Share

BAB-3 IT'S SHOW TIME

"Sebenarnya sebelum menghilang Bagas pamit ingin pergi ke Bogor dengan Mellani, Pak. Itu sebabnya ibu saya marah dan menuduh Mellani yang mencelakai Bagas. Ibu saya marah bukan tanpa sebab." Mas Agung berusaha menjelaskan dengan tenang.

Mellani begitu kaget, bagai disambar petir di siang bolong. Mellani tak menyangka Bagas menggunakan namanya sebagai alasan untuk bisa pergi ke Bogor. Padahal dirinya sama sekali tidak tahu menahu soal Bogor, apalagi sampai acara menginap di villa. Yang ada Mellani sendiri juga sibuk mencari keberadaan kekasihnya yang seolah hilang di telan Bumi.

Empat hari yang lalu tiba-tiba Bagas menghilang. Ponsel tidak aktif, F******k, I* dan segala sosmednya juga tidak aktif. Dirinya sudah berusaha mencari keberadaannya tapi hasilnya zonk. Teman Bagas sama sekali tidak ada yang tahu. Tapi ternyata dirinya melupakan hal yang sangat penting, dia lupa menanyakan keberadaannya kepada keluarganya.

Bukan tanpa alasan kenapa Mellani lupa, lebih tepatnya malas untuk berkunjung ke rumah Bagas, ibu Rina yang merupakan orang tua Bagas dan calon mertunya itu tidak menyukai Mellani karena menurutnya Mellani terlalu bebas, dan menganggap kalau wanita bebas tidak bisa menjaga harga dirinya, kotor, dan murahan. Kini dia tahu kalau hal itu menjadi masalah terbesar dalam hidupnya saat ini.

"Sebentar, Mas Agung. Mas barusan bilang kalau Bagas pamitnya pergi sama gue? Ke Bogor?" Mellani mengulangi perkataan Mas Agung, meyakinkan kalau pendengarannya masih bagus. Mas Agung pun mengangguk mengiyakan.

"Tapi, Mas. Empat hari gue nyariin Bagas, dia nggak hubungin gue sama sekali, nggak WA, nggak telpon, sosmednya mati semua. Gue aja bingung lalu tiba-tiba ada polisi datang ke rumah dan interogasi gue. Seandainya polisi nggak datang ke rumah pasti gue nggak tau apa-apa." Mellani tentu saja tidak menerima begitu saja saat dirinya dituduh pergi bersama kekasihnya itu, apalagi sampai menginap seala.

"Kata polisi mereka waktu periksa ponsel Bagas ada percakapan sama kamu, Mell?" Mas Agung jadi bingung sendiri kenapa bisa pacar adiknya itu tidak mengaku kalau pergi dengan sang adik. Padahal jelas-jelas waktu itu Bagas berpamitan ingin pergi dengan Mellani.

Keluarga Bagas sendiri tidak mencurigai sedikitpun saat bagas berpamitan karena Mellani dan Bagas memang sudah bertunangan dan tak lama lagi mereka berdua akan melangsungkan pernikahan.

Tapi siapa sangka jika perginya Bagas justru akan menimbulkan hal serumit ini.

"Iya, Mas. Terakhir gue WA Bagas, dan tanya dia ada di mana? Gitu doang. Gue juga udah ke kantor polisi barusan, sudah lihat ponsel Bagas, dan memang cuma itu doang isinya, gak pernah gue ngajak Bagas ke Bogor apalagi sampai menginap segala. Kalau Mas Agung nggak percaya datang lagi ke kantor polisi buat cek ulang ponsel Bagas.” Mellani masih terus meyakinka lawan bicaranya itu.

Mas Agung sendiri terdiam cukup lama mendengar cerita Mellani.

"Aaa!" Mellani mengacak-ngacak kasar rambut panjangnya, dia tidak menyangka hidupnya serumit ini, mimpi apa dia semalam hingga dirinya terseret kasus gila macam ini.

Semalam?

Ya, Semalam ada WA masuk di ponselnya. Ada orang asing yang mengirimkan foto Bagas sedang berlumuran darah. Mellani ingat dia ditelpon oleh nomor tak dikenal, dan suara itu ....

Suara orang yang menelponnya ....

Mellani menutup mulutnya, berusaha tenang, pelan-pelan Mellani mengambil ponsel yang ada di alam sweaternya dan membuka percakapan di ponselnya.

Mellani yakin jika foto dan riwayat panggilan di ponselnya bisa dia gunakan sebagai bukti kuat kalau dia tidak bersalah.

Mata Mellani melotot begitu membuka layar ponselnya. Foto yang dia cari menghilang semua. Dia cek riwayat panggilannya juga zonk.

Mellani menggelengkan kepala frustasi. Berusaha mengingat semuanya kembali.

"Apa mungkin semalam gue hanya bermimpi karena terlalu banyak minum? Ah tidak mungkin! Gue kan nggak minum alkohol sama sekali." Mellani bergumam sendiri.

Semenjak menjalin hubungan dengan Bagas, Mellani perlahan berusaha menghilangkan kebiasaan buruknya minum-minum alkohol.

Bagas pernah bilang ingin punya banyak anak, dan alkohol membuat rahim perempuan rusak, demi impian Bagas dirinya pun meninggalkan alkohol.

Tapi ….

Melihat keadaan Bagas yang sangat memprihatinkan, dan tak mungkin impian Bagas untuk mempunyai banyak anak terwujud dengan kondisinya yang mengenaskan saat ini.

Mellani pun kembali frustasi.

"Mell!"

Tepukan ayahnya di pundak menyadarkan Mellani dari pikirannya yang kusut.

"Kamu mau lihat keadaan Bagas, Nak?" Suara sang ibu terdengar lembut, kini emosi ibunya mulai stabil, dia sudah mau pergi untuk melihat keadaan Bagas.

Mellani mengangguk perlahan mengikuti langkah kedua orang tuanya dan Mas Agung. Bagaimanapun dirinya sudah sampai disini dan tetap harus melihat keadaan sang kekasih dengan mata kepalanya sendiri.

"Ya Tuhan!" Mellani menjerit pelan.

Di kamar, Mellani menutup mulutnya dengan kedua tangan. Keadaan Bagas ternyata lebih buruk perkiraannya.

"Ngapain kamu masuk!" Saat ibu Bagas hendak marah, Mas Agung memegang kedua tangan ibunya, tatapannya memohon.

"Ibu, Agung mohon tenanglah, kasihan Bagas. Agung mohon, Bu."

Ibu Bagas pun membuang muka, membiarkan Melani dan keluarganya melihat keadaan anak kesayangannya itu. 

Mellani perlahan mendekati ranjang kekasihnya. Langkahnya terasa sangat berat, seakan beban seberat puluhan kilo menempel di kakinya,

Mellani tidak memperdulikan tatapan benci dari keluarga Bagas, mereka tidak tahu apa-apa tentang cinta di antara dirinya dan Bagas.

Mellani merasa sedih dan juga kecewa serta merasa dikhianati.

Mellani teringat perkataan pak polisi kalau cctv villa memperlihatkan Bagas masuk ke villa dengan seorang wanita, dan itu bukan dirinya.

Mellani berusaha berbicara dengan Bagas yang sedang di ranjang Rumah Sakit dengan posisi duduk.

"Sayang, ini aku, Mella." Suara Mellani tercekat, apa yang dia dapatkan sangat mengerikan. Pandangan Bagas benar-benar kosong dan tak mempunyai jiwa.

"Say ...!"

Mellani mencobanya lagi dan hasilnya tetap sama, tatapan Bagas kosong. Tak ada kehidupan disana, Mellani tak kuasa menahan sedih dan akhirnya memilih keluar dari kamar inap, dia menangis sesenggukan, tubuhnya bersandar di tembok.

"Sayang, ayo kita pulang. Tenangkan dirimu di rumah." Ibu Rosa berkata sambil memapah Mellani yang lemas.  Mellani saat ini sedang lelah hati, lelah pikiran dan raganya juga sangat lelah. Mellani benar-benar ingin pulang.

Sesampainya di rumah, dia kembali merebahkan dirinya di pembaringan.

Saat matanya terpejam, tangannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu.

Mellani yang sudah terbaring akhirnya duduk dan menggambil benda tersebut.

Mata Mellani melotot.

"Apa ini?"

Sebuah kertas hvs yang ditulis dengan tinta merah.

Mellani mencium kertas tersebut dan langsung mual karena sangat amis dan anyir.

"Oh tidak, ini bukan tinta ini darah! Aaa!" Mellani menjerit sangat keras dan melemparkan kertas ke sembarang arah.

Sebuah kertas yang bertuliskan 'IT'S SHOW TIME' dengan darah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status