"Kenapa tidak pilih gaun bersama Bayu langsung sih, Dar?"Alana memajukan bibirnya kesal sembari bersidekap di kursi penumpang. Dirinya merasa diculik paksa oleh Adara yang datang- datang langsung menariknya masuk mobil bahkan hingga meninggalkan pekerjaan. Wanita berambut sebahu yang berada dibalik kemudi kini ikut memajukan bibir, "oh, jadi sahabatku ini gak ikhlas nih menemani?" Kini justru Adara menunjukkan gelagat ngambek membuat Alana merasa serba salah. "Bukan begitu, tapi kan biasanya persiapan fitting dengan pasangan, kenapa jadi mengajakku sih sekarang?" dia sedikit memelankan nada bicaranya agar tidak terdengar terlalu ketus pada sahabatnya yang jadi super moody itu.Kembali cemberut, Adara mengembungkan sedikit pipinya sebelum menanggapi pernyataan Alana, "dulu saat kamu dan Arka menikah, bukannya aku dan mama juga yang pilih?"Benar juga ya. Mana pernah Alana sibuk mengurusi pernikahannya dulu, tahunya sudah siap semua dan dia tinggal mengukur dan mencoba hasil akhir s
Adara masih mengerutkan dahinya bingung kala sahabatnya yang tadinya pamit ke toilet dengan tergesa menariknya keluar resto. Ada dua potong ayam yang belum Adara sentuh namun harus dia relakan karena jelas raut Alana yang gusar itu menandakan tak ingin dibantah.Masih mengernyit bingung dibalik setir, setelah menarik dan mengajaknya kembali ke mobil, Alana justru tak menerangkan apapun kepadanya."Al? Kamu lihat setan di toilet?"Alana mendecih pelan saat celetukan Adara mengudara. "Lebih seram daripada itu, Dar!" ujarnya sembari memijit pelan keningnya yang terus berdut sejak tadi. Gadis itu belum mau membongkar insiden yang ia temukan di toilet mengingat bagaimana antusiasnya Adara tadi saat bercerita tentang pernikahan dan bayinya. Dia bingung harus bersikap bagaimana sekarang.Bayu, teman kuliah mereka dahulu yang dia anggap sebagai laki- laki dengan level bucin tertinggi pada Adara. Bayu yang selalu memperlakukan Adara sebagai ratu. Bayu yang selalu dianggap sebagai lelaki pali
Tentu saja Alana tidak bisa tinggal diam. Masih jelas ingatannya tentang momen saat dia tak sengaja menciduk kekasih sahabatnya selingkuh. Alana tak akan membiarkan Adara makin tersakiti akibat tindakan Bayu. Gadis itu duduk dengan angkuh di meja sebuah cafe. Segelas jus jeruk menemani dirinya yang sudah terbakar amarah. Setelah kemarin berhasil menghubungi Bayu, dia mengatur pertemuan rahasia ini dengannya. Aneh sekali karena Bayu sama sekali tak menolak dan justru terdengar bersemangat saat Alana mengajaknya bertemu. Terlebih setelah semua yang terjadi, bukankah itu terasa aneh? Mereka tidak seakrab itu sebenarnya karena Alana sangat malas jika Adara mengajaknya ikut pergi bersama Bayu. Dia tidak mau jadi obat nyamuk, katanya. Lewat lima belas menit dari waktu yang telah ditentukan, Alana mulai mengetukkan hak sepatunya secara tak sabar. Dia paling benci orang-orang yang tidak bisa menghargai waktu.Pikirannya setengah kalut, Adara kemarin bilang padanya untuk tak mem
Satu guncangan pelan di bahu dan suara berat menyeruak membubarkan aneka pikiran yang tengah bersarang didalamnya. Usapan lembut Arkasa hinggap di rambut Alana yang sudah tertata rapi lengkap dengan satu hairpin mungil.Masih dengan pandangan setengah bingung, gadis itu berkedip pelan membiarkan aroma citrus dan woody milik Arkasa memenuhi indra penciumannya ketika suaminya bergerak melepaskan seatbelt yang terpasang. "Kita sudah sampai, mau sampai berapa lama kamu bengong begitu?"Alana terkesiap, mengedarkan pandangannya setelah sadar bahwa Civic milik Arkasa sudah berada di area parkir kediaman utama keluarga Pradipta. Ia membasahi sedikit bibirnya yang kering, tak banyak karena masih sadar ada lapisan lipcream yang juga memoles ranumnya. Hal itu tentunya tak luput dari penglihatan Arkasa. "Jangan menggoda saya disini, Al," ujar Arkasa mencubit kecil pipi Alana sembari menyeringai penuh arti.Alana memicing kesal, sementara Arkasa yang seakan sudah paham kebiasaan Alana langsung
"Kamu sakit?"Bisikan kecil Arkasa ditengah keheningan berhasil mengembalikan atensi Alana. Gadis itu perlahan menggeleng, membiarkan Arkasa mengusap dua titik keringat dingin yang ternyata parkir semrawut di dahinya.Dia gelisah, sekalipun si pemeran utama acara tadi yakni Adara dan Bayu justru kelihatan tenang- tenang saja. Entah kesepakatan macam apa lagi yang dibuat sehingga seolah tak terjadi apapun. Sekali lagi Alana mempertanyakan, bagaimana Adara seolah berhasil mengatur skenario hidup orang- orang disekitarnya seperti ini?Termasuk dirinya yang juga telah terjerat akibat rancangan Adara itu. Menikah lebih dulu guna membantu sahabatnya melancarkan rencana selanjutnya. Yah semuanya terlihat aman lancar dan berjalan sesuai rencana. Jemari hangat Arkasa menangkup tangannya yang meremas cemas bagian dress miliknya. Dia beralih melirik sebentar Arkasa dibelakang kemudi yang nampak memandangnya khawatir.Raut tegas namun lembut itu seolah punya kekacauan yang sama dengannya. Namun
Siapapun tahu bahwa tatapan memuja si sulung Pradipta itu tengah mengarah kemana. Tangan besarnya lagi- lagi membelai halusnya Alana, seolah gadis itu adalah benda rawan pecah yang harus dirawat super hati- hati. Bahkan tekanan di kedua ranum mereka yang perlahan menyatu benar- benar lembut. Tak ada paksaan disana, hanya sebuah tautan lembut yang memabukkan. Entah siapa yang memulai namun yang jelas, makin berusaha bertaut lembut, makin berdesir pula darah keduanya terasa. Menangkup pelan pipi tirus istrinya sembari menarik pinggangnya untuk kian merapat. Seolah tak ingin ada sedikitpun jarak diantara keduanya yang tengah larut dalam ciuman lembut memabukkan. Arkasa setengah tak rela melepaskan sebentar ciumannya hanya untuk memandangi wajah terengah gadisnya yang manis. Kedua mata itu terbuka perlahan setelah menyadari bahwa Arkasa tak lagi bermain dengan bibir manis Alana. Sial, Alana kini justru nampak super menggemaskan. Bila dia bisa, rasanya Arkasa benar- benar ingin menyim
Cahaya menyelinap masuk memaksa dua insan yang masih bergelung dibawah selimut bergerak tak nyaman. Salah satunya perlahan membuka mata, dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya mengerjap dan memindai sekitarnya. Mendapati cahaya matahari diluar kamar sudah sangat terang. Namun hal itu tak membuatnya bergerak untuk segera bangkit dan turun dari ranjang. Presensi manusia lain yang kini memunggunginya perlahan memancing senyum kecilnya untuk terbit. Memberi kecupan kecil di puncak kepala dan bahu polos sang gadis—maksudnya si istri yang baru saja dia renggut. Sekarang ini bahkan dirinya sendiri tak paham mengapa jadi sesenang ini. Satu hal yang pasti, Arkasa jadi makin tak mau jauh dari Alana. Lanjut menyurai penuh kasih helaian halus sang istri yang tergerai berantakan. Tangannya juga tergerak untuk menaikkan selimut lebih tinggi untuk menutupi bagian tubuh istrinya yang sempat tersingkap. Bisa bahaya kalau pagi- pagi begini dia terpancing. Setelah gempuran beberapa kali tad
Matahari belum naik terlalu tinggi selain itu udara sekitar rasanya cukup mendukung dua insan itu untuk berjalan- jalan kecil. Tadinya Arkasa hendak membawa Alana bersepeda ke hutan, namun dia urungkan karena sepertinya Alana tak akan kuat berjalan jauh sekarang ini. Alhasil, mereka hanya keluar dari cottage dan menikmati semilir segar yang akan sulit ditemukan ditengah hiruk pikuk perkotaan.Bibir Alana melengkung senang karena melihat pemandangan pagi. Semalam dia tak bisa mengamati secara jelas, namun kali ini semua keindahan itu terpampang nyata. Tak menyangka tempatnya seindah ini, benar- benar tempat melarikan diri yang sempurna, pikirnya.Menghirup nafas rakus, sudah lama sekali sejak Alana pergi meninggalkan kepenatan perkotaan. Dia menyusuri jembatan kayu yang menghubungkan pondok dengan jalanan tanah tepi hutan. Alana menengadah, menyadari langit hari ini cukup cerah namun tak begitu terik. Meskipun dia berjalan-jalan dibawahnya, semilir sejuk menjaganya tetap nyaman.Arkasa