi lebih sering berangkat agak siang, sementara Arya berangkat bersama sopir.Aku sendirian lagi di rumah, hanya ditemani dengan ART yang sibuk dengan pekerjaan rumah.Saat tengah asik menyaksikan acara gosip, ponsel di sampingku berbunyi. Nama mama terpampang di layar, aku segera menerima panggilan video itu. Sudah lumayan lama tidak bertemu dengan mama, hanya bisa berbagi kabar melalui ponsel saja."Assalamualaikum, Ma," ucapku."Waalaikumsalam calon Ibu, lagi apa ini?"Selalu begitu salam mama setelah tahu aku mengandung cucunya."Lagi nonton tivi, calon

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Berapa garis?

    Urin perlahan mulai naik dan terlihatlah garis itu. Satu garis, dan dengan perlahan menjadi dua garis samar. Aku tidak tahu ini artinya apa, karena garis kedua tidak terlalu terlihat.Aku mencucinya lalu membawanya keluar. Mas Yogi sudah menunggu di depan kamar mandi."Gimana?" tanyanya.Aku menggeleng. Wajah mas Yogi yang awalnya tampak cerah, kini mulai redup."Nggak apa-apa, mungkin memang belum rezeki," ujarnya.Mas Yogi menggandengku lalu mendudukkan aku di ranjang kami."Aku nggak tau ini maksudnya apa?"Aku menyerahkan benda itu pada mas Yogi, mas Yogi mengamatinya dengan seksama."Garisnya dua tapi samar, maksudnya gimana? Kamu hamil?""Nggak tau," jawabku.Bagaimana aku bisa tahu, bahkan melihat benda itu saja belum pernah, apalagi menyentuhnya."Kita ke rumah sakit aja biar jelas," ujarnya.Aku setuju, daripada kami hanya menebak.Aku dan mas Yogi berangkat menuju rumah sakit, Arya berada di rumah bersama ART. Sebenarnya ia ingin ikut, tetapi mas Yogi melarang karena rumah s

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Harapan

    "Aku tuh nggak pernah jatuh cinta sedalam ini, sekalinya cinta malah dipatahin gitu aja. Tega kalian sama aku!""Nggak usah bikin rusuh deh, Van. Jangan pura-pura jadi korban!" ujar mas Yogi."Dari awal aku juga nggak pernah nanggepin kamu, kamu yang terus-terusan gangguin aku. Kamu pergi aja, jangan bikin malu. Banyak keluarga yang berada di sini," timpaku."Van, kamu ngapain di sini? Udah, turun sana!" perintah pak Dafa. Aku baru sadar kalau kami sudah menjadi pusat perhatian.Dengan terpaksa Yovan turun dari pelaminan. Bu Najwa juga sudah berdiri di dekatku."Maaf untuk ketidaknyamanannya, ini hanya salah paham," ujar pak Dafa pada tamu undangan yang hadir. Akhirnya semua kembali menikmati acara."Gila ya itu, Yovan. Nggak nyangka kalau dia masih berani ngomong di sini. Aku kira udah berakhir dari yang Mas ceritain dulu," ujar bu Najwa."Emang biang rusuh dari dulu dia itu," tambah pak Dafa."Maaf ya, Lin. Dulu dia itu minta nomermu katanya buat konfirmasi karena nomer resort ngg

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Patah hati

    "Heh, jam segini udah keramas aja. Abis ngapain kalian?" Aku baru saja keluar dari kamar saat melihat bu Najwa yang juga keluar dari kamarnya. Kapan dia datang?"Aku kok nggak tau kalau mbak Najwa di sini?""Jelas lah, kamu di kamar mulu. Ganas banget ya mantan duda satu itu," goda bu Najwa.Malu, sebenarnya aku sangat malu terpergok begini. Padahal tadi aku sudah menolak, tapi mas Yogi sangat pandai menggoda. Aku yang awalnya tidak mau, akhirnya menikmati juga."Panas, Mbak, abis perjalanan jauh. Jadi aku mandi sekalian keramas," bohongku."Alesan aja, aku udah pengalaman kali, Lin. Udah, turun aja yuk, di tungguin Mama di bawah."Aku mengikuti bu Najwa menuruni tangga, di ruang tengah sudah banyak orang berkumpul."Cerah banget penganten baru," ujar pak Dafa."Jangan digodain, itu sekarang kakakmu!" Peringatan mas Yogi untuk pak Dafa."Sewot banget, Pak. Baru juga dikasih enak, masih emosian aja," ucap bu Najwa."Apa, Ma, yang enak? Tasya mau juga," sambar Tasya."Udah, udah, janga

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Pelan-pelan

    Aku keluar dari kamar setelah menunaikan salat subuh, mas Yogi ---aku harus menbiasakan memanggil mas mulai saat ini--- masih di masjid bersama Arman. Aku berjalan menuju dapur untuk memulai memasak.Hari ini aku ingin masak nasi goreng sebagai sarapan dan membuat rawon untuk nanti siang. Tadi malam mama sudah membantuku menyiapkan bumbunya, jadi aku bisa langsung memasaknya.Selagi menunggu nasi goreng panas, aku menyeduh air untuk membuat teh. Lima gelas teh panas sudah aku siapkan di meja makan. Nasi goreng juga sudah siap di sana.Mengambil piring dan sendok lalu menatanya di samping gelas teh masing-masing."Harumnya," ujar mama yang baru keluar dari kamar saat aku sudah selesai menyiapkan sarapan."Nasi goreng, Ma," ujarku. Mama menarik kursi, beliau duduk di meja paling ujung."Bangun jam berapa? Kok Mama nggak denger pas kamu masak?""Pas Arman sama mas Yogi ke masjid, aku mulai masak," ujarku."Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam," jawabku dan mama bersamaan.Mas Yogi berjala

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Cincin Kenangan

    "Masih jauh?" tanya pak Yogi. Kami akan menuju simpang lima Gumul, menikmati suasana malam di sana. Rencananya sore kami akan ke sana, tetapi rencana berganti karena suatu hal."Udah deket, lurus aja," jawabku.Kami sudah berada di depan kantor kabupaten, sebentar lagi untuk mencapai tempat parkir sebelum masuk ke area Gumul."Di situ aja," tunjukku pada tempat parkir yang masih luas. Ini bukan malam minggu, jadi parkiran tidak begitu penuh.Kami turun dari mobil, berjalan mendekati tempat masuk menuju area monumen."Jauh jalannya?""Enggak, tinggal lurus terus naik tangga, sampai," jelasku.Kami sudah berada di area monumen, cukup banyak pengunjung meski tidak seramai saat akhir pekan."Mau foto?" tanya pak Yogi. Aku mengangguk setuju.Kami mengabadikan foto berdua di gawai pak Yogi, pak Yogi memasang salah satunya sebagai foto profil di aplikasi hijau."Kok foto profilnya diganti? Nggak mau sama kolega?""Kenapa harus malu? Aku pasang foto sama istriku sendiri," jawabnya.Meski han

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Mata Polosku Ternoda

    Pagi ini aku terbangun pukul lima, aku tersenyum kala melihat suamiku masih tertidur di sampingku. Wajah yang kulihat setiap hari kala aku berkutat dengan pekerjaan, sekarang aku melihatnya saat baru membuka mata.Aku berusaha turun dari ranjang, rasa nyeri masih terasa di pangkal paha. Padahal tadi malam tidak sesakit ini, kenapa sekarang rasanya aku seperti tidak mampu berjalan.Beruntung tadi malam aku sudah memakai baju saat aku merasa kedinginan. Perlahan aku berdiri, menyeimbangkan kaki yang masih bergetar. "Aduh!" Suara yang cukup keras keluar dari mulutku, aku segera menutup mulutku dengan kedua tangan. Aku menatap pak Yogi. Terlambat! Pak Yogi sudah membuka matanya dan menatapku."Kamu kenapa?" tanyanya yang langsung bangun dan menghampiriku."Astaghfirullah!" Aku menutup mataku dengan kedua tangan. Bagaimana aku tidak terkejut, saat ini pak Yogi berlari ke arahku tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Mataku yang masih polos ini belum mampu menerima pemandangan yang iya

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Awas!

    Pak Yogi tidak jadi membuka pintu, ia menatapku lekat. "Kamu istirahat aja, pasti masih capek kan? Aku aja yang ke sana, nanti aku pulang kalau keadaan Arya sudah membaik," ujarnya."Arya sekarang juga anakku, gimana seorang ibu bisa tenang saat anaknya kesakitan?""Ya udah ganti baju, aku tunggu di depan," ucap pak Yogi.Aku segera berganti baju yang lebih pantas karena tadi aku hanya memakai baju tidur.Aku segera keluar dari kamar dan mencari keberadaan pak Yogi, ternyata ia sedang duduk di ruang tamu bersama mama dan Arlan."Ma, kami pergi dulu ya," pamitku."Iya, hati-hati. Mama cuma bisa berdoa semoga Arya cepet sembuh," ujar mama."Makasih doanya, Ma. Maaf malam-malam malah ganggu istirahat Mama," ucap pak Yogi."Nggak apa-apa, namanya juga musibah. Apa Arlan ikut aja sekalian?""Nggak usah, Ma. Kami pergi berdua aja. Di sana juga sudah ada bu Najwa," ucapku.Aku dan pak Yogi pamit dan dengan cepat naik ke mobil pak Yogi. Pak Yogi melajukan mobilnya menuju rumah sakit Bhayangka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status