공유

RENCANA MEMBONGKAR TEROR

"Gimana bisa ada dalam pria di dalam kamar Mbak Trisna?" tanya Rengganis dengan wajah penuh heran.

Joko maupun Wisnu bungkam. Tak satu pun dari mereka yang bisa menjelaskan keanehan akibat dari penemuan benda tersebut.

"Kalian nemu sesuatu?"

Ketiganya sontak menoleh ke arah Bu Tejo yang baru datang. Netra wanita itu langsung fokus menatap dalaman pria di tangan Wisnu.

"Ini ... di mana kalian nemuin?" tanyanya kemudian dengan wajah serius.

"Di tempat pakaian kotor," sahut Wisnu. Dia lalu menunjuk ke arah rak di sebelahnya. "Dalaman ini tepat berada di atas tumpukan baju Mbak Trisna."

Kening Rengganis mengernyit ketika melihat Bu Tejo yang bergegas membuka pintu kamar mandi di dalam Kamar Mbak Trisna.

Sontak saja penciuman Rengganis dihantam oleh aroma yang familiar. Matanya melebar saat mengingat di mana ia bertemu dengan bau itu pertama kali.

"Aroma ini ... aroma yang sama di kamar mandiku beberapa hari yang lalu," bebernya.

"Kamu yakin?" sahut Joko memastikan.

Rengganis mengangguk membenarkan. "Seratus persen yakin."

"Ini jelas aroma pria, gimana bisa aroma itu bersemayam di dalam kamar mandimu dan Mbak Trisna?" Wisnu menimpali. Ia menggeleng kecil dengan wajah penuh tanda tanya.

"Kamu ada pake wewangian cowok gitu, ndak?" tanya Bu Tejo melirik Rengganis.

"Ndak, Bu. Bahkan aku sendiri jarang banget pake parfum gitu. Aku pun sendiri heran gimana bisa aroma cowok tiba-tiba ada di kamar mandiku," terangnya.

"Coba tanya Mbak Trisna deh, barangkali dia memang pake wewangian cowok. Dan mungkin juga dalaman ini punya pacarnya yang pernah nginap ke sini," ujar Wisnu.

Penuturan Wisnu langsung diberi gelengan oleh Bu Tejo.

"Setahu saya Mbak Trisna itu ndak punya pacar. Kalau pun punya, saya pasti tahu dari CCTV yang selalu saya pantau setiap hari. Dan juga, peraturan di kos saya itu melarang kalian untuk membawa pacar tinggal sekamar," katanya meluruskan.

Rengganis mengamati kembali model dalaman itu. Dari mereknya bisa ia tahu bahwa dalaman tersebut memiliki harga yang cukup mahal.

Sehingga Mbak Trisna tidak mungkin menggunakan dalaman itu yang mana dari bentuknya saja sudah menunjukkan identitas seorang pria.

"Dalaman ini ndak bakal muncul dengan sendirinya kalau ndak ada yang punya. Kalau dari sudut pandang saya sendiri ... bisa jadi ada orang lain yang memang memakai kamar mandi Mbak Trisna dan juga kamar mandi kamu, Rengganis." Joko menyahuti setelah lama merenung.

"Maksud kamu ... aku dan Mbak Trisna ndak tinggal di kamar sendirian?" tanya Rengganis memastikan dugaannya.

Joko mengangguk membetulkan.

"Kemungkinan, orang yang menempati kamar kalian adalah orang yang sama," tebaknya.

Rengganis mematung di tempat. Dia menggigiti bibir bagian dalamnya sesaat sugesti negatif kembali berkeliaran di dalam pikirannya.

"Dilihat dari aroma yang kamu klaim barusan sama dengan aroma yang pernah kamu ketemu di kamar mandi kamu, aku juga memiliki pemikiran yang sama dengan Joko," sahut Wisnu.

Fokus Rengganis sesaat teralih ketika Bu Tejo terus menatap ke arah plafon.

"Bu ... ada apa?" tanyanya menghalau rasa penasaran.

"Saya jadi mikir ... apa mungkin semua kejadian aneh yang akhir-akhir ini sering terjadi di dalam kos adalah ulah dari teror seseorang?" duga Bu Tejo kini menatap ketiga penghuni indekosnya dengan tampang serius.

Rengganis maupun Joko dan Wisnu tak berkutik. Mereka kalut dengan pemikiran mereka masing-masing.

Apa pun itu, sampai saat ini semuanya masih sangat abu-abu.

***

Rengganis menatap cemas ke arah plafon kamarnya. Posisinya sekarang sedang tidur telentang. Tak akan ia biarkan matanya terpejam sebelum rencana yang telah diusung siang tadi benar-benar terjawab.

Bu Tejo beserta penghuni kos lainnya memutuskan mengulik kembali teror yang sering mereka dapati setiap tengah malam.

Dan salah satu rencana Rengganis adalah tidak tidur sebelum si peneror itu kembali melakukan aksinya.

"Sumpah, jantungku udah ndak aman," cicit Rengganis gelisah.

Ia mengubah posisinya menjadi duduk. Dipandanginya terus gagang pintu kamarnya. Meski ketakukan lebih menguasai, namun rasa penasaran Rengganis tidak mau kalah.

Tiba-tiba tubuh Rengganis meremang tanpa sebab. Padahal dia tidak sedang menyalakan AC. Tetapi entah mengapa rasa dingin itu menembus kulit terdalamnya.

Tubuhnya semakin membeku ketika menangkap sebuah siluet dari bawah celah pintu. Ia meremas selimutnya kuat saat menyadari bayangan itu berhenti tepat di depan kamarnya.

"Dia ... datang lagi," gumam Rengganis kini dengan suara gemetar menahan takut.

Rengganis meraih ponselnya. Ia menekan tombol perekam suara dari grup penghuni indekos, lalu mulai mengucapkan kalimat dengan nada menggelegut.

"D-dia ada di depan kamarku."

Mata Rengganis melotot ketika gagang pintu kamarnya kembali dipaksa buka. Ponselnya lepas begitu saja dari genggamannya. Ia mati-matian menutup telinganya menghalau suara mengerikan itu.

"Rengganis buka! Ini kami penghuni kos!"

Gadis itu terdiam dengan wajah penuh tegang. Ia beranjak dari kasur dan segera membuka pintu kamarnya.

Tungkainya terasa lemas ketika mendapati Bu Tejo dan yang lain sedang berdiri di depan kamarnya dengan wajah khawatir.

Rengganis sontak ambruk hingga punggungnya mengenai badan pintu. Napas gadis itu memburu masih merasakan sensasi menakutkan yang baru dia alami.

"Ndak apa, Nduk. Tenang, kami semua ada di sini," ucap Bu Tejo mendekap tubuh Rengganis yang saat ini bergetar hebat menumpah isak tangis.

"Setelah kamu ngirim rekaman suara itu, kami langsung ke sini. Dan tidak ada seorang pun di depan kamar kamu," ucap Joko sesaat melihat gadis itu mulai sedikit tenang.

Rengganis menggeleng kuat. "Dia datang. Aku melihat jelas bayangannya di bawah pintu aku."

Hening. Rengganis masih berusaha menenangkan dirinya. Namun ketika matanya tak sengaja menyorot arah dapur, detik itu juga napasnya kembali tercekat.

Satu tangannya mendadak terangkat naik menunjuk tepat ke arah dapur.

"Bayangannya ... ada bayangan lewat di sana!"

Bersambung...

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status