Share

TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)
TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)
Author: Bawah Tanah

SANG PEMALAS INGIN KAYA

Author: Bawah Tanah
last update Last Updated: 2025-10-16 11:49:50

"Parman, kamu lagi apa?" Tanya seorang ibu yang lagi berdiri sambil menggendong bakul nasi yang terisi piring dan cangkir kotor, ibu tersebut nampaknya ingin mencucinya di kali, tempat masyarakat kampung itu mandi, mencuci pakaian, piring dan lain-lain.

"Seperti biasa, Mak, aku lagi terbang ke bulan terus aku petik bulan itu, nanti di sini kita jual kan bisa kaya kali kita, Mak." Jawab Pemuda yang bernama Parman, anak ibu paruh baya tersebut.

"Ya ampun. Parman-Parman... Kamu ini bicara apa? lagi mimpi apa sudah sedeng kamu Parman. Sudah! Daripada kamu melamun yang gak jelas begitu tolong cariin kayu bakar, Mak mau masak sudah tidak ada kayu bakar di rumah."

Ujar ibu tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setelah mendengar ucapan anaknya, semakin lama khayalan anaknya semakin tidak jelas. Bahkan terkadang ibunya, yang bernama Sarti selalu mengelus-ngelus dada. Setelah mendengar dan melihat kelakuan anaknya seperti saat itu.

Parman. Selalu berpikir ingin kaya-raya, tetapi setiap hari hanya termenung duduk di depan rumah panggung butut mereka tanpa melakukan pekerjaan apapun selain melamun. Seperti saat ini, ucapannya selalu membuat kesal ibu Sarti tatkala mendengar jawaban Parman, anaknya, jika ditanya.

"Ah, Mak ini ada-ada saja, suka mengganggu ketenangan putramu ini yang lagi melayang indah mau memetik bulan jadinya gagal deh, Mak. Ha ha ha ha ha ha ha ha ha." Jawabnya sambil tertawa membuat ibunya langsung melotot saking kesalnya.

"Parman. Kalau lagi ngomong sama orang tua itu yang benar!" Ibu itu melotot mungkin saking kesalnya. "Jangan cengengesan kayak begitu, memangnya ada yang lucu? Lagi pula memang benar kamu ini pikirannya aneh-aneh aja. Bulan mau dipetik memangnya jambu yang mau kamu petik."

Pada saat itu mata dan wajah wanita paruh baya itu sedikit merah saking marahnya, melihat tingkah laku Parman setiap saat ketika berbicara dengannya selalu tidak serius.

Sudah! Sekarang pergi ke kebun cari kayu bakar, jangan melamun yang tidak-tidak. Ibu mau masak, jika tidak ada kayu bakarnya kita hari ini tidak akan makan. Mau kamu menahan perut lapar, Parman? Sudah mencari uang tidak mau, coba bantu pekerjaan Mak supaya agak ringan, Parman."

Ibu Sarti bicaranya saat itu matanya berkaca-kaca saking kesal dan sedih campur aduk menjadi satu, mempunyai anak laki-laki satu-satunya tetapi belum bisa meringankan beban dia sedikitpun. Padahal saat ini hidup mereka hanya berdua, Bapak Parman telah meninggal dunia sejak lama. Tetapi Parman meskipun sudah tumbuh dewasa, namun entah mengapa tidak seperti Pemuda lainnya yang sebaya umurnya dengan Parman.

Kebanyakan mereka selalu giat bekerja membantu pekerjaan orang tuanya. Namun, hingga saat ini setiap hari Parman, hanya duduk termenung seperti berat sekali mengangkat pinggul dari tempat duduknya, dan menggunakan kedua kaki dan tangannya untuk melangkah mencari rezeki. Supaya bisa menghidupi mereka berdua, ataupun minimal buat dirinya sendiri. hingga saat itu, Parman selalu diam melamun seperti saat ini.

"Parman. Kamu mendengar ucapan Mak tidak? Tolong carikan kayu bakar sudah tidak ada kayu bakar sama sekali di rumah!" Kembali ibu Sarti berteriak karena Paman dari tadi belum bangkit dari duduknya. Malah kembali melamun menyandarkan punggungnya ke bilik bambu rumah mereka, sebagai pengganti tembok dan bilik bambu itu sudah pada lapuk dimakan usia.

Sehingga menambah kesedihan ibu Sarti karena belum mampu memperbaiki rumah yang sudah semakin lapuk, bahkan terkadang ibu Sarti takut tiba-tiba rumah mereka roboh ketika mereka sedang tidur malam hari. "Iya Mak sebentar, sekarang jika Mak mau ke sumur silahkan, pokoknya tenang aja yang penting entar Mak pulang kayu bakar sudah ada buat memasak."

Jawab Parman, namun tubuhnya tetap masih nyender dinding bilik bambu itu, membuat ibu Sarti semakin kesal. Namun, saat itu hanya menarik nafas dalam-dalam dan mengelus-elus dadanya berusaha menenangkan hatinya. Supaya jangan lebih marah lagi dan tidak mau sampai keluar kata-kata kotor terhadap Putra semata wayangnya.

Meskipun setiap saat selalu membuatnya kesal bahkan selalu menangis ketika melihat kemalasan hidupnya. Namun, ibu Sarti sebagai seorang ibu dia tidak mau membuat anaknya menderita akibat ucapan buruk terhadap putranya. Sehingga sekuat mungkin sampai detik itu ibu Sarti selalu menahan diri sekuat mungkin, agar jangan sampai ada kata-kata kotor dari mulutnya terucapkan terhadap putranya.

Meski benar-benar kesal dan bersedih, tapi dia selalu menahannya dan berusaha terus berdoa memohon sama yang maha Kuasa. Supaya Parman kelakuannya berubah jauh lebih baik lagi, saat itu pun mungkin ibu sarti sudah tidak mau berbicara apapun lagi, sebab jika terus ada di situ tentunya rasa kesalnya akan semakin bertambah.

Kemudian ibu Sarti melangkahkan kakinya turun dari rumahnya terus menuju sumur, ditatap oleh Parman yang lagi tersenyum melihat ibunya pergi tak mau meladeni ucapannya. "Nah, begitu dong Mak, jadi orang tua itu jangan bawel terus. Masa ngasih makan anak satu aja seperti tidak mau, pokonya jika aku kaya. Nanti Mak akan senang, pokoknya Mak tidak akan kesulitan lagi hidup. Tapi saat ini Sabar dulu, Mak." Gumannya di tengah tawa kecilnya.

Matanya terus menatap ibunya yang semakin lama semakin menjauh bahkan tak terlihat lagi. Setelah melewati rimbunnya pepohonan yang ada di sekeliling jalanan yang menuju sumur tempat segala keperluan semua warga Kampung tersebut.

Pada saat itu Parman belum beranjak dari duduknya, entah lupa atau memang malas pergi. Meskipun tadi telah berjanji sama ibunya mau mengambil kayu bakar. Tapi entah mengapa saat ini malah kembali melamun semakin dalam.

"Kayaknya kemarin sore ketika hampir masuk waktu maghrib, aku melihat wanita cantik tersenyum terhadapku. Sepertinya dia itu menyukaiku bahkan tadi malam juga mendatangiku ke dalam mimpi. Siapa dia ya? Aku penasaran banget?" Ternyata saat itu Parman sedang melamunkan seorang wanita yang dilihatnya, namun entah siapa sesungguhnya wanita tersebut. Nampaknya dia pun kala itu belum mengenalnya.

"Apa aku harus mencari sesuai tempat yang tadi malam ada di mimpiku? Siapa tahu memang gadis itu ada di tempat itu, jika benar, Waduh! Hebat tenan aku bisa memiliki pacar cantik seperti wanita itu, bahkan jika mau dinikahi boleh juga kayaknya luar biasa mantul nya." Semakin lama kian dalam lamunannya saat itu, Parman terus memikirkan keadaan wanita tersebut.

"Tapi, sepertinya. Aku belum pernah melihat wanita secantik itu di kampung ini atau kampung sebelah, siapa dia ya? Apa ada pendatang baru pindahan dari kampung lain yang belum aku tahu?" Pada saat itu semakin lupa sama tanggung jawab dia yang telah dimintai tolong ibunya untuk segera mengambil kayu bakar.

Justru yang ada saat itu tiba-tiba Parman malah tertidur sambil nyender di bilik bambu itu. Kini, Parman sedang ada di alam mimpinya, Parman kembali bertemu wanita yang tadi sedang dipikirkan ia, kala itu dalam mimpinya wanita itu sedang tersenyum melambaikan tangan di sebuah kali besar, wanita cantik itu sedang duduk di atas batu besar sedang tersenyum terhadapnya.

"Mas sini dong, kenapa malah menatapku seperti itu, apa kamu lupa sama aku? Aku kan kekasihmu, Mas."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   MEMBUKTIKAN JANJI

    "Ya Mak, ayo aku pun ingin belajar sini berasnya aku cuci Mak, tapi kasih tahu bagaimana cara mencucinya." Ibu Sarti mengangguk langsung menyerahkan beras tersebut ke Parman, kemudian Parman cuci di baskom kecil dengan arahan ibunya. Setelah itu, Parman segera menyalakan api di tungku tak lama beras pun sudah mulai dimasak, malam itu betul-betul Parman belajar tata cara masak dari awal hingga akhir. 5 menit kemudian mereka telah makan bersama walaupun hanya dengan ikan asin dan timun, namun tidak menghilangkan rasa nikmat yang mereka rasakan dan tentu saja, kini dibarengi rasa bahagia yang luar biasa tidak seperti sebelumnya, ibu Sarti selalu dibuat pusing oleh Parman. Keesokan harinya Parman segera membeli kail pancing bersama benangnya, kalau joran ya buat sendiri dari bambu. begitu selesai segera pamitan terhadap ibunya ingin memulai pekerjaan yang ingin dijalaninya setiap harinya sesuai janjinya terhadap ibunya. "Silakan Mak doakan, semoga kamu berhasil walaupun dengan cara

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   TIDAK TEGA

    Parman hanya berdiri sambil menatap beras dalam kantong plastik itu. "Hmm... harus gimana sekarang, apa main cuci aja atau gimana ya?" Akhirnya Parman kembali duduk di bangku bambu yang sudah reot. Belum bergerak apapun selain menatap beras yang masih dipegangnya, benar-benar saking malasnya bekerja, tidak tahu cara memasak beras. yang dia tahu hanyalah cara makannya saja seperti biasa, membuatnya saat itu hanya terdiam penuh kebingungan sambil merasakan perut semakin perih. "Parman, kamu dari tadi ngapain aja malah bengong begitu, kenapa beras dipegang tanpa dicuci lalu dimasak, kamu ini punya otak atau tidak?" Pada akhirnya, Ibu Sarti setelah dari tadi hanya diam di kamar keluar juga, nampaknya kasihan terhadap Parman meski bagaimanapun tetap saja, naluri seorang ibu lebih kuat dari apapun. "Ya mau bagaimana aku tidak diam aja Mak, kan bingung cara masaknya gimana, masa harus dicuci lalu ditaruh di panci gitu aja Mak?" Mendengar jawaban itu Ibu Sarti sampai menggeleng-gel

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   BINGUNG CARA MASAK

    "Hah... Diam aja di sini tidak mungkin, sekarang kalau pulang tidak membawa apa-apa Mak pasti marah, selain itu perut sudah mulai keroncongan, harus makan apa jika tetap diam di sini? sudah masak belum ya Mak?" Parman memegangi perutnya yang terasa sudah meminta diisi. "Huh terpaksa kayaknya walaupun sedikit aku harus mendapatkan kayu bakar." Parman saat itu mengeluarkan korek api dari dalam saku celana, ia nyalakan berusaha mencari daun dan ranting kering, mau membuat api unggun kecil agar bisa menerangi tempat tersebut, supaya bisa mencari kayu bakar untuk ia bawa pulang. "Untung aja di depanku banyak ranting kering kayaknya cukup nih buat masak malam ini." Gumamnya sambil mengeluarkan golok dari sarungnya, kemudian mulai mengambil satu persatu ranting kayu yang sudah pada kering itu. Entah apa yang dipikirkan Parman saat ini, dalam kondisi sudah malam begini tentunya seperti apa kondisi ibunya di rumah, setelah menanti kepulangannya dari sore hingga malam tiba belum kunju

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   KEMARAHAN IBU SARTI

    "Mas, jangan bengong aja dong. Apakah kamu lupa terhadapku?" Wanita itu kembali memanggilnya, senyumannya kian menggoda. "Memangnya siapa kamu? Aku belum mengenal kamu." Ucap Parman sambil melangkahkan kaki mendekat ke arah wanita cantik itu yang tengah berdiri begitu santai di atas batu besar yang ada di tengah kali. "Ah jangan begitu Mas, kenapa kamu jadi seperti ini, bukankah kamu sudah berjanji ingin menikahiku?" "Kapan aku berjanji ingin menikahimu? Jangankan berjanji untuk menikahi mengenal namamu pun, belum." Jawab Parman, kembali langkahnya terhenti. "Ih sayang, kenapa malah diam? Terus dong ke sini aku merindukanmu." Entah ada kekuatan apa, kaki Parman yang sebelumnya berhenti kembali melangkah. Namun begitu sampai di pinggir kali, tiba-tiba kakinya terpeleset, tubuhnya basah kuyup tercebur ke kali yang dirasakannya, sekaligus terbangun dari mimpinya, ternyata sesungguhnya ia disiram air satu gayung oleh ibunya yang telah kembali dari kali. "Parman!

  • TERNYATA ISTRI PEMBAWA HOKI ITU (TIREN)   SANG PEMALAS INGIN KAYA

    "Parman, kamu lagi apa?" Tanya seorang ibu yang lagi berdiri sambil menggendong bakul nasi yang terisi piring dan cangkir kotor, ibu tersebut nampaknya ingin mencucinya di kali, tempat masyarakat kampung itu mandi, mencuci pakaian, piring dan lain-lain. "Seperti biasa, Mak, aku lagi terbang ke bulan terus aku petik bulan itu, nanti di sini kita jual kan bisa kaya kali kita, Mak." Jawab Pemuda yang bernama Parman, anak ibu paruh baya tersebut. "Ya ampun. Parman-Parman... Kamu ini bicara apa? lagi mimpi apa sudah sedeng kamu Parman. Sudah! Daripada kamu melamun yang gak jelas begitu tolong cariin kayu bakar, Mak mau masak sudah tidak ada kayu bakar di rumah." Ujar ibu tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setelah mendengar ucapan anaknya, semakin lama khayalan anaknya semakin tidak jelas. Bahkan terkadang ibunya, yang bernama Sarti selalu mengelus-ngelus dada. Setelah mendengar dan melihat kelakuan anaknya seperti saat itu. Parman. Selalu berpikir ingin kaya-raya, tetapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status