Dani seolah tidak mempunyai dosa dan tanggungan dia mengantarkan Tini ke pasar untuk membeli makanan dan mengambil uang yang dia maksut. Dani berusaha merayu Tini agar membelanjakan uangnya untuk keperluan dirinya sendiri. Dia tidak pernah memikirkan Minah dan kedua anaknya. Sementara itu Tini sangat bahagia bisa keluar dengan Dani kali ini pria itu berdandan sangat rapi. Dia memakai celana dan kaos dengan kerah bermerek. Dia juga memberikan baju dari luar negeri untuk suaminya membuat Dani tambah besar kepala.Hingga sampai di toko baju Dani memilih jaket dan celana yang mahal."Dek ini bagus tidak?" tanya Dani sambil mengambil jaket kulit berwarna coklat. Dia juga mengambil celana dengan model yang banyak kantongnya."Bagus itu Mas. Coba dipakai sama Mas Dani. Pas apa tidak?" tanya Tini sambil memakaikan pada suaminya.Wanita itu tersenyum sumringah ketika melihat suaminya tambah ganteng dan gagah ketika memakai jaket itu. Tubuhnya yang tinggi membuat Dani kelihatan seperti or
Sudah sore aku hanya mengasuh Zaki belum juga memasak. Aku tidak punya uang untuk belanja sementara Mbak Desi pulang membawa makanan yang sudah matang."Dek Minah tadi Deni pulang apa tidak?" tanya Mbak Desi kepadaku."Pulang Mbak, tapi cuma sebentar lalu pergi lagi katanya sih ngurusi kerjaan," kataku."Lho, kamu kok belum masak apa kamu gggak punya uang?" tanya Mbak Desi dengan pandangan yang kurang suka."Uang dari mana to,Mbak. Mas Dani itu seminggu baru pulang terus dia marah enggak punya uang, katanya uangnya masih dibawa oleh mandornya. Saya juga bingung mau makan pakai apa. Tadi ngutang dikasih uang sama Mas Diki 100 ribu sudah habis buat belanja. Buat beli susu sama jajan Arsyad. Dimas malah makan jatah mi Arsyad. Saya harus gimana Mbak?" tanyaku pasrah. Andaikan malam ini Mbak Desi tidak memberiku makan maka aku harus menahannya hingga pagi. "Kamu harus usaha dong,Dek Minah. Jangan diam saja," gerutu Mbak Desi. Mendengar ucapan Mbak Desi mataku langsung menatap
Aku sangat gelisah menunggu kedatangan Mas Dani pulang. Apa benar yang diucapkan anakku Arsyad bahwa Mas Dani pulang ke tempat istri pertamanya. Mendadak dadaku bergemuruh, kepalaku pusing. Rasa cemburu ini memenuhi rongga dadaku. Bagaimana mungkin dia bersenang-senang di sana sementara aku dan kedua anaknya sangat kelaparan dan harus ngutang di warung.Mungkin dia makan enak karena istri pertamanya banyak uang. Mereka bisa membeli apa yang mereka inginkan. Namun apakah dia tidak mengingatku dan kedua anaknya.Aku juga tidak bisa menghubungi suamiku karena dia tidak memberikan ponsel. Jangankan untuk membeli ponsel untuk makan sehari-hari cukup saja, aku sudah bersyukur. Sampai malam sekitar jam satu aku gelisah menunggu kedatangan Mas Dani tapi belum juga pulang. Hingga Dimas keluar dari dalam kamar dan melihat aku sedang menyusui Zaki. Tanpa sadar dia telah memperhatikan buah dadaku yang kuberikan pada Zaku dengan posisi yang miring. Aku terkejut ketika menyadari Dimas tela
Sampai pagi Mas Dani juga belum pulang perasaan campur aduk jadi satu. Sesuai janji Mbak Must padaku akan mengantarkan aku ke rumah Bu Tatik, orang kaya yang mencari tukang cuci gosok. Sengaja aku bangun pagi untuk mencuci piring dan menyelesaikan pekerjaan di rumah Mbak Desi. Semua itu kulakukan karena aku masih menumpang di rumah Mbak Desi. Terpaksa aku mencuci baju Mbak Desi dan Dimas.Setelah itu aku segera mandi dan memandikan Zaki."Dek Minah, hari ini kamu jadi kerja?" tanya Mbak Desi kepadaku."Ya Mbak. Mas Dani tidak pulang aku mau minta uang sama siapa kalau tidak bekerja," jawabku tanpa menoleh kepadanya."Zaki mau kamu titipkan siapa, Dek Minah?" tanya Mbak Desi."Aku sendiri banyak tamu jadi gak bisa menolongmu," ujar Mbak Desi. "Nggak papa Mbak. Aku bisa membawanya kok. Lagian Mbak Mus bilang kalau aku boleh bawa anak yang penting pekerjaanku selesai," ujarku tanpa melihat ke arah kakak iparku. "Oh ya sudah. Baguslah jadi tidak merepotkanku," kata Mbak Desi.Ak
Aku sangat terkejut ketika Pak Dedi menyentuh dan menarik tubuhku.Tanpa sengaja tangannya mendadak menyentuh bagian atas milikku kemudian aku menjerit "Pak!" teriakku segera mengibaskan tangannya. "Maaf tidak sengaja tadi, Minah. Aku hanya memegang tubuhku agar tidak jatuh," kata Pak Dedi memberikan alasan.Aku merasa tangannya mencengkram buah dadaku walau hanya hitungan menit."''Tolong bikin mi segera ya. Aku sangat lapar," kata Pak Dedi mengalihkan pembicaraan."Baik Pak," kataku dengan sedikit gugup. Aku merasa dia melakukannya dengan sengaja. Kulihat Zaki sebentar di lantai ruang tamu Bu Tati. Anakku itu masih tertidur dengan pulas. Segera aku membuatkan mie sesuai yang diminta Pak Dedi. Setelah siap kemudian aku meletakkannya di atas meja. Karena pekerjaanku sudah selesai mencuci, menjemur dan menggosok baju kemudian aku merapikan kembali tempat untuk menggosok. Aku pamit pada Pak Dedi yang duduk di meja makan. "Maaf Pak Dedi karena pekerjaanku sudah selesai Mina
Deni sangat bahagia berkumpul dengan keluarga Tini apalagi istri pertamanya itu baru pulang dari Saudi. Dia bahkan melupakan Minah dan kedua anaknya Arsyad dan Zaki. Padahal Minah menunggu kepulangannya karena sudah tidak mempunyai uang sama sekali."Mas, nanti anterin aku ke pasar ya," kata Tini menggelendot manja pada Dani."Iya,Dek. Kamu mau beli apa?" tanya Dani."Oh aku mau beli gelang lagi nih. Kayaknya kemarin ada gelang keluaran baru," sahut Tini."Terus aku dibeliin apa Dek?" tanya Dani."Ya nanti Mas Dani mau beli apa?" tanya Tini. "Aku beliin jam tangan dong Dek!" punya Dani. "Ya sudah nanti ambil ya Mas ," sahut TiniSetelah itu mereka bersiap untuk pergi ke pasar. Dani memakai celana dan jaket yang kemaren dibelinya. Dia juga memakai sandal merk ternama pemberian majikan Tini dari Arab Saudi.Waktu itu Minah sedang membeli makanan di toko pinggir jalan. Dia memakai kerudung warna hitam dan menundukkan wajahnya. Ketika sudah selesai belanja, Minah pulang dengan berj
Mbak Desi kemudian duduk dan mendekatiku. Aku sudah tidak peduli, sambil mengusap air mata yang terus berjatuhan kukemasi semua bajuku dan baju anak-anak."Dek Minah, apakah tidak dipikirkan lagi kalau mau pergi dari rumah ini? Dek Minah mau tinggal di mana?" tanya Mbak Desi mendadak sangat perhatian padaku."Nggak papa Mbak, aku nanti ngontrak. Aku mau pergi ke Jakarta saja," kataku."Pergi ke Jakarta dengan dua anak? Apakah kamu bisa,Dek?" tanya Mbak Desi memasang muka yang sedih."Insya Allah bisa Mbak. Daripada aku di sini bertemu dengan Mas Dani dan istri tuanya. Mas Dani bahkan melupakan kedua anaknya. Aku tuh gak punya apa-apa Mbak. Justru Mas Dani jalan-jalan dengan wanita itu," ujarku."Sebenarnya aku tuh tidak mau tinggal di sini. Adikku pengen belikan aku rumah tapi karena uangnya dibawa Mas Dani, terpaksa aku tinggal di sini.""Dek, Maafkan Mbak Desi ya. Aku kepengen kamu tetap di sinI. Dani ya begitu itu sifatnya. Sebentar lagi kan Tini pergi berangkat lagi ke luar
“Kamu kan punya anak bayi. Kenapa kamu mau kerja. Waktu itu aku menawari kamu untuk bekerja di luar negeri tapi kamu menolak sekarang kamu menginginkan kerja di luar negeri, apa sebenarnya yang kamu mau?” tanya Mas Dani dengan mata yang mendelik.“Ya, aku tidak mau seperti ini Mas. Aku pengen punya rumah sendiri, pengen punya sesuatu. Lagian kamu juga jarang bekerja,” sahutku membela diri. “Terus anak kamu siapa yang akan merawatnya. Kamu itu masih menjadi istriku loh. Kamu harus nurut sama aku. Aku masih sanggup untuk memberi makan kamu Dek,” tegas Mas Dani. “Buktinya ini aku memberikan kamu uang 500 ribu.” “ Tapi ini uang tidak halal kan Mas?” “Apa maksudmu dengan uang tidak halal. Ini aku bekerja,” jawab Mas Dani dengan melotot. “Iya kamu bekerja tapi kamu nginep di rumah istri pertamamu. Kata kamu sudah tidak cinta dengan Tini tapi nyatanya kamu tidur di sana. Makan dan sebagainya pasti ini uang pemberian dari wanita itu kan? Kata kamu memilihku mengapa kamu masih bal