Home / Horor / TEROR KOS BU TEJO / MENGUAK KEANEHAN DI BALIK KAMAR MBAK TRISNA

Share

MENGUAK KEANEHAN DI BALIK KAMAR MBAK TRISNA

Author: Kabut malam
last update Huling Na-update: 2023-08-19 23:41:25

"Loh, Nduk? Ada apa dengan lehermu, kok memar begini?" tanya Bu Tejo ketika berpapasan dengan Rengganis yang baru keluar kamar.

Rengganis tak berkutik. Ia meraba pelan lehernya, sedikit meringis merasakan perih yang berasal dari lebam merah tersebut.

"Ndak tau, Bu. Pagi-pagi tadi aku juga kaget bangun langsung dapat luka ini di leherku," terangnya.

Guratan tipis tergambar jelas dari wajah Bu Tejo. Ia kemudian mengamati memar itu lebih dekat. Rengganis semakin resah ketika menyadari ekspresi Bu Tejo berubah aneh.

"Kenapa ya, Bu?" tanyanya penasaran.

"Ini bekas cupang, Nduk," beber Bu Tejo dengan wajah syok.

Rengganis tersentak. Berulang kali matanya mengerjap masih berusaha mencerna perkataan Bu Tejo.

"Cu-cupang?" Rengganis masih tak percaya, untuk memastikan ia kembali masuk ke dalam kamar dan mengamati ulang memar tersebut.

"Nggak mungkin, Bu. Gimana bisa tiba-tiba ada cupang di leher aku? Sementara semalam aja aku hanya tidur sendiri." Rengganis menggeleng kecil dengan sebelah alis tertaut heran.

"Kamu yakin? Jendela sama pintu kamu kunci semua, 'kan?" tanya Bu Tejo.

Rengganis mengangguk cepat. Ia bisa memastikan pintu dan jendela dalam keadaan terkunci semalam.

"Iya, Bu. Setiap malam pun aku selalu kunci semuanya," cetusnya.

Beberapa saat, mereka mendengar suara bising dari arah depan indekos. Rengganis maupun Bu Tejo bergegas beranjak keluar.

Sesaat Rengganis menghela napas lega. Ia tersenyum tipis ketika mendapati sosok Mbak Trisna yang baru turun dari mobil.

Wanita itu akhirnya diperbolehkan pulang.

"Assalamualaikum," ucap Joko lebih dulu meraih tangan Bu Tejo yang disusul oleh Wisnu di belakangnya.

"Waalaikumsalam, Nduk," balas Bu Tejo.

Rengganis lalu menyusul Mbak Trisna yang sedang menenteng tas berisikan pakaian. Ia berinisiatif lebih dulu meraih benda itu hingga berpindah ke tangannya.

"Biar saya bawain aja, Mbak," tukasnya terkekeh kecil.

Mbak Trisna hanya tersenyum. Rengganis bisa melihat jelas wajah wanita itu yang pucat pasi. Meski ingin bertanya lebih banyak, namun Rengganis memilih urung melakukannya.

Ketika Joko hendak meraih gagang pintu kamar Mbak Trisna, lebih dulu Bu Tejo melerainya.

"Jangan, Nduk!" seru wanita itu.

Joko mengernyit heran. "Kenapa?" tanyanya.

"Semalam ada kejadian aneh. Muncul suara seseorang seperti sedang mengetik dari dalam kamar Mbak Trisna. Untuk sekarang, lebih baik Mbak Trisna tidur di kamar saya saja," usul Bu Tejo.

Rengganis tak sengaja menangkap wajah Mbak Trisna yang berubah pucat. Kali ini dua kali lipat pucat dari pada sebelumnya. Hal itu sontak membuat Rengganis bertanya-tanya.

"Mbak? Mbak kenapa?" tanyanya menebas rasa penasaran.

Mbak Trisna hanya menggeleng singkat sebagai jawaban. Bukannya lega, Rengganis semakin dirundung oleh kecurigaan yang membuncah.

"Yasudah, biar saya saja yang anterin Mbak Trisna ke kamar." Bu Tejo meraih punggung wanita itu. Keduanya lalu beranjak menuju kamar paling belakang.

Kini hanya Rengganis dan kedua penghuni lainnya di tempat itu. Ia mengerjap sejenak merasakan kecanggungan yang menyelimuti sekitar.

"Kemarin malam apa aja yang terjadi?" kicau Joko tiba-tiba memecah kesunyian.

Rengganis sontak menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia lalu berdehem sebentar.

"Ada suara orang sedang mengetik dari dalam kamar Mbak Trisna. Paling anehnya lagi ada yang maksa buka kamar aku dari luar. Pas pagi dicek, ngga ada tanda orang abis ngebobol pintu utama. Kalau memang nggak dibobol, terus gimana bisa orang itu maksa buat buka kamar aku? Logikanya kalau ingin ke kamar aku, dia harus lebih dulu masuk dari pintu utama. Masalahnya ini nggak," jelas Rengganis panjang lebar.

Wisnu mendekat ke arah pintu kamar Rengganis di sebelahnya. Lelaki itu meraih gagang dan membukanya. Berulang kali ia melakukan hal yang sama hingga membuat Rengganis mengernyit heran.

"Itu saja?" sahut Wisnu kemudian meliriknya dengan tampang yang terkesan aneh di mata Rengganis.

Rengganis menggeleng pelan menghalau pikiran negatif yang hinggap di dalam benaknya.

"Itu ... paginya Bu Tejo nemuin kertas yang ditulis dengan darah manusia di depan pintu kamar aku," terangnya.

"Apa isinya?" tanya Joko.

"Kamu selanjutnya," jawab Rengganis cepat. Ia memejam mata kuat ketika merasakan kepalanya kembali berdenyut.

"Saat ini yang bisa mastiin semua kejanggalan yang terjadi itu hanya CCTV." Wisnu melirik ke arah dua kamera yang terpasang di atas plafon. "Sialnya, semua CCTV di kos ini rusak total."

"Aku sama Bu Tejo juga sempat nemu bercak darah bentuk telapak tangan di dinding sebelah kamarku," imbuh Rengganis.

Gadis itu menunjuk kilas tempat yang ia maksud dengan dagunya. "Sekarang udah hilang karena Bu Tejo udah bersihin."

"Kita ndak bakal tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum lebih dulu ketemu dalang masalahnya," celetuk Joko melangkah mendekati kamar Mbak Trisna.

Rengganis menelan ludah kasar kala lelaki itu memberi isyarat kepada Wisnu untuk membuka kamar Mbak Trisna.

"Ayo periksa isinya," titah Joko kemudian.

Rengganis tersentak saat keduanya berhasil membuka kamar tersebut. Sontak saja napas Rengganis memburu merasakan aura gelap yang keluar dari dalam kamar Mbak Trisna.

Ia memejam mata kuat saat tak mendapati sosok Joko dan Wisnu lagi di depannya. Keduanya sudah melenggang masuk, sementara Rengganis masih bimbang apakah akan memilih untuk memeriksa apa tidak.

Namun akhirnya ia tetap memilih untuk menebas rasa penasarannya. Ucapan Joko benar adanya. Jika tidak mau diusik lebih jauh, maka harus lebih dulu ketemu pemicunya.

"Tidak ada apa-apa di sini." Wisnu tidak menemukan sesuatu yang janggal dari atas meja di mana komputer milik Mbak Trisna berada.

"Ini perasaan aku aja apa gimana ya? Kok rasanya kayak sesak gitu," lontar Rengganis yang langsung memegangi dadanya.

"Bukan kamu aja, aku juga ngerasain hal yang sama. Memang ndak ada apa pun di sini, tetapi auranya memang tidak mengenakan," sahut Joko.

"Kondisi jendela juga tidak ada yang janggal, ndak ada tanda kebobolan juga. Semuanya rapi seperti tidak terjadi apa pun di sini." Wisnu kembali bereaksi.

"Tapi kemarin malam itu jelas banget. Aku yakin kalian yang ada di dalam kamar juga bisa dengar. Pokoknya yang dia lakuin persis yang kayak Mbak Trisna suka lakuin tengah malam. Ngetik di komputer gitu sampe bunyi ketikannya bisa kedengaran dari luar," ucap Rengganis kembali meyakinkan peristiwa tempo hari.

"Yaudah begini aja. Tunggu malam deh kita liatin apakah kejadian itu bakal keulang lagi atau ndak. Kalau ndak keulang pun, pasti ada kejanggalan lainnya jika memang dugaan aku benar kalau kos ini lagi diteror sama seseorang," celetuk Joko.

Perkataan lelaki itu sontak menarik atensi Rengganis.

"Diteror seseorang? Gimana bisa kamu berasumsi kalau kos ini lagi diteror?" tanya Rengganis dengan sebelah alis terangkat.

"Dari semua kejadian aneh di dalam indekos ini. Suara aneh, pintu dipaksa buka, secarik kertas dengan tulisan darah, bercak tangan." Joko menjeda kalimatnya, lalu jari telunjuknya terangkat meraba leher. "Sama tanda memar di leher kamu."

Sejenak gadis itu terperanjat, ia langsung menutupi cupang di lehernya dengan sebelah tangan.

"Dan rupanya kamar ini memang menyimpan kejanggalan," sahut Wisnu tiba-tiba mengalihkan perhatian Joko dan Rengganis.

Mata gadis itu melotot lebar saat melihat benda di tangan Wisnu.

"Itu ... dalaman pria?"

Bersambung...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • TEROR KOS BU TEJO   MENGUNGKAP TABIAT JOKO

    "Eh, coba kamu lihat deh Nu, Joko punya kunci gerbang Banu?" tanya Rengganis setelah mengamati gelagat aneh Joko di seberang jalan. Wisnu mengernyir dahi. Seumur mengenal Joko, baru kali ini ia dapati sikap lelaki itu yang aneh dan janggal. "Iya ... dia punya kuncinya," celetuk Wisnu setelah Joko berhasil membuka gerbang rumah Banu. Sementara Rengganis sudah kehabisan kata-kata. Ponselnya lantas terangkat untuk memotret aksi Joko di sana. "Nis dia udah masuk, sebenarnya tuh orang bikin apa sih? Kenapa kuncinya bisa ada sama dia?" heran Wisnu. Tanpa memberi jawaban, Rengganis buru-buru melenggang ke arah rumah Banu, membuat Wisnu berdecak dan merutuki gadis itu. "Tungguin aku, Nis!" pekik Joko dengan perasaan resah. Rengganis berjalan jinjit di depan gerbang Banu. Matanya mengintip dan menerobos masuk ke dalam pekarangan rumah milik almarhum. Di sana cukup lenggang, Rengganis tak mendapati keberadaan Joko. Lalu, ke mana dia? "Dia ndak ada, Nu," adu Rengganis dengan netra melir

  • TEROR KOS BU TEJO   JOKO DAN GELAGAT ANEHNYA

    Malam hari, seperti biasa Bu Tejo serta penghuni kos mengadakan kumpul bersama di ruang tengah rumah Mbak Arini. Mereka berbincang satu sama lain dan membagikan pengalaman selama seharian ini. "Tadi ibu dikabarin pihak kepolisian, katanya besok atau lusa kita udah bisa kembali ke kos, berhubung tempat itu udah disterilkan," info Bu Tejo kepada anak kosnya. Rengganis menghela napas lega. Ia mengelus dadanya pelan sebab merasakan titik ketenangan di dalam jiwanya. Selama seminggu ini hatinya masih bergejolak, ia tak bisa melupakan insiden terbunuhnya Banu begitu saja. "Syukurlah, Buk. Tapi tetap aja kita semua ndak bisa lengah gitu aja. Pembunuh korban sampai detik ini belum kunjung juga ditemukan," sahut Mbak Trisna. "Bener, saya juga was-was kalau ibu dan yang lain harus kembali ke kos lagi. Takut terjadi sesuatu lagi yang tak bisa kita bayangkan," timpal Mbak Arini. Bu Tejo mengelus pelan punggung tangan anaknya, bermaksud menenangkan kegelisahan yang menyerang di dalam jiwanya

  • TEROR KOS BU TEJO   MATA TERUS MEMANDANG KE ARAH KAMI

    Keadaan mendadak hening sesaat Riko membeberkan peristiwa di apartemennya. Begitu pun dengan Rengganis yang membisu dan tak mampu berucap. Rengganis merasa semua kejadian yang terjadi di sekitarnya makin tak bisa diterima oleh akal sehatnya. Belum saja kasus Banu selesai, kasus Riko malah ikut muncul ke permukaan dan sukses membuatnya pusing. "Apa yang bakal kamu lakuin sekarang? Ngelaporin kejadian ini ke kepolisian? Saranku kayaknya itu udah cara yang paling aman deh, Ko," ujar Rengganis. Riko ikut mengangguk menyetujui saran Rengganis. Ia juga dari awal sudah memikirkan akan melaporkan tindakan orang yang menerornya kepada polisi. "Aku ada kenalan polisi dan udah cerita-cerita juga ke dia soal ini. Doain aja ya Nis, semoga kasus dan pelaku ditangkap tuntas," cetus Riko penuh harapan besar. Rengganis turut mengangguk, ia menepuk pundak Riko pelan bermaksud memberinya kekuatan dan tetap tegar. "Kamu gimana?" tanya Riko setelah beberapa saat hening. Rengganis mengernyit dahi, i

  • TEROR KOS BU TEJO   ADA PENYUSUP DI APARTEMEN RIKO

    Dua minggu lamanya Rengganis dan penghuni kos menetap di rumah Mbak Arini, besok hari mereka semua dipastikan untuk kembali menetap di kos Bu Tejo. Namun yang membuat terkejut ialah kasus Banu terpaksa harus ditutup karena sampai detik ini belum juga ditemukan dalang pasti pembunuh korban. Dan mengenai bukti besar di rumah Banu, Rengganis mendapati kabar dari pihak kepolisian barang-barang tersebut telah diamankan. "Huft," helah Rengganis membuang napas pelan. Ia meraih ranselnya dan beranjak keluar pintu. Di saat itu ia berpapasan dengan Bu Tejo yang sedang menggenggam kantung plastik berisi sayur di tangannya. "Eh, Nduk? Udah mau ke kampus?" tanya Bu Tejo menghentikan langkah Rengganis. Gadis itu mengangguk membenarkan. "Itu temenmu di depan kayaknya udah dari tadi nungguin kamu," cetus Bu Tejo. Sebelah alis Rengganis tertaut menampilkan raut wajah heran. Ia menerka siapa gerangan orang yang sedang menunggunya, mengingat ia tak membuat janji dengan siapa pun pagi ini. "Siap

  • TEROR KOS BU TEJO   SOSOK BERPAKAIAN SERBA HITAM YANG TERTANGKAP CCTV

    Rengganis melenguh pelan. Tidurnya terganggu tatkala mendengar suara pintu diketuk seseorang dari luar. Ia lalu melirik jam dindingnya sebentar, kemudian menyadari bahwa pagi telah menyapa. "Tunggu, bentar aku bukain," cetusnya segera bangkit dari atas kasur. Rengganis meraih gagang pintu dan mendapati sosok Wisnu dan Joko yang sedang menunggu di luar kamar. Sebelah alis Rengganis tertaut heran menatap kedua lelaki dengan raut wajah tegang di depannya. "Ada apa?" tanya Rengganis heran. Sejanak suasana mendadak hening. Rengganis termangu memandang kedua sosok itu hanya membisu dan saling melempar tatapan. "Ada apa sih?" tanyanya lagi masih tidak mengerti dengan situasi saat itu. "Gagang pintu depan rumah Mbak Arini patah, Nis," beber Joko kemudian. Kening Rengganis semakin berkerut mendapati informasi barusan. "Patah? Kok bisa?" tanyanya balik. "Gagang pintu luar doang yang patah, semalam padahal sebelum aku kunci pintunya masih normal," cetus Wisnu. "Semalam kamu ada tamu n

  • TEROR KOS BU TEJO   ORANG ASING TENGAH MALAM DI RUMAH MBAK ARINI

    Rengganis sampai di rumah anak Bu Tejo sekitar pukul tujuh malam. Setelah mata kuliahnya selesai jam lima sore, ia langsung ke rumah temannya untuk kerja kelompok. Gadis itu menghela napas berat ketika berhasil menginjaki kaki di teras sebuah rumah sederhana. Dari tempatnya, ia bisa melihat anak Bu Tejo—Arini sedang berkutat dengan laptop miliknya di ruang tamu. "Assalamualaikum," ucap Rengganis mengulas senyum tipis ketika tatapannya bertemu dengan wanita tersebut. "Waalaikumsalam, Nis. Kok kamu baru balik?" tanya Mbak Arini seraya melepas kacamatanya. Rengganis beranjak duduk di sofa sebelah Mbak Arini. Ia melepas ranselnya dan membalasi pertanyaan Mbak Arini. "Abis kerja kelompok nih." Pandangan gadis itu lalu melirik ke sekitar. "Ini yang lain pada ke mana, Mbak? Ndak biasa sepi kayak gini," herannya mengerutkan dahi. "Oh, kalau Ibu lagi ada kajian di rumah Bu RT, kalau Joko belum balik, Wisnu tadi baru pulang dan mungkin lagi di kamarnya," jawab Mbak Arini. Rengganis nampa

  • TEROR KOS BU TEJO   PESAN RIKO

    Rengganis sampai di kampus dengan helaan napas berat. Semalam tidurnya tidak banyak karena harus membantu investigasi pihak kepolisian. Berakhir gadis itu datang kuliah sembari menguap napas kurang tidur. Ia menoleh saat menyadari seseorang datang dan menepuk pundaknya pelan. Rengganis terparanjat kaget dan refleks berbalik melihat gerangan. "Kok lesu gitu sih?" tegur Rico menyapa. Rengganis spontan meninju perut Riko pelan seraya mendengus pelan. "Ngagetin ih, aku ini kurang tidur makanya modelnya kayak gini," curhatnya. "Kenapa ndak izin aja dulu? Hati-hati loh kalau kurang istirahat, bisa sakit ntar lama-lama," respons Riko. Rengganis berdecak. "Ndak parah kok. Ya meskipun tidur cuman dua jam doang, yang penting tidur sih," celetuknya. Riko hanya menggeleng pelan melihat gadis itu. Ia kemudian mengarahkan Rengganis untuk duduk sebentar di salah satu kursi tunggu. "Jadi gimana? Udah ada titik terang belum soal kasus kematian di indekosmu?" tanya Riko memulai topik pembicaraa

  • TEROR KOS BU TEJO   PENCARIAN CCTV

    "Rengganis, satu kamar ini full dengan foto wajahmu," tutur Joko yang ikut terkejut menatap mahakarya itu di samping Rengganis. Rengganis bungkam, mulutnya keluh dan suaranya hanya tertahan di kerongkongan. Tiba-tiba jantungnya berpacu cepat bersamaan dengan dadanya yang ikut sesak. "Kenapa bisa ... foto-fotoku semua terpampang di seluruh dinding kamar ini?" herannya masih tak mengerti. Rasanya Rengganis ingin menangis sejadi-jadinya. Ia takut dan cemas di saat yang bersamaan. Sementara foto-foto tersebut di jepret ketika Rengganis sedang melakukan sesuatu akhir-akhir ini. Yang berarti si pelaku sering mengikutinya diam-diam dan mengambil gambar dengan sembunyi-sembunyi. Joko beranjak mengamati satu foto yang sukses mencuri perhatiannya. Berlatar tidak asing dengan Rengganis yang sedang duduk di meja belajar. Gambar tersebut diambil dari sisi belakang gadis itu, sehingga hanya memperlihatkan punggung Rengganis saja. "Nis, coba perhatiin foto ini. Bukannya ini di kamarmu?" tanya

  • TEROR KOS BU TEJO   PINTU KAMAR DENGAN DESAIN BESI

    Rengganis terdiam dengan dahi mengernyit. Banu suatu waktu pernah menyinggung sedikit tentang rumahnya. Tepatnya ketika pertemuan di gang malam itu. Ia berkata bahwa tempat tinggalnya tidak jauh dari sekitaran gang. Tetapi Rengganis tidak yakin di mana letaknya. "Waktu itu dia pernah bilang kalau tinggal di sekitaran jalan raya depan dan tidak jauh dari gang ini, Pak," cetus Rengganis. "Letaknya? Tidak tahu pastinya di mana?" tanya Gerald. "Sama sekali tidak tahu, Pak. Dia cuman ngomong tinggal di dekat gang ini aja," imbuhnya. Sejenak suasana kembali hening ketika kedua polisi itu sibuk berbisik satu sama lain. Sementara Rengganis dan lelaki di sebelahnya hanya bisa menatap gamang. Lalu menit setelahnya, atensi Rengganis teralih ketika salah seorang polisi lainnya datang dan mengabarkan sesuatu. "Rumahnya udah ketemu, Pak!" serunya kepada Gerald dan Bima. Langsung saja para polisi itu lekas beranjak dari tempatnya. Bima memberi isyarat agar ketiganya juga ikut bersama mereka.

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status