FAZER LOGINEvelyn menegang lagi, “Eh, iya benar. Kak Saga memang hebat. Tapi, itu… Kita perlu menyiapkan beberapa dokumen kan?”
“Tenang saja, Dokumen lain bisa menyusul. Yang penting KTP ada, sertifikat pernikahan tetap bisa diurus malam ini.” Saga berkata sambil memberikan anggukan singkat pada Leo yang langsung mengerti. Evelyn makin bingung. Meski dia yang awalnya mengusulkan, kenapa malah terkesan seperti Saga yang memaksanya lagi? Ah, pasti cuma perasaannya saja. Akhirnya, malam itu juga mereka berangkat ke Kantor Urusan Sipil. Dua jam berlalu. Evelyn berdiri kaku di depan pintu kamarnya. Sertifikat pernikahan ada di tangannya. Pandangan Evelyn jatuh pada foto di sertifikat itu, sementara suara Saga masih terngiang di telinganya, “Kita sudah menjadi suami istri yang sah.” Dengan langkah linglung, Evelyn masuk ke kamarnya dengan menggenggam sertifikat pernikahan erat-erat. Di lantai bawah, Saga menyandarkan dagunya di tangan, memperhatikan Evelyn yang perlahan menghilang dari pandangan. “Tuan, kenapa tiba-tiba Nona Evelyn setuju menikah denganmu? Apa anda tidak merasa sesuatu keanehan?” Leo juga menatap ke arah Evelyn menghilang, matanya memancarkan kecurigaan. Tapi dalam hati, dia lebih merasa aneh pada Saga. Apa yang istimewa dari Nona Evelyn sampai Tuan Saga begitu tergila-gila padanya? Padahal, penampilan gadis itu saja sudah membuatnya malas untuk menatapnya berlama-lama. Lalu dia melihat tangan Saga yang menggenggam erat surat sertifikat pernikahan dan tidak melepaskannya sama sekali sejak keluar dari Kantor Urusan Sipil tadi. Sepertinya, Tuan Saga benar-benar puas dengannya. Saga tetap menatap lurus ke depan, menjawab datar, “Dia bilang sudah mencintaiku dan takut kehilangan aku.” Bibir Leo berkedut. Dia tidak tuli, dan jelas-jelas tadi dia sempat tanpa sengaja juga mendengarnya. “Anda… benar-benar percaya?” Saga baru menoleh padanya, tatapannya malas namun menusuk. “Aku nggak percaya.” Kening Leo berkerut makin rapat. “Kalau begitu, kenapa tetap menikahi Nona Evelyn?” “Karena aku sangat mencintainya. Bukankah ini yang aku tunggu selama ini?” Setelah mengatakan itu, Saga melangkah pergi menyusul Evelyn. Leo masih kebingungan. Tapi dia juga segera menyusul. Di dalam kamar, Saga melihat Evelyn duduk di sofa sembari menatap sertifikat ditangannya. Melihat Saga datang, Evelyn tersenyum dan menepuk sofa disampingnya. “Kak Saga, kemarilah.” Saga berjalan perlahan dan duduk disampingnya. “Kak Saga. Aku benar-benar puas dengan pernikahan kita ini. Apa kamu juga begitu?” Saga tidak mengatakan apapun. Dia mengambil sertifikat itu dari tangan Evelyn dan meletakannya di atas meja bersama dengan miliknya. Lalu tiba-tiba dia menarik Evelyn hingga jatuh ke pangkuannya. Tanpa berkata satu patah pun, pria itu menciumi bibirnya dengan brutal. Sebenarnya, Saga melakukannya karena dia ingin meluapkan kebahagiaannya malam ini. Setelah dia bertahan dengan segala penghinaan, akhirnya dia bisa menikahi gadis pujaan hatinya. Meskipun dia tahu jika Evelyn tidak benar-benar ingin menikah dengannya. Dia masih percaya jika Evelyn sedang memainkan sebuah trik. Hanya saja, karena Saga ini memang tipe orang yang jarang bicara, jadi dia tidak mengutarakan perasaannya. Dia hanya bertindak. Evelyn terkejut, tapi dia sengaja tidak ingin menolak. Dia pasrah saja. Kalau dulu, mungkin dia sudah meloncat dan mengambil apapun yang bisa diraihnya untuk dilempar pada Saga. Tapi sekarang, dia hanya merasa heran. Bisa-bisanya Saga suka dengannya? Menciuminya dengan begitu brutal? Padahal dandanannya saja menjijikkan, lipstiknya berwarna hitam keunguan. Apa dia tidak takut bibirnya ternoda? Apa dia tidak merasa jijik? Tapi pria itu justru menciumnya dengan gairah... Sejak dia dibawa ke rumah ini oleh Saga, dia memang telah berdandan seperti ini. Niatnya agar Saga lama-lama muak dengannya. Setelah puas dengan ciumannya, Saga memeluk Evelyn dengan lembut, menyandarkan kepalanya di dada gadis itu. Napas Saga yang tadinya memburu, perlahan menjadi lebih tenang. Lalu semakin melambat. Dia tidur? Evelyn agak terkejut. Kok bisa-bisanya orang ini tertidur? Evelyn tidak berani bergerak. Setengah jam dia diam. Lalu, dia memanggil pelan. “Kak Saga?” Saga tidak bereaksi. Dia benar-benar tertidur. Tidak jauh dari mereka, Leo berdiri cemas di dekat pintu. Ia menyaksikan apa yang barusan terjadi dan ikut terkejut. Matanya membelalak, menyaksikan hal yang menakjubkan, hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sama halnya dengan Evelyn yang juga tercengang. Dia ingat betul, Saga punya masalah serius dengan insomnia. Ketahanan tubuhnya terhadap obat-obatan melebihi orang pada umumnya, hingga obat medis tidak bekerja efektif pada tubuhnya. Setiap kali ingin tidur, Saga selalu membutuhkan seorang ahli hipnotis. Lebih buruknya lagi, selain ketahanan fisik yang tidak wajar, Saga juga memiliki ketahanan psikis yang kuat. Hal itu membuatnya begitu sulit untuk dihipnotis ketika suasana hatinya sedang buruk. Teknik hipnotis benar-benar tidak berguna. Leo sudah memanggil banyak dokter terkemuka untuk mengobatinya. Namun tidak ada satu pun yang berhasil menangani penyakit susah tidurnya itu.Evelyn menegang lagi, “Eh, iya benar. Kak Saga memang hebat. Tapi, itu… Kita perlu menyiapkan beberapa dokumen kan?”“Tenang saja, Dokumen lain bisa menyusul. Yang penting KTP ada, sertifikat pernikahan tetap bisa diurus malam ini.”Saga berkata sambil memberikan anggukan singkat pada Leo yang langsung mengerti. Evelyn makin bingung. Meski dia yang awalnya mengusulkan, kenapa malah terkesan seperti Saga yang memaksanya lagi?Ah, pasti cuma perasaannya saja.Akhirnya, malam itu juga mereka berangkat ke Kantor Urusan Sipil. Dua jam berlalu.Evelyn berdiri kaku di depan pintu kamarnya.Sertifikat pernikahan ada di tangannya.Pandangan Evelyn jatuh pada foto di sertifikat itu, sementara suara Saga masih terngiang di telinganya, “Kita sudah menjadi suami istri yang sah.”Dengan langkah linglung, Evelyn masuk ke kamarnya dengan menggenggam sertifikat pernikahan erat-erat.Di lantai bawah, Saga menyandarkan dagunya di tangan, memperhatikan Evelyn yang perlahan menghilang dari pandangan.“
,Apa ini mimpi? Evelyn mundur beberapa langkah saat tangannya ditarik oleh Reno. Dia juga dengan kasar melepaskannya. “Evelyn?” Reno kaget dan bingung. “Apa barusan aku sudah setuju untuk pergi denganmu?” Evelyn mendengus pendek, lalu menatap Reno dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Aku tegaskan sekali lagi padamu ya, Reno! Kamu jangan bermimpi lagi! Aku nggak akan pergi lagi dengan kamu, sampai mati pun nggak akan pernah! Saga itu lebih kaya dari kamu. Lebih tampan. Lebih berkuasa. Dan jujur saja, dia juga punya tubuh lebih seksi dari kamu. Dan yang lebih penting, dia adalah pria yang apa adanya. Bukan seperti kamu! Munafik! Menghabiskan satu malam dengannya jauh lebih baik daripada hidup seumur hidup sama kamu.” Reno membelalak, bibirnya mengatup kencang. Di balik bayang-bayang pohon, Saga yang semula dipenuhi kemarahan… mulai berangsur tenang. Sebuah senyum hampir tak terlihat muncul di sudut bibirnya. Leo justru yang kini benar-benar bingung. Apa-apaan ini? Bukankah Nona
‘Ternyata dia belum berubah.’ Tapi Saga tidak mengucapkan apa-apa.Evelyn melangkah keluar . Wajahnya tampak tenang, tapi di dalam dadanya kebencian mulai mencuat.Sekarang ini dia harus berhati-hati. Bukan hanya pada Reno, tapi pada Amira juga.Dia harus berhadapan dengan lawan yang menakutkan.Dia teringat upaya gigih Amira untuk membantunya melarikan diri malam itu. Hingga berakhir takdir yang mengenaskan. Sepertinya Amira ditakdirkan sampai mati untuk menghancurkan hidupnya.Udara di halaman rumah Brahmana malam itu tenang tapi terasa ganjil. Langit dikuasai bulan bundar yang menggantung indah, pucat keperakan, memberi cahaya suram pada pekarangan luas yang sepi.Evelyn berjalan perlahan keluar dari pintu samping. Pakaian tidurnya tampak lusuh, oversized, menutupi tubuhnya yang mungil. Wajahnya seperti biasa—penuh riasan mencolok yang tampak seperti lelucon. Eyeshadow gelap, lipstik hitam keunguan, alis menukik tajam seperti dandanan layaknya anak punk.Ia berdiri sejenak di tepi
Amira berdiri di ambang pintu, wajahnya dipoles kekhawatiran. Rambutnya disisir rapi ke samping, mengenakan blus putih dan rok pastel seperti biasa, gadis baik yang tak tahu apa-apa. Tapi Evelyn tahu betul jika di balik senyum lembut itu tersembunyi racun yang siap membunuhnya saat dia masih di kehidupan yang lalu.“Evelyn, ya ampun... kamu nggak papa? Apa yang Kak Saga melakukan hal buruk ke kamu? Dia menyakiti kamu, ya?”Amira buru-buru mendekat, duduk di tepi ranjang, tangannya menggenggam pergelangan Evelyn dengan sok akrab.“Aku sudah bilang kan, hati-hati. Jangan sampai kamu tertangkap lagi. Dia sangat berbahaya. Evelyn, kamu harus kabur lagi dari sini. Sekarang! Sebelum semuanya terlambat. Aku bisa bantu. Aku bisa bawa kamu ketemu Reno lagi. Dia sangat khawatir setengah mati memikirkan kamu sepanjang malam.”Evelyn menatap wajah Amira dengan pandangan datar. Dalam hatinya ada ledakan rasa jijik yang ditahan, tapi wajahnya tetap tenang.Dia ingin memainkan peran dengan sempurna
“Evelyn, kamu benar-benar keras kepala. Demi pria licik itu kamu bahkan bersedia melakukan apapun.” Saga bergumam. Tapi dia sedikit terkejut dan merasa tidak percaya saat melihat Evelyn menepis tangan Reno.“Aku nggak akan pergi denganmu!” Evelyn berdiri. Kemudian dia berbalik menatap Saga.Semua kejadian saat sebelum dia mati terlintas jelas diingatannya. Saat ini hatinya berdebar hebat.Dia tidak bisa menahan kesedihan sekaligus rasa senang.“Kak Saga..” Saat dia hendak melangkah, Reno menahan tangannya.“Evelyn, jangan kesana. Kalau kamu sampai tertangkap lagi, akan semakin sulit untuk kamu keluar. Ayo pergi. Masih ada kesempatan untuk lari.”Emily menoleh ke arah Reno, kemudian dia menarik tangannya.“Sudah ku bilang, aku nggak akan pergi denganmu!”Reno tercengang. “Jangan bercanda, Evelyn! Keadaannya sudah sangat gawat sekarang. Saga datang dengan anak buahnya. Ayo cepat! Kita masih bisa melarikan diri!”Evelyn menatapnya dengan sinis. Terakhir kali dia menuruti saran Reno, tap
“Tidak… aku tidak mau! Kak Saga. Ayo kita pergi bersama!” “Evelyn, berjanjilah padaku. Hiduplah dengan baik.” Bruk! Pintu gudang ambruk. Saga terjepit di antara reruntuhan gudang dan tidak bisa bergerak. Sedangkan api telah berkobar dengan sangat besar. Evelyn tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menangis histeris menyaksikan Saga terbakar hidup-hidup di hadapannya. “Kak Saga… Kak Saga…!” Emily berteriak sekuatnya dengan suara tercekat. Dia menangis sejadi-jadinya. “Maafkan aku. Maafkan aku..” Dada Evelyn terasa sangat sesak, dan nafasnya mulai terputus-putus. Tubuhnya sudah tidak bisa digerakkan, darahnya terus mengalir dari luka tikaman di perutnya. Dia tahu jika dia tidak akan selamat dari kematian. Dia menatap ke arah Saga yang telah dilahap api. Sekarang, hanya ada penyesalan yang memenuhi seluruh sarafnya. Saga adalah orang yang sangat dibencinya sepanjang hidup. Orang yang terus di tentangnya, dihina dan selalu dibohonginya. Selama ini dia selalu memperla







