Share

MENGUAK KEANEHAN DI BALIK KAMAR MBAK TRISNA

"Loh, Nduk? Ada apa dengan lehermu, kok memar begini?" tanya Bu Tejo ketika berpapasan dengan Rengganis yang baru keluar kamar.

Rengganis tak berkutik. Ia meraba pelan lehernya, sedikit meringis merasakan perih yang berasal dari lebam merah tersebut.

"Ndak tau, Bu. Pagi-pagi tadi aku juga kaget bangun langsung dapat luka ini di leherku," terangnya.

Guratan tipis tergambar jelas dari wajah Bu Tejo. Ia kemudian mengamati memar itu lebih dekat. Rengganis semakin resah ketika menyadari ekspresi Bu Tejo berubah aneh.

"Kenapa ya, Bu?" tanyanya penasaran.

"Ini bekas cupang, Nduk," beber Bu Tejo dengan wajah syok.

Rengganis tersentak. Berulang kali matanya mengerjap masih berusaha mencerna perkataan Bu Tejo.

"Cu-cupang?" Rengganis masih tak percaya, untuk memastikan ia kembali masuk ke dalam kamar dan mengamati ulang memar tersebut.

"Nggak mungkin, Bu. Gimana bisa tiba-tiba ada cupang di leher aku? Sementara semalam aja aku hanya tidur sendiri." Rengganis menggeleng kecil dengan sebelah alis tertaut heran.

"Kamu yakin? Jendela sama pintu kamu kunci semua, 'kan?" tanya Bu Tejo.

Rengganis mengangguk cepat. Ia bisa memastikan pintu dan jendela dalam keadaan terkunci semalam.

"Iya, Bu. Setiap malam pun aku selalu kunci semuanya," cetusnya.

Beberapa saat, mereka mendengar suara bising dari arah depan indekos. Rengganis maupun Bu Tejo bergegas beranjak keluar.

Sesaat Rengganis menghela napas lega. Ia tersenyum tipis ketika mendapati sosok Mbak Trisna yang baru turun dari mobil.

Wanita itu akhirnya diperbolehkan pulang.

"Assalamualaikum," ucap Joko lebih dulu meraih tangan Bu Tejo yang disusul oleh Wisnu di belakangnya.

"Waalaikumsalam, Nduk," balas Bu Tejo.

Rengganis lalu menyusul Mbak Trisna yang sedang menenteng tas berisikan pakaian. Ia berinisiatif lebih dulu meraih benda itu hingga berpindah ke tangannya.

"Biar saya bawain aja, Mbak," tukasnya terkekeh kecil.

Mbak Trisna hanya tersenyum. Rengganis bisa melihat jelas wajah wanita itu yang pucat pasi. Meski ingin bertanya lebih banyak, namun Rengganis memilih urung melakukannya.

Ketika Joko hendak meraih gagang pintu kamar Mbak Trisna, lebih dulu Bu Tejo melerainya.

"Jangan, Nduk!" seru wanita itu.

Joko mengernyit heran. "Kenapa?" tanyanya.

"Semalam ada kejadian aneh. Muncul suara seseorang seperti sedang mengetik dari dalam kamar Mbak Trisna. Untuk sekarang, lebih baik Mbak Trisna tidur di kamar saya saja," usul Bu Tejo.

Rengganis tak sengaja menangkap wajah Mbak Trisna yang berubah pucat. Kali ini dua kali lipat pucat dari pada sebelumnya. Hal itu sontak membuat Rengganis bertanya-tanya.

"Mbak? Mbak kenapa?" tanyanya menebas rasa penasaran.

Mbak Trisna hanya menggeleng singkat sebagai jawaban. Bukannya lega, Rengganis semakin dirundung oleh kecurigaan yang membuncah.

"Yasudah, biar saya saja yang anterin Mbak Trisna ke kamar." Bu Tejo meraih punggung wanita itu. Keduanya lalu beranjak menuju kamar paling belakang.

Kini hanya Rengganis dan kedua penghuni lainnya di tempat itu. Ia mengerjap sejenak merasakan kecanggungan yang menyelimuti sekitar.

"Kemarin malam apa aja yang terjadi?" kicau Joko tiba-tiba memecah kesunyian.

Rengganis sontak menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia lalu berdehem sebentar.

"Ada suara orang sedang mengetik dari dalam kamar Mbak Trisna. Paling anehnya lagi ada yang maksa buka kamar aku dari luar. Pas pagi dicek, ngga ada tanda orang abis ngebobol pintu utama. Kalau memang nggak dibobol, terus gimana bisa orang itu maksa buat buka kamar aku? Logikanya kalau ingin ke kamar aku, dia harus lebih dulu masuk dari pintu utama. Masalahnya ini nggak," jelas Rengganis panjang lebar.

Wisnu mendekat ke arah pintu kamar Rengganis di sebelahnya. Lelaki itu meraih gagang dan membukanya. Berulang kali ia melakukan hal yang sama hingga membuat Rengganis mengernyit heran.

"Itu saja?" sahut Wisnu kemudian meliriknya dengan tampang yang terkesan aneh di mata Rengganis.

Rengganis menggeleng pelan menghalau pikiran negatif yang hinggap di dalam benaknya.

"Itu ... paginya Bu Tejo nemuin kertas yang ditulis dengan darah manusia di depan pintu kamar aku," terangnya.

"Apa isinya?" tanya Joko.

"Kamu selanjutnya," jawab Rengganis cepat. Ia memejam mata kuat ketika merasakan kepalanya kembali berdenyut.

"Saat ini yang bisa mastiin semua kejanggalan yang terjadi itu hanya CCTV." Wisnu melirik ke arah dua kamera yang terpasang di atas plafon. "Sialnya, semua CCTV di kos ini rusak total."

"Aku sama Bu Tejo juga sempat nemu bercak darah bentuk telapak tangan di dinding sebelah kamarku," imbuh Rengganis.

Gadis itu menunjuk kilas tempat yang ia maksud dengan dagunya. "Sekarang udah hilang karena Bu Tejo udah bersihin."

"Kita ndak bakal tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum lebih dulu ketemu dalang masalahnya," celetuk Joko melangkah mendekati kamar Mbak Trisna.

Rengganis menelan ludah kasar kala lelaki itu memberi isyarat kepada Wisnu untuk membuka kamar Mbak Trisna.

"Ayo periksa isinya," titah Joko kemudian.

Rengganis tersentak saat keduanya berhasil membuka kamar tersebut. Sontak saja napas Rengganis memburu merasakan aura gelap yang keluar dari dalam kamar Mbak Trisna.

Ia memejam mata kuat saat tak mendapati sosok Joko dan Wisnu lagi di depannya. Keduanya sudah melenggang masuk, sementara Rengganis masih bimbang apakah akan memilih untuk memeriksa apa tidak.

Namun akhirnya ia tetap memilih untuk menebas rasa penasarannya. Ucapan Joko benar adanya. Jika tidak mau diusik lebih jauh, maka harus lebih dulu ketemu pemicunya.

"Tidak ada apa-apa di sini." Wisnu tidak menemukan sesuatu yang janggal dari atas meja di mana komputer milik Mbak Trisna berada.

"Ini perasaan aku aja apa gimana ya? Kok rasanya kayak sesak gitu," lontar Rengganis yang langsung memegangi dadanya.

"Bukan kamu aja, aku juga ngerasain hal yang sama. Memang ndak ada apa pun di sini, tetapi auranya memang tidak mengenakan," sahut Joko.

"Kondisi jendela juga tidak ada yang janggal, ndak ada tanda kebobolan juga. Semuanya rapi seperti tidak terjadi apa pun di sini." Wisnu kembali bereaksi.

"Tapi kemarin malam itu jelas banget. Aku yakin kalian yang ada di dalam kamar juga bisa dengar. Pokoknya yang dia lakuin persis yang kayak Mbak Trisna suka lakuin tengah malam. Ngetik di komputer gitu sampe bunyi ketikannya bisa kedengaran dari luar," ucap Rengganis kembali meyakinkan peristiwa tempo hari.

"Yaudah begini aja. Tunggu malam deh kita liatin apakah kejadian itu bakal keulang lagi atau ndak. Kalau ndak keulang pun, pasti ada kejanggalan lainnya jika memang dugaan aku benar kalau kos ini lagi diteror sama seseorang," celetuk Joko.

Perkataan lelaki itu sontak menarik atensi Rengganis.

"Diteror seseorang? Gimana bisa kamu berasumsi kalau kos ini lagi diteror?" tanya Rengganis dengan sebelah alis terangkat.

"Dari semua kejadian aneh di dalam indekos ini. Suara aneh, pintu dipaksa buka, secarik kertas dengan tulisan darah, bercak tangan." Joko menjeda kalimatnya, lalu jari telunjuknya terangkat meraba leher. "Sama tanda memar di leher kamu."

Sejenak gadis itu terperanjat, ia langsung menutupi cupang di lehernya dengan sebelah tangan.

"Dan rupanya kamar ini memang menyimpan kejanggalan," sahut Wisnu tiba-tiba mengalihkan perhatian Joko dan Rengganis.

Mata gadis itu melotot lebar saat melihat benda di tangan Wisnu.

"Itu ... dalaman pria?"

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status