"Mendadak kau memanggilku Pak. Kenapa?" bisiknya dingin. Rachel semakin menegang dan ketakutan. Nafas beraroma mint pria ini menerpa kulit pipinya-- memberikan sensasi dingin yang menembus hingga ke dalam kulit pipi Rachel. "Tidak tahu. Dan-- tolong biarkan aku keluar, Pak--Mas Kaivan," cicit Rachel, menoleh sejenak ke belakang dan bergerak tak nyaman -- dengan pelan berupaya menolak sentuhan Kaivan di lehernya. Rachel tidak menyukai posisi ini dan dia sangat takut diapa-apai oleh pria tampan berstatus suaminya ini. "Kau boleh keluar." Kaivan berbisik pelan, membuat Rachel kembali merinding disko dan semakin membeku di tempat. Kaivan mengatakan dia boleh keluar. Tetapi kenapa pria ini tak melepas tangannya yang ada di perut Rachel? Ayolah, Rachel benar-benar takut! "Tapi jika kau keluar dari sini, itu sama artinya kau juga keluar dari rumah ini, Ichi," tambah Kaivan, membuat Rachel tertohok dan semakin pucat pias di tempat. "Keluar dari sini, sama saja kau sepakat berhenti menja
Kaivan memasuki kamar dan mendapati jika Rachel masih sibuk di meja belajarnya. Ini sudah jam setengah satu dini hari, dan Rachel-nya masih terjaga. Kaivan berjalan mendekati Rachel, berdiri tepat dibelakang perempuan tersebut dengan menatap ke arah layar laptop. Rachel tengah merevisi skripsinya. "Cik, issss apa lagi yang salah sih?!" Terdengar jika Rachel menggeram marah, bahkan perempuan ini memukul cukup kuat pada papan ketik. Tuk'Kaivan tiba-tiba mengulurkan tangan, menutup laptop istrinya tersebut dan membuat Rachel menoleh kaget bercampur panik ke arahnya. "Tidur," dingin Kaivan, meraih pergelangan tangan Rachel kemudian menyentaknya cukup kuat agar perempuan ini berdiri. "Mas Kaivan, revisiku belum selesai. Besok aku ada jadwal bimbingan jam sepuluh tiga puluh," cicit Rachel, menarik tangannya dari Kaivan dan menolak untuk diajak tidur. "Kau tidak mendengarkan perintahku, Ichi?!" geram Kaivan, memperingati Rachel supaya perempuan ini mendengarnya dan patuh padanya. Rac
Rachel ingin meminta tolong namun mendadak hotel ini terasa angker dan sangat sepi. 'To--tolong selamatkan aku, ya Allah. Ku mohon ….' batin Rachel, berbelok ke sebuah lorong dan …-Rachel membelalakkan mata dengan air muka kaget, tegang bercampur senang. Dia mempercepat larinya dan langsung berhambur dalam pelukan seseorang yang kebetulan muncul di sana. 'Kamu malaikat penelongku, Pak. Dan … terimakasih, Ya Allah.' batin Rachel yang masih memeluk erat tubuh pria tersebut, menenggelamkan wajahnya di dada bidang pria itu sembari memejamkan mata karena takut. "Rachel!" Suara bentakan terdengar dari belakangnya, membuat Rachel semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh besar tersebut. Ketakutan Rachel bercampur aduk, namun lebih dominan adalah takut pada sosok pria yang ia peluk saat ini. "Tuan … Tuan Kaivan." Indra terlihat menampilkan air muka kaget, buru-buru membungkukkan tubuh untuk memberikan hormat pada penguasa di kota ini. Wajahnya menegang dan pucat, juga benar-benar takut
"Ba--baik, Bang Kai."deg'Rachel langsung membekap mulut dan langsung menatap panik ke arah Kaivan. Astaga, Rachel keceplosan. Dia pikir dia mengatakan itu dalam hati saja, kenyataannya dia menyebutnya dengan suara. 'Habislah aku. Haaaaaa ….' batin Rachel yang masih memasang wajah pucat pias dan ketakutan. "Kau bilang apa, Ichi?" Suara dingin Kaivan mengalun. Rachel menggelengkan kepala. "Bilang tidak aku apa-apa," jawabnya gugup, gelagapan dan juga error. Kaivan mengerutkan kening, terus menatap wajah menegangkan istrinya dengan datar namun penuh peringatan. Sejujurnya … ah, Rachel sekarang sangat menggemaskan! Dia imut dengan wajah panik begini. Tuk'Kaivan menyentil kening Rachel, membuat perempuan itu meringis sakit sembari menatap berang bercampur masam ke arah Kaivan. Setelah itu Kaivan menarik tangan Rachel, menarik perempuan itu dari san membawanya ke kamar mereka. ***"Stupid, katakan kenapa kau bisa ke sana?" tanya Kaivan setelah mereka di kamar, di mana Rachel dudu
"Aku tahu kau sudah bangun, Ichi."Perlahan kelopak mata Rachel terangkat dan terbuka, di mana maniknya langsung bersitatap dengan mata elang serta tajam Kaivan. Sempat gagal fokus karena suaminya tersebut tak mengenakan topeng. Ah, Kaivan sangat luar biasa tampan. Cik, sampai sekarang itu membuat Rachel sebenarnya bertanya-tanya kenapa Kaivan menutupi ketampanannya dengan topeng?!'Apa dia gay?' batin Rachel dengan masih menatap lamat pada Kaivan. Terlihat Kaivan juga menatapnya dan memperhatikan detail wajah cantik istrinya. 'Ya kali dia gay tapi melakukan ITU denganku. Mungkin memang gara-gara patah hati deh.'"Kau memikirkan sesuatu, Ichi?" tanya Kaivan, kembali mengelus alis istrinya dengan penuh kasih sayang. Rachel menjawab dengan spontan. "Mas Kaivan Gay yah?" tanya-nya tanpa sadar. Namun setelah dia menyadari pertanyaannya, dia langsung membelalak horor dengan air muka pucat pias dan gugup setengah mati. Ya Allah! Bagaimana bisa Rachel menanyakan hal gila itu?! Semisal p
"Serius, kamu sedang tidak ada masalah kan, Chel?"Rachel menggelengkan kepala, tersenyum tipis ke arah Alsya lalu berakhir menyengir aneh. Karena tak tahu harus pulang kemana, Rachel pada akhirnya memutuskan untuk menginap di kos-an sahabatnya, Alsya. Selanjutnya Rachel belum tahu kemana dia harus pulang dan pergi. Kembali pada orang tuanya, Rachel tak berani. Mamanya baru siuman dan belum sepenuhnya sehat. Keluarganya sedang berbahagia akan hal itu, tak mungkin Rachel merusak kebahagian keluarganya dengan kondisinya sekarang. "Trus kenapa mendadak kamu ke sini sih? Jelas dong bicaranya. Aku khawatir sama kamu, Chel." Alsya mengerutkan kening, menepuk paha Rachel yang duduk di sebelahnya dengan kesal. Dia sejujurnya khawatir kenapa Rachel ke sini. Dia takut telah terjadi sesuatu pada sahabatnya ini. A--apa terjadi sesuatu pada Rachel dan suaminya yah? Karena itu Rachel tiba-tiba datang ke mari. "Besok kan kamu sidang skripsi dengan Denny. Sejujurnya … aku juga ikut. Itu-- aku mil
Semalam Rachel ketiduran dalam mobil, ketika dia bangun hari sudah pagi dan pakaiannya telah berganti. Kaivan tak ada di kamar dan Rachel hanya bisa menelan ludah sendiri karena itu. Namun karena hari ini dia sidang skripsi, Rachel harus keluar rumah lagi. Tapi kali ini dia izin pada Kaivan -- melalui pesan yang dia kirim pada suaminya tersebut. "Tidak ada balasan sama sekali." Rachel menghela nafas dengan perasaan gunda yang melanda. "Dilihat juga tidak. Aku harus gimana?" monolognya sendiri sembari duduk lesu di depan cermin meja rias. Sepuluh menit dia menunggu balasan Kaivan, namun dia sama sekali tak mendapat balasan apapun. Pada akhirnya Rachel memutuskan untuk pergi ke kampusnya. Dia tidak bisa menunggu pesan Kaivan lebih lama lagi. ***"Yeiiii … kita semua lulus!" pekik teman-teman Rachel dengan bahagia. "Kita foto bareng yah."Mereka sama-sama foto bareng, satu angkatan dan satu geng. Mereka lempar bunga bersama, lalu di sesi Poto berikutnya mereka sama-sama pamer tanga
"O--ouh, begitu ya, Yah?" ucap Rachel gelagapan yang saat ini tengah berbicara dengan ayahnya lewat via telpon. Ayahnya mengatakan jika Kaivan dan anak angkat mereka yang tak lain adalah Jake, datang ke rumah sakit untuk menjenguk Mamanya Rachel. Ayahnya sangat bahagia menceritakannya dan katanya Mamanya Rachel juga senang karena dikunjungi oleh menantunya yang baik hati. Tanpa mereka tahu jika pria itu telah mengusir Rachel dari rumahnya. Dan … beberapa bulan lagi Kaivan akan menikah dengan perempuan lain. 'Mungkin Pak Kaivan datang ke rumah sakit untuk berbicara dengan Ayah mengenai perceraian kami. Dan mungkin juga karena melihat kondisi Mama yang baru pulih, Pak Kaivan tidak jadi mengatakan niatannya. Hah, syukurlah kalau begitu.' batin Rachel dengan senyum getir dan mata yang berkaca-kaca. "Oke, Ayah. Rachel tutup telponnya juga. Rachel baru pulang dari kampus, masih capek banget." 'Iya, Nak. Selamat untuk sidang skripsi kamu.'"Makasih, Ayah. Rachel tutup dulu yah. Assalamu